Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied

Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied - Hallo sahabat Zona Edukasi Terpadu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel BULAN RAMADHAN, Artikel hukum islam, Artikel Pendidikan Agama Islam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied
link : Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied

Baca juga


Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied

Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, aturan shalat ‘ied yakni wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim284. Dalil dari hal ini yakni hadits dari Ummu ‘Athiyah, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada dikala shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) semoga mengeluarkan para gadis (yang gres beanjak dewasa) dan perempuan yang dipingit, begitu pula perempuan yang sedang haidh. Namun dia memerintahkan pada perempuan yang sedang haidh untuk menjauhi daerah shalat.”285
284 Lihat Bughyatul Mutathowwi’ fii Sholatit Tathowwu’, hal. 109-110.
285 HR. Muslim no. 890, dari Muhammad, dari Ummu ‘Athiyah.
286 Yang dimaksud, kira-kira 2o menit sehabis matahari terbit sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utrsaimin dalam Syarh Hadits Al Arba’in An Nawawiyah (hadits no. 26), hal. 289.
287 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/599 dan Ar Roudhotun Nadiyah, 1/206-207.
288 Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, 1/425.
289 Lihat Minhajul Muslim, hal. 201.
290 HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889.
Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Menurut lebih banyak didominasi ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak286 hingga waktu zawal (matahari bergeser ke barat).287
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat 'Idul Fithri dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh anutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”288
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal yakni semoga orang-orang sanggup segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan semoga kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.289
Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali bila ada udzur ibarat hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.”290
An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas yakni dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada
melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di banyak sekali negeri. Adapun penduduk Makkah, maka semenjak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”291
291 Syarh Muslim, 6/177.
292 Kecuali bagi wanita, tetap menutup aurat dan dihentikan menggunakan harum-haruman di luar rumah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang perempuan menggunakan wewangian, kemudian keluar menjumpai orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka perempuan itu yakni perempuan pezina.” (HR. Ahmad 4/413. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa sanad hadits ini jayyid)
293 HR. Ahmad 5/352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyampaikan bahwa hadits ini hasan.
294 Dikeluarkan dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 171. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa riwayat ini shahih.
295 Lihat Majmu’ Al Fatawa, 24/220.
296 Idem
Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied
Pertama: Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat shalat.
Kedua: Berhias diri292 dan menggunakan pakaian yang terbaik.
Ketiga: Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri. Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan dia makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, dia tidak makan lebih dulu kecuali sehabis pulang dari shalat ‘ied gres dia menyantap hasil qurbannya.”293
Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas dia bertakbir hingga di lapangan dan hingga shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, dia berhenti dari bertakbir.”294
Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan:
(1) Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini menurut janji empat ulama madzhab.295
(2) Di antara lafazh takbir adalah,
“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala kebanggaan hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyampaikan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu hingga pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.296
Syaikhul Islam juga menandakan bahwa bila seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, itu juga diperbolehkan.297
297 Idem
298 HR. Bukhari no. 977.
299 HR. Bukhari no. 964 dan Muslim no. 884.
300 HR. Muslim no. 887.
301 Zaadul Ma’ad, 1/425.
302 Kami sarikan dari Shahih Fiqh Sunnah, 1/607.
Kelima: Menyuruh perempuan dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang telah disebutkan. Namun perempuan tetap harus memperhatikan adab-adab ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak menggunakan harum-haruman.
Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab, “Iya, saya menghadirinya. Seandainya bukan alasannya kedudukanku yang termasuk sahabat-sahabat junior, tentu saya tidak akan menghadirinya.”298
Keenam: Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda.
Ketujuh: Dianjurkan berjalan kaki hingga ke daerah shalat dan tidak menggunakan kendaraan kecuali bila ada hajat.
Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, kemudian dia mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun dia tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.”299
Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Shalat ‘Ied
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata, “Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”300
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga ke daerah shalat, dia pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk anutan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni tidak melaksanakan hal-hal semacam tadi.”301
Tata Cara Shalat ‘Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha yakni dua raka’at. Adapun tata caranya yakni sebagai berikut.302
Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.
Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/ tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”303
303 Idem
304 Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/291). Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid menyampaikan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat). Lihat Ahkamul ‘Idain, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, hal. 21.
305 Majmu’ Al Fatawa, 24/221.
306 HR. Muslim no. 891
307 HR. Muslim no. 878.
Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”304 Syaikhul Islam menyampaikan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
“Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala kebanggaan bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah saya dan rahmatilah aku).”305 Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi kebanggaan pada Allah Ta’ala.
Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”306
Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir menyampaikan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, dia membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.307
Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melaksanakan gerakan shalat ibarat biasa (ruku, i’tidal, sujud, dan seterusnya).
Keenam: Bertakbir ketika berdiri untuk mengerjakan raka’at kedua.
Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir berdiri dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.
Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.
Khutbah Setelah Shalat ‘Ied
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”308
308 HR. Bukhari no. 963 dan Muslim no. 888.
309 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/607.
310 Lihat keterangan dari Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad, 1/425. Yang pertama kali mengeluarkan mimbar dari masjid ketika shalat ‘ied yakni Marwan bin Al Hakam.
311 Idem
312 HR. Abu Daud no. 1155 dan Ibnu Majah no. 1290. Syaikh Al Albani menyampaikan bahwa hadits ini shahih.
Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali ibarat khutbah Jum’at).309 Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa menggunakan mimbar.310 Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah dia yang lainnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun dia memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak memperlihatkan bahwa dia selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”311
Jama’ah boleh menentukan mengikuti khutbah ‘ied atau tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala dia selesai menunaikan shalat, dia bersabda, “Aku dikala ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”312
Ucapan Selamat Hari Raya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Adapun perihal ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied ibarat sebagian orang menyampaikan pada yang lainnya ketika berjumpa sehabis shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka ibarat ini telah diriwayatkan oleh beberapa sobat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memperlihatkan dispensasi dalam melaksanakan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, saya akan membalasnya”. Imam Ahmad
melaksanakan semacam ini alasannya menjawab ucapan selamat yakni wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan bekerjsama bukan hanya dia yang tidak suka melaksanakan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia mempunyai qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun mempunyai qudwah (contoh).”313
313 Majmu’ Al Fatawa, 24/253.
314 HR. Abu Daud no. 1070, Ibnu Majah no. 1310. Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304) menyampaikan bahwa hadits ini mempunyai syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492) menyampaikan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) menyampaikan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) menyampaikan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) menyampaikan bahwa hadits ini shahih. Intinya, hadits ini sanggup dipakai sebagai hujjah atau dalil.
315 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/596, Al Maktabah At Taufiqiyah.
316 Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 8/182-183, pertanyaan kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al Ifta.
Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at
Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at semoga orang-orang yang punya impian menunaikan shalat Jum’at sanggup hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied sanggup turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh lebih banyak didominasi ulama Hambali. Dan pendapat ini didukung oleh riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah:
Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom, “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang dia lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi dispensasi untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”314
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melaksanakan ibarat apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah menyampaikan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sobat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.315
Catatan:
Dianjurkan bagi imam masjid semoga tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied sanggup menghadirinya. Dan siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied –baik laki-laki maupun wanita- maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti alasannya tidak menghadiri shalat Jum’at.316


Demikianlah Artikel Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied

Sekianlah artikel Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied dengan alamat link https://zonaedukasiterpadu.blogspot.com/2012/12/panduan-dan-aturan-shalat-ied.html

0 Response to "Panduan Dan Aturan Shalat ‘Ied"

Posting Komentar