Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani

Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani - Hallo sahabat Zona Edukasi Terpadu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel pertanian, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani
link : Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani

Baca juga


Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2006 wacana Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, perlu dicermati secara seksama, alasannya yaitu Undang-undang ini merupakan landasan aturan utama bagi penyelenggaraan penyuluhan secara terpadu yang menyangkut banyak sekali aspek pendidikan petani beserta ruang lingkup kehidupannya. Sebetulnya penyiapan Undang-undang ini telah usang dipersiapkan para inohong pertanian di Departemen Pertanian semenjak lebih 30 tahun yang lalu. Namun alasannya yaitu banyak sekali permasalahan rancangan Undang-undang tersebut bayak mengalami hambatan. Namun alhamdulillah, kiranya bisa terwujud pada tahun 2006. Hal ini patut disyukuri oleh para petani (termasuk pekebun, peternak, nelayan, dan sebagainya), para penyuluh serta pegawanegeri pembina penyuluhan, baik yang berada di sentra maupun daerah.
Dalam pelaksanaan penyuluhan di lapangan tentunya masih memerlukan produk aturan berikutnya antara lain Peraturan Pemerintah (PP), yang merupakan pembagian terstruktur mengenai pelaksanaan Undang-undang tersebut. Sampai kini, sehabis Undang-undang tersebut dikeluarkan, PP tersebut belum ada. Hal ini mengakibatkan belum munculnya peraturan-peratuaran di daerah baik dari Gubernur maupun Bupati. Padahal hal yang terakhir ini justru yang harus jadi pegangan petugas dilapangan baik penyuluh pertanian, maupun petugas lain yang terkait.
Dalam Undang-undang tersebut tersirat pentingnya peran-serta petani dalam berba¬gai aspek pembangunan pertanian, baik di bidang pro¬duksi, pengolahan, pemasaran, maupun pelestarian sumberdayanya. Gagasan ini bergotong-royong bukan hal yang baru. Bahkan seringkali dahulu pernah telah dijadikan slogan dan taktik untuk memperoleh anggaran proyek yang lebih banyak. Yang seringkali tersisihkan yaitu upaya pendidikan petani. Secara terkenal Pendidikan Pertanian untuk Petani disebut sebagai Penyuluhan Pertanian. Dalam Undang-undang kini ini pengertian wacana Penyuluhan meliputi pengelola komoditas lain diluar tumbuhan pangan, menyerupai kehutanan, perikanan, perkebunan, peternakan dan nelayan.
Sejak tiga puluh tahun yang lalu, pada ketika kita berge¬gas dalam membangun, maka pegawanegeri pemerintah cenderung untuk mengatur segalanya, mendorong masyarakat tani untuk ikut serta dalam pembangunan melalui rekayasa sosial. Program pendidikan tani pun berawal dari petun¬juk ataupun pesan yang bersifat top-down, yang kadang -kadang kurang menghargai pengalaman maupun penge¬tahuan petani.
Dulu, ada anggapan bahwa kemampuan masyarakat tani diragukan. Tetapi sekarang, ada kesadaran bahwa justru merekalah kekayaan yang paling berharga dalam pembangunan. Pendekatan paternalistik tersebut perlu direvisi, sehingga merupakan landasan gres yang lebih demokratik untuk pembangunan pertanian yang berke-lanjutan dan berwawasan lingkungan, serta sarat dengan pengetahuan dan bercirikan era ke-21.
Kebijakan swasembada pangan dengan aktivitas meningkatkan produksi sekaligus meningkatkan penda¬patan petani dalam waktu kurang lebih 25 tahun telah berhasil melipatgandakan produksi padi dan secara lu¬mayan telah meningkatkan kesejahteraan petani di pede¬saan. Meskipun dengan handicap perilaku negatif terhadap petani yang kurang menguntungkan bagi perkembangan kepribadiannya.
Gambaran negatif terhadap petani, bahwa mereka itu bo¬doh dan "kuuleun", yang oleh Mc Clelland disebut relaxed and unhurried, telah menjadikan perilaku petani itu sendiri sebagai yang patuh kepada program-program dan pembi¬naan-pembinaan dari atas. Yang demikian itu jauh dari yang diinginkan semenjak lama. Yaitu petani yang dapat berdiri diatas kaki sendiri dan tangguh, petani sebagai subjek, bukan lagi objek.
Pendidikan Petani perlu direvitalisasi, dari sekadar pembawa paket teknologi untuk diterapkan petani, menjadi kelembagaan yang membuat suasana, iklim, lingkungan, dan kesempatan yang memungkinkan berkembangnya petani secara dapat berdiri diatas kaki sendiri sebagai manajer usahatani atau pemimpin dalam masyarakat agribisnis.
Tepat juga sinyalemen Herman Soewardi (1998) almarhum yang menyatakan bahwa dalam upaya pemberdayaan (empower¬ing) petani, kelembagaan yang ada perlu diberdayakan, hingga bisa melecut motivasi petani. Petani perlu disiap¬kan menjadi petani komersial. Cara penyuluhan yang berlaku tempo hari hanya hingga pada mengubah "prac¬tices" petani, tidak mengubah personality. Dan kini dengan telah lahirnya Undang-undang No. 16 tahun 2006 wacana Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, yaitu merupakan landasan aturan yang sempurna untuk merobah gambaran negatif terhadap petani menjadi gambaran yang positip terutama dalam meningkatkan kiprah mereka dalam pembangunan pertanian secara utuh dan berkesinambungan.
Dalam pelaksanaan Penyuluhan atau dulu pernah terkenal dengan sebutan Penyuluhan Pertanian, atau Pendidikan Pertanian untuk Petani; ada beberapa  prinsip yang seyogianya diperhatikan:
Pertama, pertanian harus dipan¬dang sebagai suatu sistem kompleks yang hidup. Ia menjadi tempat insan berinteraksi dengan tanah, air, tanaman, dan organisme hidup lainnya, dalam mengoptimalkan sumberdaya yang ada. Dari sudut pandang ini, maka petani mencar ilmu bekerja sama dengan alam, bukan mencoba menguasainya atau menyalahgunakan lingkungan hidup di sekitamya. Pende¬katan ini memampukan petani untuk menyebarkan cara-cara bercocok tanam yang produktif dan berkelan¬jutan.
Kedua, Petani ditempatkan pada sentra sistem usahatani, sehingga beliau dianggap sebagai subjek bukan sebagai objek pembangunan. Penyuluhan hendaknya membantu petani mencar ilmu mengorganisasi diri mereka sendiri dan masyarakat di sekitamya. Mengumpulkan data di lahan mereka sendiri. Menelaah informasi ini dan membuat keputusan yang rasional menurut data yang mereka temukan sendiri.
Ketiga, Penyuluhan atau pendidikan petani yaitu sebagai upaya pengembangan sumberdaya Manusia. Bukan pembawa paket teknologi untuk diterapkan secara seragam oleh petani. Penyuluhan, membantu para petani menguasai konsep berpikir yang gres dan menerapkan cara-cara gres untuk memecahkan duduk kasus yang dihadapi. Proses ini bila diterapkan oleh petani akan memampukan mereka dalam menghadapi masalah-masalah gres dan berani melaksanakan percobaan untuk mencari tanggapan atas per¬masalahan agronomik yang ditemui di lapangan/di- lahan¬nya. Pendekatan ini tidak hanya membantu mereka menjadi petani yang lebih terampil, tetapi juga memperkokoh kekerabatan antara peneliti pertanian, penyuluh pertanian, dan kelompok tani.
Prinsip-prinsip pendidikan pertanian tersebut di atas gampang diubahsuaikan dan dikembangkan untuk kegiatan perencanaan, pengorganisasian dan penerapan kegiatan-¬kegiatan baru, yang menempatkan petani sebagai sentra pengembangan pertanian di masa depan. Dengan demikian  pendidikan pertanian untuk petani perlu direvitalisasi secara terus-menerus dan secara konsisten, berpijak pada cara penyelenggaraan dan metoda pelaksanaan yang demo¬kratik, sebagaimana tersurat dan tersirat didalam Undang-undang Penyuluhan Tahun 2006.
Sikap negatif terhadap petani perlu segera dihapus dari segala lapisan masyarakat, dan diganti dengan perilaku yang menghormati dan menghargai kedudukan petani sebagai warga yang sama derajatnya di bumi pertiwi Indonesia. Petani dan keluarganya di pedesaan yang merupakan ma¬yoritas penduduk Indonesia, yaitu penyandang budaya orisinil kontemporer maupun penyerap teknologi mutakhir yang potensial.
Yang paling menarik didalam Undang-undang Penyuluhan 2006 yaitu ruang lingkupnya yang jadi garapan penyuluhan yaitu: berproduksi yang lebih baik (better farming), berusahatani yang lebih menguntungkan (better business), berkehidupan yang lebih layak (better living), lingkungan hidup yang lebih nyaman (better environment), dan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera (better community). Ketiga better ini pada tahun 80-an pernah menjadi semboyan  yang cukup terkenal dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian. Sekalipun taktik dan strateginya pada waktu itu terkesan lebih memusat (centralized), tapi alhamdulillah Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan sehingga mendapat penghargaan dari kelembagaan dunia FAO pada tahun 1985.
Hal lain yang menarik dari Undang-undang 2006 ini yaitu areal garapan dan target penyuluhan tersebut. Kini tidak lagi hanya meliputi daerah persawahan, namun meliputi daerah hulu yaitu masyarakat kehutanan (pinggiran hutan), terus kehilir masyarakat pertanian, perikanan darat, peternakan, perkebunan, dan berujung di lahan paling hilir yaitu daerah perikanan bahari (atau daerah perikanan pantai). Hal ini akan memperlihatkan implikasi terhadap rancangan PP maupun Peraturan-peraturan Gubernur dan Bupati, semoga kebijakan penyuluhan yang akan disusun dan diterapkan memperhatikan pula aspek-aspek ruang lingkup dan target penyuluhan yang lebih komprehensip.


Demikianlah Artikel Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani

Sekianlah artikel Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani dengan alamat link https://zonaedukasiterpadu.blogspot.com/2012/12/makalah-revitalisasi-pendidikan-petani.html

0 Response to "Makalah Revitalisasi Pendidikan Petani"

Posting Komentar