Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah

Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah - Hallo sahabat Zona Edukasi Terpadu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel hukum islam, Artikel HUKUM PERDATA, Artikel syari'ah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah
link : Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah

Baca juga


Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah

Makalah

Diajukan untuk memenuhi kiprah mata kuliah

“Koperasi dan Asuransi Syari’ah”

Oleh:

Dosen Pembimbing:

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN MANAJEMEN ADMINISTRASI

UNIVERISTAS PEMBAHARUAN INDONESIA

2011

BAB I

PENDAHULUAN

Asuransi syariah sebagai salah satu forum syariah, sanggup diartikan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syari’at Islam yang mengacu kepada Qur’an dan hadist. Persoalan lain yang perlu diketengahkan berkenaan dengan asuransi syariah ini yakni perihal mekanisme kerja asuransi syariah. Hal ini perlu dibicarakan lantaran esensi yang membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional terletak pada cara kerja yang dilakukan, mulai dari penyetoran premi, investasi dana, hingga pada pembayaran klaim kepada penerima asuransi yang tertimpa petaka atau bencana. Semua itu terangkum dalam konsep mekanisme kerja asuransi syariah.

Dalam makalah ini pada mata kuliah “koperasi dan asuransi syariah”  di sini kami akan membahas mengenai “mekanisme kerja asuransi syariah.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian asuransi syari’ah

Sebelum kita melangkah pada pembahasan inti yaitu mekanisme kerja asuransi syariah, ada baiknya kita paparkan terlebih dahulu mengenai pengertian asuransi syariah itu sendiri.

Kata asuransi berasal dari bahasa inggris “insurance”, yang bahasa Indonesia menjadi bahasa terkenal dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan” .[1]

Sedangkan istilah asuransi dalam Islam, yang paling sering dipakai yakni “takaful” yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful dalam fiqh muamalah yakni jaminan sosial diantara sesama muslim, sehingga diantara satu dengan yang lainnya bersedia saling menaggung resiko.

Kaprikornus pengertian asuransi secara umum yakni suatu perjanjian yang mana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan mendapatkan premi, untuk menawarkan penggantian kepadanya lantaran suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan laba yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya lantaran suatu kejadian yang tak tentu.[2]

B.     Mekanisme Kerja Asuransi Syari’ah

Di dalam operasional asuransi syari’ah yang gotong royong terjadi yakni saling bertanggung jawab, membantu dan melindungi diantara para penerima sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para penerima untuk mengelola premi, membuatkan dengan jalan yang halal, menawarkan santunan kepada yang mengalami petaka sesuai isi fakta perjanjian tersebut.

Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah sanggup diuraikan:

1.    Underwriting

Underwriting yakni proses penafsiran jangka hidup seorang calon penerima yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Underwriting asuransi syariah bertujuan menawarkan bagan pembagian resiko yang proposional dan adil diantara para penerima yang secara relatif homogen.

Dalam melaksanakan proses underwriting terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk mendapatkan dan menolak suatu penutupan resiko. Pertama, kemungkinan menderita kerugian, kondisi ini diramalkan berdasarkan apa yang terjadi pada masa lalu. Kedua, tingkat resiko, yaitu ketidakpastian akan kerugian pada masa yang akan datang. Ketiga, aturan bilangan dimana makin banyak obyek yang mempunyai resiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah baik bagi perusahaan lantaran penyebaran risiko akan lebih luas dan kemungkinan menderita kerugian sanggup secara sistematis diramalkan.

Pada asuransi syariah underwriting berperan:

a.    Mempertimbangkan risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriting dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik atau kesehatan, jenis pekerjaan, adab dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin.

b.    Memutuskan meneriama atau tidak risiko-risiko tersebut.

c.    Menentukan syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan penerima membayar premi sesuai dengan tingkat risiko, memutuskan besarnya jumlah pertanggungan, lamanya waktu asuransi, dan plan sesuai dengan tingkat risiko peserta.

d.   Mengenakan biaya upah (ijarah/fee) pada dana bantuan peserta.

e.    Mengamankan profit morgin dan menjaga biar perusahaan asuransi tidak rugi.

f.     Menjaga kestabilan dana yang terhimpun biar perusahaan sanggup berkembang.

g.    Menghindari anti seleksi.

h.    Underwriting juga harus memperhatikan pasar kompetetif yang ada dalam ketentuan tarif, penyebaran resiko dan volume, dan hasil survei.[3]

Beberapa hal yang patut menjadi perhatian para underwriter pada asuransi umum, sebelum mengambil keputusan untuk mengaksep atau tidak suatu prospek yakni sebagai berikut:

a.    Kompetisi

Disisni dituntut kematangan seorang underwriter. Underwriter yang baik yakni yang adil.

b.    Penyebaran resiko dan volume.

c.    Survei

Survei akan memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail kemungkinan mengenai resiko kondisi fisik dan juga kesempatan mengamankan info mengenai keadaan adab pemohon. Laporan survei mencakup sejumlah ciri-ciri berikut:

1)      Deskripsi utuh terhadap resiko.

2)      Penilaian tingkat resiko.[4]

3)      Pengukuran kemungkinan kerugian maksimal.

Calon penerima harus mengisi formulir permohonan secara lengkap yang pada dasarnya antara lain sebagai berikut:

a.    Uraian bisnis secara rinci.

b.    Perubahan bisnis yang dilakukan belakangan ini dan kemungkinan pengembangannya selama masa keikutsertaannya asuransi syariah.

c.    Catatan perkara yang telah dialami.[5]

2.    Polis

Polis asuransi yakni surat perjanjian antara pihak yang menjadi penerima asuransi dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa sertifikat mengenai adanya perjanjian asuransi. Unsur-unsur yang harus ada dalam polis adalah:

a.    Deklarasi, memuat data yang berkaitan dengan penerima menyerupai nama, alamat, jenis dan lokasi objek asuransi, tanggal dan jangka waktu penutupan, perhitungan dan besarnya premi serta info lain yang diperlukan.

b.    Perjanjian asuransi, memuat pernyataan perusahaan asuransi menyatakan kesanggupannya mengganti kerugian atas objek asuransi apabila terjadi kerusakan.

c.    Pernyataan polis, memuat kondisi objek, batas waktu pembayaran premi, undangan penghapusan polis, mekanisme pengajuan klaim, asuransi ganda, subrogasi.

d.   Pengecualian, memuat penyebutan dengan terang petaka apa saja yang tidak ditutup atau diluar penutupan asuransi.

e.    Kondisi pertanggungan, memuat kondisi objek yang diasuransikan.

f.     Polis ditandatangani oleh perusahaan asuransi.

Dalam asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan di atas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan kontrak alternatif dalam polis asuransi tersebut. Sebagai ilustrasi:
-->

a.    Polis dengan janji Mudhorobah atau mudhobbah musyarakah. Pada janji Mudhorobah penerima asuransi menyediakan modal untuk dikelola oleh operator asuransi. Sedangkan Mudhorobah musyarakah  perusahaan asuransi sebagai Mudhorib menyertkan modal atau dananya dalam investasi bersama dana peserta. Dalam kontrak tercantum persetujuan bantuan yang dijadikan dana asuransi syariah dan pihak operator berhak mengelola dan mengivestasikan dana asuransi untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan prinsip Mudhorobah. Peserta menyetujui kontribusinya dijadikan tabarru’ dan dipakai untuk membantu penerima lain yan tertimpa petaka dalam bentuk hibah.

b.    Wakalah bil ujrah, yaitu pemberian kuasa dari penerima kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana penerima dengan pemberian ujrah (fee). Persetujuan bantuan yang dimasukkan sanggup dinvestasikan dan dikelola sesuai dengan prinsip syariah, persetujuan pembayaran klaim/manfaat asuransi, provisi dan cadangan sesuai pemikiran dan kebijakan otoritas. Persetujuan membayar biaya wakalah bil ujrah.

3.    Premi (Kontribusi)

Premi asuransi bagi penerima secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan penerima asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang menjadikan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa yang akan datang. Sedangkan bagi perusahaan premi mempunyai kegunaan untuk menambah investasi pada suatu perjuangan untuk dikelola. Premi yang dikumpulkan dari penerima paling tidak harus cukup untuk menutupi tiga hal, yaitu klaim resiko yang dijamin, biaya akuisisi, dan biaya pengelolaan operasional perusahaan.

Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:

1)        Premi tabungan, yaitu penggalan premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil investasi akan diberikan kepada penerima bila yang bersangkutan dinyatakan berhenti sebagai peserta.

2)        Premi tabarru’, yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan dipakai untuk tolong menolong dan menaggulangi petaka maut yang akan disantunkan kepada andal waris bila penerima meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir.

3)        Premi biaya yakni sejumlah dana yang dibayarkan oleh penerima kepada perusahaan yang dipakai untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana asuransi.

Penetapan besarnya tarif premi tidak ditentukan oleh pemerintah, lantaran diserahkan pada mekanisme pasar yang berlaku. Namun pada dasarnya tarif premi berdasarkan aturan pemerintah harus memenuhi unsur berikut:

Penetapan tarif premi asuransi kerugian, perhitungan jumlah premi yang akan mempengaruhi dana klaim tergantung pada beberapa hal, antara lain:

1)        Penetapan tarif premi harus dilakukan dengan memperhitungkan:

a.    Premi murni dihitung berdasarkan profil kerugian untuk jenis asuransi yang bersangkutan sekurang-kurangnya 5 tahun terakhir.

b.    Biaya perolehan, termasuk komisi agen.

c.    Biaya manajemen dan biaya umum lainnya.

2)        Tarif premi harus ditetapkan pada tingkat yang mencukupi, tidak melebihi dan tidak ditetapkan secara diskriminatif. Demikian pula dihentikan terlalu  berlebihan sehingga tidak sebanding dengan manfaat yang dijanjikan.

4.    Pengeolaan dana asuransi (Premi)

Pengelolaan dana asuransi (premi) sanggup dilakukan dengan janji mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada janji mudhorobah, laba perusahaan asuransi syariah diperoleh dari penggalan laba dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para penerima asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara penerima dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati.

Pada janji mudharobah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investai bersama dana para peserta. Perusahaan dan penerima berhak memperoleh bagi hasil dari laba yang diperoleh dari investasi. Sedangkan pada janji wakalah bil ujrah, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para penerima menawarkan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal: aktivitas administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting, pemasaran, dan investasi.[6]

Dalam mendeskripsikan perihal cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum. Pembagian ini sangat penting dilakukan mengingat mekanisme kerja dari kedua syariah itu mempunyai sedikit perbedaan, yakni dalam pengelolaan premi yang disetor kepada perusahaan asuransi syariah. Perbedaan itu muncul disebabkan sesuatu yang diasuransikannya berbeda; kalau asuransi umum (kerugian) yang diasuransikan itu harta atau hak milik penerima asuransi, sedangkan diasuransi keluarga (jiwa) yang diasuransikan yakni diri penerima asuransi itu sendiri.

Selain kedua topik diatas, dalam penggalan ini akan dibahas pula perihal pembayaran klaim oleh perusahaan asuransi kepada penerima asuransi yang tertimpa petaka atau bencana.

1.      Mekanisme kerja asuransi keluarga

Mekanisme asuransi keluarga ini diawali oleh terjadinya janji atau transaksi antara perusahaan asuransi dengan penerima asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh penerima asuransi. Untuk satu produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada dikala janji berlangsung penerima asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, menyerupai Asuransi Berjangka (10, 15, atau 20 tahun), Asuransi dana Investasi, Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Diri. Setelah janji berlangsung, maka dalam asuransi keluarga diatur berdasarkan sebagai berikut:

a.         Peserta asuransi syariah bebas menentukan salah satu jenis syariah keluarga yang ada dengan ketentuan umur penerima antara 18 hingga dengan 50 tahun dengan masa pembayaran klaim berakhir sebelum mencapai umur 60 tahun.

b.        Perusahaan asuransi syariah dan penerima asuransi syariah mengadakan perjanjian mudhorobah (bagi hasil), yang sekaligus dinyatakan pula hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak.

c.         Setiap penerima asuransi syariah menyerahkan premi asuransi yang sanggup dilakukan secara bulanan, kuartalan, setengah tahunan, atau tahunan. Premi yang diserahkan dengan kemampuan peserta, tetapi dihentikan kurang dari jumlah minimal yang ditetapkan perusahaan asuransi sebagai berikut:

1)        Setiap premi yang dibayarkan penerima dibagi kedalam dua rekening, yaitu rekening penerima dan rekening proteksi atau tabarru’. Presentase kedua rekening itu ditentukan sesuai kelompok umur penerima dan jangka waktu pertanggung.

2)        Uang angsuran (premi) oleh perusahaan asuransi akan akan disatukan ke dalam “Kumpulan Dana Peserta”, yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan syariah.

3)        Keuntungan yang diperoleh dari investasi itu akan dibagi dengan penerima sesuai dengan perjanjian mudhorobah yang telah disepakati sebelumnya.

4)        Keuntungan penggalan penerima akan dikreditkan ke dalam rekening penerima dan rekening proteksi atau tabarru’ secara proposional.

Mekanisme kerja di asuransi Syariah Keluarga ini secara sederhana sanggup dibuatkan gambar sebagaimana terlihat dibawah ini.

BAGAN

Dalam uraian diatas sanggup diketahui bahwa ada beberapa tahap yang dilalui dalam pengelolaan dana di Asuransi Syariah Keluarga., yaitu: (1) penerima menyerahkan sejumlah premi kepada perusahaan asuransi; (2) perusahaan asuransi mendapatkan premi dari peserta, yang dimasukkan ke dalam dua rekening tabungan penerima dan tabungan derma, yang selanjutnya disatukan kembali ke dalam kumpulan dana peserta; (3) perusahaan asuransi mengivestasikan dana yang terkumpul kepada investor dengan prinsip syariah (mudhorobah atau musyarokah); (4) investor melaksanakan investasi dan menyerahkan sebagian laba kepada perusahaan asuransi sesuai porsi pembagian yang disepakati; (5) perusahaan asuransi mendapatkan laba dari investor yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta; (6) perusahaan asuransi memilah kembali kumpulan dana penerima kepada tabungan penerima dan tabungan derma; (7) perusahaan asuransi menyerahkan pembayaran klaim kepada penerima yang tertimpa petaka atau penerima yang habis masa kontraknya, atau penerima yang mengundurkan diri.[7]

2.      Mekanisme kerja asuransi syariah umum

                   Mekanisme kerja asuransi syariah umum juga diawali oleh terjadinya janji atau transaksi antara perusahaan asuransi dengan penerima asuransi. Akad tersebut dilakukan sesuai dengan produk asuransi yang akan dimanfaatkan oleh penerima asuransi. Untuk satu produk asuransi akan dilakukan satu akad. Pada dikala janji berlangsung penerima asuransi harus sudah menentukan produk asuransi yang akan diambil, menyerupai Asuransi Kendaraan Bermotor, Asuransi Kebakaran, Asuransi Resiko Pembangunan, Asuransi Mesin, Asuransi Pengangkutan, atau produk asuransi syariah umum lainnya.

Setelah janji berlangsung, maka dalam asuransi syariah umum diatur berdasarkan aturan sebagai berikut:

a.    Peserta sanggup terdiri dari perorangan, perusahaan, lembaga/yayasan/badan hukum, atau yang lainnya.

b.    Perjanjian kerjasama antara perusahaan asuransi dan penerima asuransi syariah umum dilakukan berdasarkan prinsip mudhorobah.

c.    Besarnya nominal premi tergantung dari jenis asuransi yang dipilih. Setoran premi dilakukan sekaligus pada awal kontrak dibuat. Jangka waktu pertanggungan yakni satu tahun, dan harus diperbarui jikalau kontrak hendak diperpanjang untuk tahun berikutnya.

d.   Premi asuransi dikumpulkan dalam satu kumpulan dana yang kemudian dinvestasikan dalam proyek atau pembiayaan lainnya sejalan dengan syariah.

e.    Keuntungan dari investasi akan dikreditkan ke dalam kumpulan dana peserta.

f.     Jika terjadi petaka atas harta benda penerima yang diasuransikan, maka perusahaan asuransi membayarkan ganti rugi kepada penerima tersebut dengan dana yang diambil dari kumpulan dana penerima asuransi syariah umum.

g.    Biaya-biaya yang diharapkan oleh perusahaan asuransi diambil dari kumpulan dana peserta. Jika masih terdapat terdapat kelebihan dana akan dibayarkan kepada penerima dan perusahaan asuransi berdasarkan prinsip mudhorobah.

Mekanisme kerja asuransi syariah umum ini secara sederhana sanggup dibuatkan dengan sebagaimana termuat pada halaman berikut.

BAGAN

Dari uraian diatas sanggup diketahui bahwa ada beberapa tahap yang dilalui dalam pengelolaan dana di asuransi syariah umum, yaitu: (1) penerima menyerahkan sejumlah premi; (2) perusahaan asuransi mendapatkan premi dari penerima yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta; (3) perusahaan asuransi menginvestasikan dana yang terkumpul kepada investor dengan prinsip syariah (mudhorobah atau musyarokah); (4) investor melaksanakan investasi dan menyerahkan sebagian manfaatnya kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan; (5) perusahaan asuransi mendapatkan laba dari investor yang dimasukkan ke dalam kumpulan dana peserta; (6) perusahaan asuransi menyerahkan pembayaran klaim kepada penerima yang tertimpa petaka atau penerima yang habis masa kontraknya, atau penerima yang mengundurkan diri.

3.      Pembayaran klaim asuransi syariah

                   Apabila penerima tertimpa petaka selama masa kontrak atau habis masa kontrak atau mengundurkan diri, maka penerima yang bersangkutan akan mendapatkan pembayaran klaim yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Peserta yang tertimpa petaka sumber pembayaran klaimnya ada perbedaan antara penerima asuransi syariah keluarga (jiwa) dengan penerima asuransi syariah umum (kerugian). Perbedaan diantara keduanya terletak dalam pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’. Dalam asuransi syariah keluarga, penerima selain mendapatkan tabungan dan porsi bagi hasil, ia juga mendapatkan penggalan dari tabungan tabarru’, yakni tabungan yang berasal dari penerima yang secara nrimo diinfakan untuk membantu penerima lain yang tertimpa musibah. Sedangkan dalam asuransi syariah umum, penerima hanya mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan penerima dan porsi bagi hasil, dan tidak mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’.

                   Sedangkan penerima yang habis masa kontraknya akan memperoleh pembayaran kalim yang bersumber dari tabungan penerima dan porsi bagi hasil. Selain itu, khusus dalam asuransi syariah keluarga, penerima juga akan memperoleh penggalan dari tabungan tabarru’ apabila terdapat kelebihan sesudah dikurangi pembayaran klaim dan biaya operasional.

                   Adapun penerima yang mengundurkan diri sementara dikala masa kontrak masih berlangsung, tetap akan mendapatkan pembayaran klaim berupa tabungan penerima dan porsi bagi hasil. Tabungan penerima yang diberikan kepada penerima yakni tabungan semenjak menjadi penerima asuransi hingga pada dikala pengunduran diri. Jumlah tabungan ini pun ikut menentukan pula pada penggalan kentungan yang diperolehnya dari prinsip mudhorobah.[8]



BAB III

PENUTUP

                 Proses yang dilalui mekanisme kerja asuransi syariah, yaitu Pertama, underwriting yakni proses penafsiran jangka hidup seorang calon penerima yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk menentukan besarnya premi. Kedua, polis asuransi yakni surat perjanjian antara pihak yang menjadi penerima asuransi dengan perusahaan asuransi. Polis asuransi merupakan bukti auntetik berupa sertifikat mengenai adanya perjanjian asuransi. Ketiga, Premi asuransi bagi penerima secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan penerima asuransi, mendapatkan santunan kebajikan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang menjadikan terjadinya klaim, menambahkan investasi pada masa yang akan datang. Keempat, Pengelolaan dana asuransi (premi) sanggup dilakukan dengan janji mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil ujrah.

                 Dalam mendeskripsikan perihal cara atau mekanisme kerja asuransi syariah ini, akan dibagi kepada dua pembahasan pokok sesuai dengan pembagian asuransi syariah itu sendiri, yakni asuransi syariah keluarga dan asuransi umum.

Perbedaan antara asuransi syariah keluarga dan asuransi syariah umum terletak dalam pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’. Dalam asuransi syariah keluarga, penerima selain mendapatkan tabungan dan porsi bagi hasil, ia juga mendapatkan penggalan dari tabungan tabarru’, yakni tabungan yang berasal dari penerima yang secara nrimo diinfakan untuk membantu penerima lain yang tertimpa musibah. Sedangkan dalam asuransi syariah umum, penerima hanya mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan penerima dan porsi bagi hasil, dan tidak mendapatkan pembayaran klaim yang bersumber dari tabungan tabarru’.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasan. 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Kencana.

Burhanuddin. 2010. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Iqbal, Muhaimin. 2006. Asuransi Syariah Umum. Jakarta: Gema Insani.

Janwari, Yadi. 2005. Asuransi Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Soemitro, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

[1] AM. Hasan Ali, MA. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. (Jakarta: Kencana, 2004), hal: 57

[2] Burhanuddin S. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal: 97

[3] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. (Jakarta: Kencana, 2009), hal:273-274

[4] Ir. Muhammad Syakir Sula, AAIJ, FIIS. Asuransi Syariah. (Jakarta: Gema Insani), 2004. Hal:257-258

[5] Muhaimin Iqbal. Asuransi Umum Syariah. (Jakarta: Gema Insani), 2006. Hal: 90

[6] Ibid, hal:275-279

[7] Drs. Yadi Janwari, M.Ag. Asuransi Syariah. (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005), hal: 71-75

[8] Ibid, hal: 77-82


Demikianlah Artikel Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah

Sekianlah artikel Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah dengan alamat link https://zonaedukasiterpadu.blogspot.com/2013/01/mekanisme-kerja-asuransi-syariah.html

0 Response to "Mekanisme Kerja Asuransi Syari’Ah"

Posting Komentar