Judul : Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya
link : Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya
Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya
Panduan Menulis dan Mempresentasikan Karya
Ilmiah: Thesis, Tugas Akhir, dan Makalah
Budi Rahardjo
3 Juli 2003
Daftar Isi
1 Pengantar
2
2 Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Penulisan Ilmiah 4
2.1 Mengantisipasi Pembaca Tulisan . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.2 Kesalahan Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.3 Penulisan Bagian Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.4 Penulisan Bagian Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.5 Layout halaman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.6 Pemilihan font . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.7 Penulisan rumus matematik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
3 Penggunaan Bahasa Indonesia
9
3.1 Bahasa Indonesia dan Istilah Teknis . . . . . . . . . . . . . . 10
3.2 Menuliskan istilah aneh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
4 Mengutip dan Menuliskan Daftar Pustaka
12
4.1 Mengutip . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
4.2 Menuliskan Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
5 Mempresentasikan Karya Ilmiah
15
5.1 Hal-hal yang perlu diperhatikan . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
5.2 Mempersiapkan presentasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
5.2.1 Mengetahui sasaran pendengar . . . . . . . . . . . . . . 17
5.2.2 Persiapan teknis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
5.3 Pelaksanaan presentasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
5.3.1 Ketepatan waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
5.3.2 Tips dalam menghadapi pendengar . . . . . . . . . . . 19
5.4 Tips memakai presentasi elektronik . . . . . . . . . . . . 20
1
Bab 1
Pengantar
Sebagai seorang dosen, saya sering harus menilai thesis, laporan kiprah akhir,
makalah, dan goresan pena ilmiah lainnya. Namun sayangnya banyak sekali ma-
hasiswa yang tidak tahu cara menulis karya ilmiah ini. Biasanya yang saya
lakukan ialah memberi catatan di pinggir goresan pena atau memanggil maha-
siswa yang bersangkutan untuk menjelaskan kesalahannya.1 Hal ini beru-
lang terus dan makin sering. Capek juga! Untuk itulah saya menulis tulisan
ini. Harapannya ialah mahasiswa sanggup mengetahui kesalahannya sehing-
ga mengurangi beban saya dalam memperbaiki goresan pena tersebut.
Perkembangan teknologi komputer mempermudah orang dalam menulis
dengan adanya (word processor). Namun banyak mahasiswa (dan juga
dosen!) yang memakai word processor sebagai layaknya mesin ketik.
Dia tidak tahu bahwa dokumen itu mempunyai struktur paragraf, menyerupai “ti-
tle”, “heading”, “normal text”, dan seterusnya. Ketika saya buka berkas
tulisannya, semuanya campur aduk dan tidak konsisten. Font berubah
dimana-mana, margin berbeda, dan seterusnya. Hal ini merepotkan jika
kita ingin mengubah layout sesuai dengan format yang diterapkan oleh jour-
nal tertentu. Ini salah satu contoh tools dipakai tanpa mengetahui cara
penggunaannya yang benar.
Sebetulnya saya sendiri juga tidak terlalu pendekar dalam menulis. Dapat
anda bayangkan bila saya katakan bahwa goresan pena yang saya penilaian lebih
buruk dari goresan pena saya! Kata sebuah iklan: “Oh seraaaam...”.
Tulisan ini difokuskan kepada permasalahan penulisan karya ilmiah. Ja-
di beliau terfokus kepada layoutnya, bukan kepada persoalan isi (content) dari
tulisan itu sendiri. Tentang isi, tentunya anda sebagai penulis yang lebih
mengetahui. Kecuali jikalau pekerjaan yang anda tulis tersebut bukan peker-
jaan anda. (Jika benar demikian, maka masalahnya ternyata lebih besar
dari sekedar penulisan. Celaka pendidikan kita!)
1 Saya memang agak banyak cincong dalam format tulisan. Menulis yang baik membutuhkan
waktu. Itulah sebabnya saya beritahukan kepada mahasiswa bimbingan saya bahwa siap-
kan waktu minimal 3 bulan untuk menuliskan thesis atau laporan kiprah akhir. Jika tidak
bersedia, silahkan pilih pembimbing yang lain.
2
Tulisan ini juga tidak membahas ihwal metoda penelitian. Silahkan
gunakan referensi lain untuk persoalan ini.
Sumber rujukan dari goresan pena ini diperoleh dari banyak sekali sumber, seperti
misalnya [1]. Sumber on-line antara lain:
• George D. Gopen dan Judith A. Swan, “The Science of Scienti c Writ-
ing” 2. http://www.research.att.com/˜ andreas/sci.html
Jika anda mengetahui sumber lain yang layak dijadikan acuan, mohon saya
diberitahu. (Dan lebih anggun lagi kalau saya dibelikan buku tersebut. Senyum
:-) )
Semoga goresan pena ini bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, dan siapa saja
yang ingin menciptakan goresan pena ilmiah. Komentar, koreksi, dan saran mohon
diteruskan kepada saya melalui email.
Catatan: Tulisan ini sebetulnya (sangat) belum selesai. Namun saya
sediakan untuk dibaca sesegera mungkin lantaran banyak mahasiswa yang su-
dah sangat membutuhkannya. Setup dari LATEX yang saya gunakan juga
belum benar sehingga pemenggalan kata-kata dalam bahasa Indonesia masih
kacau. Maklum, sudah usang saya tidak memakai sistem ini. Terima
kasih untuk Dikshie dikshie@ppk.itb.ac.id atas perbaikan dari tulisan.
Jika anda mendapat goresan pena ini dalam bentuk tercetak (misalnya
fotocopy-an), anda sanggup mengambil aslinya dari:
http://budi.insan.co.id/books/thesis/
Bandung, Juli 2002 - April 2003
.
Budi Rahardjo
Institut Teknologi Bandung
br at paume.itb.ac.id
budi at indocisc.com
2 Terima kasih kepada pak Andriyan suksmono@okabe.rcast.u-tokyo.ac.jp atas infor-
masi link ini
3
Bab 2
Kesalahan Yang Sering
Terjadi Pada Penulisan
Ilmiah
Engineers can’t write. Insinyur tidak sanggup menulis dengan baik1. Apakah
memang benar demikian? Sebetulnya para sarjana atau insinyur ini memi-
liki modal kemampuan menulis. Pasalnya beliau harus sering mengemukakan
hasil pekerjaannya kepada rekan kerjanya. Hanya saja kemampuan ini
tidak diasah sehingga tumpul. Seorang insinyur yang mempunyai kemampuan
menulis akan lebih sukses daripada seseorang yang tidak mempunyai kemam-
puan tersebut.
Banyak kesalahan yang saya jumpai dalam goresan pena mahasiswa yang saya
review. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
• salah mengerti audience atau pembaca tulisannya,
• salah dalam menyusun struktur pelaporan,
• salah dalam cara mengutip pendapat orang lain sehingga berkesan
menjiplak (plagiat),
• salah dalam menuliskan kepingan Kesimpulan,
• penggunaan Bahasa Indonesia (akan dibahas secara khusus) yang belum
baik dan benar,
• tata cara penulisan “Daftar Pustaka” yang kurang sempurna (tidak standar
dan berkesan seenaknya sendiri),
1 Jika dalam goresan pena ini saya banyak mengacu kepada insinyur, mohon dimaafkan.
Bukan maksud saya untuk mendiskreditkan ilmuan (scientists), namun goresan pena ini bermula
dari kekesalan saya terhadap mahasiswa saya yang notabene ialah calon-calon insinyur.
Tentunya isi goresan pena ini sanggup juga dipakai oleh orang-orang yang bukan insinyur atau
calon insinyur.
4
• tidak konsisten dalam format tampilan (font yang berubah-ubah, mar-
gin yang berubah-ubah).
Hal yang menarik dari pengamatan saya ialah mahasiswa seringkali
tidak mau melaporkan kegagalan atau kesalahan yang telah dilakukannya.
Padahal, kegagalan ini perlu dicatat semoga hal itu tidak dilakukan oleh orang
lain (yang akan meneruskan penelitian tersebut). Kegagalan bukan sebuah
aib! Seorang peneliti niscaya mengalami kegagalan. Makara laporkanlah kega-
galan tersebut dan analisa atau dugaan anda mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Bayangkan thesis anda sebagai peta di hutan belantara. Anda
memberi tanda kepingan yang merupakan jalan buntu, jurang, atau sulit di-
lalui. “Penjelajah” berikutnya sanggup lebih berhati-hati jikalau melalui jalan
tersebut.
2.1 Mengantisipasi Pembaca Tulisan
Hal yang sering terlupakan oleh mahasiswa ialah audience atau pembaca
dari tulisannya. Strategi penulisan akan berbeda jikalau yang membaca adalah
orang yang mengerti teknis (dosen, insinyur, teknisi) dan orang yang kurang
mengerti teknis (umum). Thesis atau laporan kiprah simpulan ditujukan kepada
orang yang mengerti teknis. Untuk itu isi dari laporan biasanya lebih teknis.
Bahasa yang dipakai untuk menjelaskan harus pas. Jika anda meng-
ganggap bahwa pembaca seorang yang bodoh, maka pembaca akan merasa
terhina (insulted). Coba pikirkan klarifikasi kalimat di bawah ini.
Mari kita misalkan biaya produksi dari perangkat ini dengan
bakso. Jika satu mangkok baso harganya 3000 rupiah, berapa
biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli 1000 mangkok ba-
so.
Bandingkan dengan kalimat di bawah ini.
Mari kita gunakan variabel x sebagai jumlah unit yang akan
diproduksi. Biaya produksi sebuah unit ialah 3000 rupiah.
Maka biaya produksi 1000 unit ialah 1000x.
Dengan memakai permisalan mangkok baso, maka anda telah menghi-
na intelektual pembaca! Tentunya contoh di atas terlalu ekstrim. Kasus
yang terjadi tidak seekstrim itu namun mendekati. Misalnya, di bidang
saya (bidang digital), tidak usah menjelesakan Boolean logic pada bagian
pendahuluan dari thesis anda. Anda hanya akan menghabiskan daerah dan
menghina pembaca pada ketika yang bersamaan.
Di satu sisi yang lain, ada juga mahasiswa yang menulis dengan san-
gat kompleks sehingga justru sulit dimengerti. Mungkin dalam pikirannya
5
adalah ilmu dan teknologi itu secara prinsip harus sulit, sehingga penje-
lasannya pun harus sulit dimengerti. Penulis yang baik ialah penulis yang
dapat menjelaskan sesuatu yang sulit dengan cara yang sederhana sehingga
mudah dimengerti. Tentunya hal ini dilakukan dengan tanpa merendahkan
intelektual pembaca.
2.2 Kesalahan Struktur
Umumnya struktur dari goresan pena yang saya review sudah baik. Namun ada
beberapa kesalahan yang sesekali muncul, seperti:
• tidak ada daftar isi, daftar gambar, dan daftar tabel,
• kepingan pendahuluan dan teori-teori pendukung terlalu banyak dita-
mpilkan sehingga mendominasi buku laporan / thesis.
Pernah saya menilai sebuah laporan kiprah simpulan dimana kepingan utamanya
(bagian analisa dan kesimpulan) hanya 10 halaman, sementara kepingan pen-
dahuluan dan teori mencapai 90 halaman. Porsi menyerupai ini tidak seimbang.
Sebaiknya kurangi kepingan teori pendukung dan arahkan pembaca untuk
membaca buku referensi saja.
2.3 Penulisan Bagian Abstrak
Abstrak merupakan rangkuman dari isi goresan pena dalam format yang sangat
singkat. Untuk makalah, biasanya abnormal itu hanya terdiri dari satu atau
dua paragraf saja. Sementara itu untuk thesis dan kiprah akhir, abstrak
biasanya dibatasi satu halaman. Untuk itu isi dari abnormal tidak perlu
“berbunga-bunga” dan berpanjang lebar, cukup pribadi kepada intinya
saja. Memang kesulitan yang dihadapi ialah bagaimana merangkumkan
semua dongeng dalam satu halaman. Justru itu tantangannya.
Ada juga goresan pena ilmiah yang membutuhkan extended abstract. Kalau
yang ini merupakan abnormal yang lebih panjang, yang biasanya disertai den-
gan data-data yang lebih mendukung. Biasanya extended abstract ini dibu-
tuhkan ketika kita mengirimkan makalah untuk seminar atau konferensi.
2.4 Penulisan Bagian Kesimpulan
Salah satu kepingan yang menjadi favorit saya dalam menilai sebuah thesis
atau laporan kiprah simpulan ialah kepingan Kesimpulan. Kesalahan pada bagian
ini sangat gampang dicermati.
Seringkali mahasiswa menuliskan kesimpulan yang sebetulnya bukan hasil
dari penelitian yang dilakukannya. Atau kesimpulan yang dituliskannya
6
tersebut tidak dibuktikan dalam penelitiannya. Tiba-tiba muncul perny-
ataan pada kepingan kesimpulan.
Atau, kesimpulannya sebetulnya merupakan common sense, atau penge-
tahuan yang sudah diketahui secara umum. Sebagai contoh, apa yang salah
dari kesimpulan berikut.
Program (software) ini berjalan lebih cepat pada komputer Pen-
tium IV dengan kecepatan 1 GHz, dibandingkan jikalau beliau di-
jalankan di komputer Pentium I I dengan kecepatan 233 MHz.
Kesimpulan seharusnya merupakan hasil penelitian anda. Dengan kata
lain, jikalau tidak ada penelitian yang anda lakukan maka kesimpulan tersebut
tidak sanggup ditarik.
2.5 Layout halaman
Layout halaman merupakan kepingan yang sering diabaikan. Memang dia
merupakan persoalan yang tidak terlalu penting (minor). Akan tetapi dia
cukup mengganggu pandangan pada ketika membaca. Masalah layout tidak
terjadi jikalau mahasiswa memakai document processing system seperti
LATEX [2]. Namun masih banyak mahasiswa yang memakai word proces-
sor dan mengarang layout sendiri. Seringkali, beliau gagal dalam menampilkan
layout yang baik.
Seringkali institusi pendidikan (universitas) memperlihatkan panduan layout
dari laporan kiprah simpulan atau thesis. Cari tahu ihwal panduan tersebut
dan perhatikan hukum yang diberikan. Jangan seenaknya sendiri!
Peletakan nomor halaman, terutama pada awal Bab, merupakan hal
yang sering mengganggu. Jangan letakkan nomor halaman pada kanan atas
pada awal Bab.
2.6 Pemilihan font
Tulisan resmi, menyerupai thesis, biasanya memakai font “Times Roman”
atau sejenisnya, menyerupai “Computer Modern” jikalau memakai LATEX. Be-
sarnya dari abjad biasanya 12 point. Namun, perhatikan hukum atau pan-
duan yang berlaku di daerah anda. Jika tidak ada aturan, maka anda
dapat menentukan sendiri font tersebut. Namun perlu diingat bahwa tulisan
anda diperuntukan kepada para pembaca. Jadi, buatlah goresan pena yang mu-
dah dibaca oleh pembaca (bukan oleh anda sendiri).
2.7 Penulisan rumus matematik
Ini salah satu persoalan yang saya hadapi dalam memakai word processor
biasa. Penulisan persamaan atau rumus matematik sering dilakukan dengan
7
sembarangan. Porsi antara subscript, superscript, simbol-simbol sering tidak
diperhatikan. Umumnya mahasiswa seenaknya dalam menuliskan rumus-
rumus tersebut.
Penggunaan tools menyerupai MathType sangat membantu. Namun hal ini
masih jarang dilakukan.
Jika anda memakai TEX atau LATEX, maka persoalan ini sanggup diatasi
karena beliau sudah menyesuaikan ukuran simbol-simbol tersebut. Mohon maaf
jika saya bolak balik mengambil referensi LATEX. Hal ini memang disebabkan
dia sangat baik untuk memproses dokumen teknis menyerupai thesis atau tugas
akhir.
8
Bab 3
Penggunaan Bahasa
Indonesia
Pelajaran Bahasa Indonesia sebetulnya sudah diajarkan semenjak dari Sekolah
Dasar (SD) hingga ke perguruan tinggi. Namun herannya kualitas tulisan
mahasiswa yang saya penilaian sangat menyedihkan. Dimana salahnya?
Beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan thesis atau tu-
gas akhir, antara lain sanggup dilihat pada list di bawah ini.
• Membuat kalimat yang panjang sekali sehinggai tidak terang mana sub-
jek dan predikat. Biasanya kesalahan ini muncul dengan menggunakan
kata “yang” berulang kali.
• Menggunakan bahasa yang “berbunga-bunga” dan tidak pribadi to
the point. Pembaca akan lelah membacanya. Mengapa penulis tidak
hemat dengan kata-katanya?
• Membuat kalimat yang tidak ada subjeknya.
• Kurang sempurna dalam memakai tanda baca. Misalnya, ada tanda
baca titik (atau koma) yang lepas sendirian pada satu baris. (Hal ini
disebabkan lantaran tanda titik tersebut tidak melekat pada sebuah
kata.)
• Salah dalam cara menuliskan istilah aneh atau dalam cara mengadopsi
istilah asing.
• Mencampur-adukkan istilah aneh dan bahasa Indonesia sehingga mem-
bingungkan.
• Menuliskan dalam kalimat yang membingungkan (biasanya dalam journal-
journal). Apakah tujuannya ialah mempersulit para reviewer makalah
sehingga makalahnya diloloskan?
9
Selain kesalahan tersebut di atas, ada lagi penggunakan bahasa yang
kurang sesuai dengan selera saya. Mungkin hal ini tidak salah, tapi saya
merasa kurang “pas” dalam membacanya. Contoh yang saya maksud antara
lain memakai kata-kata “Sebagaimana yang kita ketahui bersama, ...”.
Jika sudah diketahui bersama, mengapa perlu dieksplorasi berpanjang lebar?
3.1 Bahasa Indonesia dan Istilah Teknis
Ada pendapat bahwa Bahasa Indonesia kurang cocok untuk dipakai dalam
penulisan ilmiah lantaran banyaknya istilah teknis yang tidak ada padan
katanya di dalam Bahasa Indonesia. Mungkin ini ada benarnya. Namun
harusnya tidak hanya Bahasa Indonesia saja yang mempunyai masalah, karena
bahasa lainpun mempunyai persoalan yang sama.
Kita tidak sanggup mengalah untuk tidak menuliskan karya ilmiah dalam
Bahasa Indonesia. Tentunya hal ini dilakukan dengan tidak memaksakan
kehendak dengan memakai istilah-istilah yang dipaksakan di-Indonesia-
kan. (Bagian lain akan membahas ihwal penulisan istilah asing.)
3.2 Menuliskan istilah asing
Dokumen teknis biasanya penuh dengan istilah-istilah. Apalagi di dunia
Teknik Elektro dimana komputer, telekomunikasi, dan Internet sudah ada
dimana-mana, istilah komputer sangat banyak. Masalahnya ialah apakah
kita terjemahkan istilah tersebut? atau kita biarkan? atau kombinasi?
Ada juga istilah aneh yang sebetulnya ada padan katanya di dalam Ba-
hasa Indonesia. Namun mahasiswa sering memakai kata aneh tersebut
dan meng-Indonesia-kannya. Contoh kata yang sering dipakai ialah ka-
ta “existing” yang diterjemahkan menjadi “eksisting”. Menurut saya, peng-
gunaan kata “eksisting” ini kurang tepat.
Saya sendiri tidak termasuk orang yang suka memaksakan kata-kata Ba-
hasa Indonesia yang sulit dimengerti. Ada beberapa kata yang berdasarkan saya
terasa janggal dan bahkan membingungkan bagi para pembaca. Kata-kata
tersebut antara lain: tunak, mangkus, sangkil. Tahukah anda makna kata
tersebut? Apa padan katanya dalam bahasa Inggris? Mengapa tidak meng-
gunakan kata dalam bahasa Inggrisnya saja? Penerjemahan yang memak-
sakan kehendak ini menciptakan banyak dosen dan mahasiswa lebih suka meng-
gunakan buku teks dalam bahasa Inggris.
Anekdot. Di dalam pelajaran matematika (trigonometri) yang
menggunakan bahasa Indonesia ada istilah sinus, cosinus, dan
seterusnya. Ketika saya bersekolah di luar negeri dan berdiskusi
dengan mitra (tentunya dalam bahasa Inggris), tidak senga ja
saya mengucapkan kata “sinus”. Mereka bingung. Sinus dalam
10
bahasa Inggris artinya sakit kepala! Memang matematika bisa
membuat sakit kepala, tapi bukan itu yang saya maksud. Ini
salah satu hambatan kalau kita memaksakan memakai bahasa
kita sendiri. Oh ya, dalam trigonometri yang bahasa Inggris
istilah yang dipakai ialah sine, cosine, dan seterusnya.
Istilah aneh atau teknis yang tidak sanggup diterjemahkan (atau akan
menyulitkan pembahasan jikalau diterjemahkan) sanggup ditulis dalam bahasa
aslinya dengan memakai italics.
11
Bab 4
Mengutip dan Menuliskan
Daftar Pustaka
Kesalahan yang paling sering terjadi dalam pembuatan karya tulis ilmiah
adalah dalam mengutip dan menuliskan daftar pustaka. Seringkali maha-
siswa tidak mau berguru dan tidak mau mencari tahu mengapa daftar pusta-
ka ditulis sedemikian rupa. Mereka lebih sering mencontoh dari thesis atau
tugas simpulan sebelumnya tanpa mengetahui hukum sesungguhnya.
4.1 Mengutip
Seringkali penulis malu-malu dalam menuliskan sumber referensinya. Ada
anggapan bahwa semua yang dikerjakannya harus kelihatan orisinal. Pada-
hal mengutip karya orang lain bukanlah sebuah kegiatan yang rendah, bahkan
dia memperlihatkan bahwa sang penulis sudah mengerjakan “pekerjaan rumah-
nya”. Makara jangan ragu-ragu dalam memperlihatkan sumber rujukan.
Salah mengutip sanggup berakibat fatal lantaran penbaca akan menyangka
bahwa pernyataan tersebut merupakan pernyataan penulis atau hasil karya
penulis sendiri. Hal ini sanggup dianggap sebagai kegiatan plagiat, atau meny-
ontek kelas kakap. Akibat dari plagiat bisa bermacam-macam:
• dikucilkan dari lingkungan akademis,
• diberikan sangsi akademis,
• dipecat dari perguruan tinggi.
Saya pernah mengevaluasi sebuah laporan kiprah simpulan dimana satu bab
persis sama dengan satu kepingan dari kiprah simpulan orang lain. Ini sama dengan
mencuri dengan jejak yang sangat jelas. Setiap orang yang membaca kedua
tugas simpulan tersebut akan dengan terang melihat persamaannya. Bodoh amat!.
Jangan lakukan hal ini.
12
Mengutip yang baik biasanya memakai paraphrase, yaitu menuliskan
kembali apa yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa anda. Ji-
ka hal ini tidak sanggup dilakukan, contohnya kata-kata yang dikutip memang
sudah sangat baik (atau sudah sangat populer), maka tuliskan apa adanya
dengan memakai tanda kutip.
Menuliskan sumber referensi dalam goresan pena sanggup dilakukan dengan berma-
cam cara sesuai dengan standar yang digunakan. Di setiap bidang keilmuan
ada journal yang menjadi contoh dalam penulisan. Sebagai contoh, dalam
bidang saya (bidang Teknik Elektro) journal yang terkenal ialah yang dari
IEEE1. Untuk itu standar IEEE2 merupakan standar yang sebaiknya digu-
nakan dalam bidang saya. Di bidang lain, ada standar dari ACM3. Mana
yang lebih baik? Tidak ada yang lebih baik. Ini hanya sekedar standar saja.
Ikuti standar yang dipakai di daerah anda.
Hal yang sering terlupakan juga ialah menuliskan sumber rujukan dari
gambar atau tabel yang diperoleh dari sumber lain. Adanya perangkat
scanner memudahkan kita untuk mengambil gambar dari buku, makalah,
atau sumber referensi lain. Jangan lupa untuk mencantumkan sumbernya.
Juga jangan lupa jaga kualitas dari gambar yang digunakan. Seringkali saya
mendapati gambar yang hampir tidak sanggup terbaca. Percuma saja gambar
tersebut dimasukkan ke dalam goresan pena anda jikalau tidak sanggup dibaca.
Untuk salah satu standar IEEE, sumber referensi dituliskan dengan
menggunakan tanda kurung kotak menyerupai contoh ini [Referensi]. Penulisan
“Referensi” sanggup dilakukan dengan memakai angka, atau singkatan
nama penulis (sesuai dengan hukum tertentu). Tujuan penulisan referensi
ini semoga pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak sanggup mencari refer-
ensi ini di kepingan “Daftar Pustaka” atau “Referensi” yang biasanya terdapat
di kepingan simpulan dari tulisan. (Standar di daerah lain ada yang menggunakan
footnote sebagai metoda penulisan sumber referensi. Ini sah-sah saja.)
Saya suka memakai LATEX, sebuah document processing system,
yang mempermudah penulisan daftar pustaka dan pengorganisasiannya4.
Bahkan beliau mengurutkan daftar pustaka secara otomatis. Sayang sekali sis-
tem ini kurang terkenal di Indonesia yang mahasiswanya lebih suka meng-
gunakan wordprocessor tanpa mempunyai pengetahuan dasar mengenai layout
penulisan.
4.2 Menuliskan Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisi daftar sumber rujukan yang dipakai dalam penulisan
karya ilmiah anda. Untuk itu perhatikan hal ini dalam menuliskan daftar
1 http://www.ieee.org
2 http://www.ece.uiuc.edu/pubs/ref guides/ieee.html
3 http://www.acm.org
4 Tulisan ini juga dibentuk dengan memakai LATEX.
13
pustaka.
Seringkali ada mahasiswa yang menuliskan referensi yang tidak digu-
nakan (tidak ada rujukan kepada referensi ini) di dalam tulisan. Mungkin
dia melakukannya untuk memperlihatkan (pamer?) bahwa beliau telah membaca
buku tersebut?. Atau penambahan daftar pustaka ini untuk menggemukkan
(menebalkan) buku thesisnya? Jangan lakukan hal ini. Tuliskan apa adanya.
Jika anda tidak memakai buku tersebut, jangan tambahkan di daftar
pustaka.
Sumber rujukan sebaiknya ditulis dalam format yang baik dan rinci se-
hingga pembaca yang akan mencari sumber rujukan tersebut sanggup men-
carinya dengan mudah. Standar penulisan bergantung kepada journal atau
media yang akan menerbitkan goresan pena tersebut. Sebagai contoh, ada standar
yang menuliskan judul buku dalam format italics (miring). Sementara itu
ada juga journal lain yang tidak mengharuskan demikian. Untuk itu cek
dengan standar yang ada di daerah anda. Untuk thesis atau laporan tugas
akhir, cek dengan perguruan tinggi anda.
Sumber rujukan dituliskan secara berurut. Urutan sanggup ditentukan oleh
beberapa hal. Ada journal yang mengurutkan sumber rujukan berdasarkan
urutan munculnya referensi tersebut dalam kutipan di tulisan. Ada juga
yang mengurutkan berdasarkan nama penulis dari sumber referensi. Perlu
diingat bahwa biasanya di dunia internasional, pengurutan nama ini meng-
gunakan nama belakang (last name, family name). Bagi orang Indonesia,
hal ini sering membingungkan lantaran kita mengurutkan nama dengan dasar
nama depan.
Saya sendiri tidak terlalu pusing dengan melaksanakan pengurutan ini (ju-
ga dengan format penulisan sumber referensi tersebut) lantaran saya menggu-
nakan LATEX. Anda bisa melihat hasil yang dilakukan LATEX dengan melihat
layout (termasuk penulisan daftar pustaka) dari goresan pena ini.
14
Bab 5
Mempresentasikan Karya
Ilmiah
Jika perkataan itu keluar dari relung hati, maka ia akan masuk
ke relung hati pula. Jika perkataan keluar dari ujung lidah, maka
untuk mencapai indera pendengaran pun akan sulit.
Sebuah pepatah yang dikutip dari buku Kumpulan Khutbah
Syaikh Al-Qardhawy.
Suatu saat, saya menjadi penguji dari sebuah presentasi (sidang) the-
sis S2. Bukunya sudah saya periksa beberapa hari sebelum presentasi di-
lakukan. Ternyata bukunya sangat baik. Jarang-jarang saya menemukan
buku thesis yang bagus, tanpa satupun koreksi dari saya. Mahasiswa ini
tahu cara menulis dan memakai wordprocessor.
Hari sidang pun dimulai. Sang mahasiswa mulai memperlihatkan presen-
tasi. Namun sayangnya, presentasinya kurang baik. Suaranya terlalu pelan,
tidak menarik. Waktu yang dipakai untuk memperlihatkan presentasi ter-
lalu lama, sehingga membosankan bagi penguji. (Ada batas waktu untuk
memberikan presentasi.) Akhirnya, ketika memperlihatkan penilaian sidang,
saya harus memperlihatkan penilaian presentasi yang tidak maksimal. Melihat
bukunya, saya rasa beliau pantas mendapat nilai A+. Namun, presentasinya
membuat nilai beliau berkurang. Inilah pentingnya kemampuan mempresen-
tasikan karya ilmiah.
Kemampuan memperlihatkan sebuah presentasi yang baik merupakan modal
yang sangat penting. Jika anda bekerja di sebuah perusahaan, niscaya anda
harus memperlihatkan presentasi, baik kepada atasan maupun kepada client dari
perusahaan anda. Makara kemampuan memperlihatkan presentasi sangat esensial
bagi seorang sarjana.
Demikian pula dalam pertemuan formal, seminar, konferensi, sering
kali saya mendengarkan presentasi yang membosankan. Pembicara yang
berbicara melantur, terlalu lama, tidak menarik, dan membosankan. Men-
15
gapa mereka tidak menyadari hal ini?
Saya sering memperlihatkan presentasi. Menurut saya, presentasi saya cukup
menarik1. Apa yang mengakibatkan presentasi saya dianggap baik dan menarik?
Ini yang akan saya bahas pada kepingan ini.
5.1 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita memperlihatkan presen-
tasi, antara lain:
• Audience,
• lamanya waktu presentasi.
Pengetahuan ihwal audience dari presentasi sangat penting. Presen-
tasi di depan orang yang mengerti teknis (misalnya dalam sidang thesis
atau kiprah akhir) berbeda dengan presentasi di depan manager eksekutif
atau masyarakat umum yang tidak suka detail. Orang yang mengerti tek-
nis akan merasa kesal apabila klarifikasi anda terlalu bertele-tele kepada
hal-hal yang tidak esensial dan bahkan berkesan menggurui. Sementara
manager direktur akan bosan dan gundah jikalau anda memakai istilah
teknis (dan memperlihatkan rumus matematik yang njlimet).
Menurut saya, yang paling sukar ialah memperlihatkan presentasi di depan
audience yang mempunyai latar belakang berbeda. Bagi yang sudah mengerti,
presentasi anda menjadi membosankan. Hal ini terjadi jikalau kita memberikan
seminar untuk umum. Ini merupakan topik khusus tersendiri.
Penguasaan akan waktu merupakan hal yang penting!. Banyak pem-
bicara yang anggun yang tidak sanggup mengendalikan waktunya, biasanya
molor, sehingga memberi efek negatif. Dampak negatif ini terasa kepa-
da audience, pembicara lain, penguji, dan panitia (jika ini terjadi dalam
sebuah seminar). Usahakan sempurna waktu! Justru kepandaian seorang pem-
bicara ialah menepatkan diri dengan waktu yang diberikan. Kemampuan
menjelaskan sesuatu dalam waktu yang singkat merupakan bukti kepanda-
ian dan penguasaan materi oleh presenter tersebut. Hal ini akan saya bahas
kembali pada kepingan pelaksanaan presentasi.
Pembahasan selanjutnya akan saya bagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
persiapan dan kepingan pelaksanaan presentasi.
1 Mungkin pada versi goresan pena selanjutnya ada komentar dari orang lain ihwal presen-
tasi saya. Saat ini saya mengomentari diri sendiri saja lantaran belum ada komentar yang
masuk. Mohon komentar bagi anda yang pernah mendengarkan presentasi saya. Nanti
saya akan masukkan di sini sebagai bukti untuk para pembaca.
16
5.2 Mempersiapkan presentasi
Persiapan sebelum melaksanakan presentasi merupakan sebuah acara yang
esensial. Seperti halnya pertandingan olah raga, perlu dipersiapkan strate-
gi untuk memenangkan pertandingan. Sebuah tim sepak bola, misalnya,
tidak akan turun ke lapangan tanpa menciptakan persiapan seni administrasi yang akan
dilakukan. Audience akan sanggup menangkap presentasi yang tidak disertai
dengan persiapan yang matang. Percayalah!
Persiapan presentasi mencakup beberapa hal sebagai berikut:
• Mengetahui karakteristik sasaran pendengar (audience) dan jumlahnya;
• jenis presentasi (formal, informal);
5.2.1 Mengetahui sasaran pendengar
Mengetahui sasaran pendengar merupakan salah satu acara yang penting.
Beberapa contoh sasaran yang berbeda antara lain:
• Penguji sidang thesis. Biasanya pendengar ialah orang yang memiliki
pengetahuan teknis cukup tinggi, jadi jangan terlalu berkesan meng-
gurui dan bertele-tele. Jumlah pendengar biasanya sedikit sehingga
presentasi bisa lebih interaktif dan serius.
• Seminar umum. Biasanya jumlahnya banyak dengan latar belakang
yang berbeda-beda. Umumnya mereka ingin berguru dari anda. Untuk
itu perlu anda pikirkan nilai tambah apa yang sanggup mereka peroleh
setelah mendengarkan presentasi anda? Mereka pulang mendapatkan
apa? Seminar yang dihadiri oleh pejabat-pejabat, biasanya bersifat
formal meskipun bukan berarti anda tidak sanggup melawak.
• Mahasiswa. Seminar umum juga sering dihadiri oleh mahasiswa, tapi
kadang-kadang ada acara khusus yang lebih banyak mahasiswanya.
Untuk acara jenis ini, biasanya pembicaraan harus lebih informal dan
santai (populer), dan sanggup disertai dengan humor atau lawakan. Siap-
kan gurauan jikalau waktunya memungkinkan. Mahasiswa kadang-kadang
responsif terhadap yang sifatnya “hura-hura” namun seringkali tidak
responsif untuk topik yang formal. Pada kepingan tanya jawab biasanya
sepi.
5.2.2 Persiapan teknis
Secara teknis, beberapa hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
• Materi presentasi (slide, transparan, materi elektronik, handout atau
makalah yang akan dibagikan);
17
• komputer, notebook, atau perangkat elektronik yang digunakan;
• percobaan presentasi untuk menghitung lamanya waktu presentasi.
Perhatikan bahwa materi presentasi sanggup dibaca dengan gampang oleh
pendengar. Handout (fotocopy) seringkali tidak sanggup dibaca dengan mudah
karena penggunaan font yang terlalu kecil, atau warna font gelap (misalnya
merah) dengan latar belakang gelap (misalnya biru tua).
Pastikan perangkat elektronik yang dipakai bekerja dengan baik. Ser-
ingkali presentasi tertunda gara-gara at panel LCD yang dipakai tidak
cocok dengan komputer atau notebook yang dipakai sehingga gambar
tidak muncul di layar.
5.3 Pelaksanaan presentasi
Setelah persiapan anda lakukan, sekarang tibalah saatnya anda mengeksekusi
rencana yang telah anda siapkan. Dalam melaksanakan presentasi, perhatikan
hal-hal yang akan dibahas menyerupai berikut.
5.3.1 Ketepatan waktu
Saya beritahu satu kunci belakang layar kesuksesan presentasi saya: sempurna waktu!
Saya banyak berguru dan bereksperimen untuk menepatkan waktu sehingga
akhirnya saya punya perasaan (feeling) ihwal waktu yang saya butuhkan
untuk mempresentasikan. Satu hal yang paling dib enci oleh pendengar
adalah ketidak-tepatan waktu.
Presentasi yang terlalu cepat selesai tidak baik. Kesan yang sanggup ditim-
bulkan ialah pembicara tidak menguasai topik dan terlihat bodoh. Tidak
banyak orang yang memperlihatkan presentasi terlalu cepat selesai, tapi ada.
Saya beberapa kali menemui kasus menyerupai ini.
Presentasi yang terlalu usang lebih berbahaya! Jika presentasi terlalu
cepat selesai yang terlihat terbelakang ialah sang pemberi presentasi, maka
presentasi yang terlalu usang akan memperlihatkan kekesalan kepada pendengar
(selain pembicara terlihat bodoh). Jika pendengar sudah kesal, maka apa
pun yang anda katakan tidak akan didengar lagi. Vonis sudah dijatuhkan.
Nilai anda akan sangat rendah.
Demikian pula dalam memperlihatkan presentasi (di seminar misalnya), jika
kita terlalu banyak berbicara, maka kesan menggurui dan ingin memonopoli
pembicaraan akan muncul. Nilai anda akan jelek. Jangan ada perasaan
bahwa anda harus bicara. (Apa lagi kalau diberi gaji seperti kalau
tidak bicara tidak pantas. Tidak demikian!) Bicara seperlunya saja. Jika
memang tidak perlu bicara, ya tidak usah berbicara.
Ketika anda berbicara, perhatikan pendengar. Apabila mereka men-
guap, melihat jam, merenung-renung, mencorat-coret di kertas notes, dan
18
menunjukkan gejala kejenuhan lainnya, maka percepat presentasi. Se-
lesaikan dengan segera. Biar materi presentasi anda masih banyak, dan
menurut anda sangat penting, sudahi saja lantaran mereka pun tidak akan
mendengarkan (dan bahkan tambah kesal kepada anda). Tidak ada gunanya
diperpanjang lagi.
Sekali lagi, jangan sekali sekali terlalu usang berbicara. (Lebih baik terlalu
cepat selesai daripada terlalu lama, tapi tentunya lebih baik sempurna waktu.)
5.3.2 Tips dalam menghadapi pendengar
Salah satu kiprah anda dalam melakuan presentasi ialah menghadapi pen-
dengar (audience). Banyak orang yang gemetar dalam melaksanakan hal ini.
Memang hal ini tidak gampang dan membutuhkan latihan. Ada beberapa tips
yang sanggup saya sampaikan.
• Ketika menjelaskan sebuah slide, adakala (tidak selalu) anda
perlu menunjuk sesuatu di layar. Tunjukkan kepingan itu dengan point-
er, laser pointer, atau jikalau terpaksa dengan telunjuk. Jangan hanya
mengatakan “seperti ini atau itu” apabila tidak terlalu terang bagian
mana yang dimaksud. Ada juga mahasiswa yang matanya selalu ter-
paku pada slide di atas OHP sehingga beliau tidak tahu bahwa proyeksi
di layar miring-miring atau bahkan posisi slide terlalu bawah sehingga
tidak sanggup dilihat oleh pendengar.
• Jangan terlalu sering membelakangi pendengar. Seringkali pembicara
melihat layar dan membelakangi pendengar seperti beliau takut bertat-
ap muka dengan pendengarnya.
• Perhatikan raut wajah dari para pendengar. Apakah mereka sudah
bosan? bingung? tersenyum? Jadikan ini menjadi umpan balik bagi
strategi presentasi anda. Seringkali saya mengikuti presentasi thesis
dimana mahasiswa tidak pernah melihat ke arah pendengar. Jika saya
menjadi pembimbing, adakala saya memperlihatkan isyarat pada ma-
hasiswa saya untuk mempercepat presentasi jikalau waktunya sudah habis
sambil menunjuk ke arloji saya. Namun jikalau sang mahasiswa tersebut
tidak pernah melihat ke arah saya, bagaimana saya bisa memberikan
kode tersebut? Jadi, sekali lagi, lihatlah wajah dari para pendengar.
• Ketika memperlihatkan presentasi, anda harus convincing atau meyakinkan.
Bagaimana pendengar akan percaya dengan apa yang anda presen-
tasikan jikalau anda sendiri kelihatannya tidak percaya? Namun juga
jangan hingga menjadi berkesan terlalu angkuh atau sok tahu.
• Dalam menghadapi pertanyaan, dengarkan dahulu pertanyaannya. Kalau
perlu, catat dahulu pertanyaan tersebut. Jangan cepat-cepat ingin
19
menjawab atau bahkan memotong pertanyaan pendengar, kecuali an-
da merasa penanya ini terlalu berlarut-larut dalam mengutarakan per-
tanyaannya. (Sering kali orang berputar-putar dan tidak to the point
dalam mengutarakan pertanyaan.)
5.4 Tips memakai presentasi elektronik
Penggunaan komputer dalam presentasi sudah merupakan hal yang lum-
rah. Bahkan di beberapa institusi, penggunaan komputer merupakan hal
yang standar. Umunya presentasi dilakukan dengan memakai program
Microsoft Power Point, meskipun ada program-program lain yang juga da-
pat digunakan. (Saya sendiri mulai memakai acara presentasi dari
OpenO ce yang sanggup diperoleh secara gratis.)
Penggunaan media elektronik ini mempunyai karakteristik tertentu yang
harus dikuasai oleh presenter.
• Dalam satu slide, usahakan gunakan kata-kata sesingkat mungkin se-
hingga layar tidak dipenuhi dengan tulisan. Utamakan menggunakan
point form. Penjelasan dari point-point tersebut yang akan anda pre-
sentasikan.
• Font jangan terlalu kecil. Coba anda lihat apakah goresan pena anda terbaca
dari pendengar presentasi yang paling belakang.
• Ada yang menyampaikan bahwa sebaiknya memakai warna back-
ground yang agak gelap (misalnya warna biru). (Jika anda memiliki
referensi yang lebih akurat ihwal pendapat ini mohon saya diberi-
tahu sumber referensinya.) Saya sendiri sering kesulitan dengan war-
na biru ini (karena ada beberapa gambar atau gra k yang berlatar
belakang putih sehingga tidak anggun kalau ditampilkan dengan back-
ground biru) dan kesannya memakai warna putih. Warna back-
ground yang terang ini kurang nyaman di mata.
• Jika ada gra k atau diagram, pastikan bahwa tulisannya terbaca. Ser-
ingkali ada gra k-gra k yang tulisannya tidak terbaca sama sekali se-
hingga tidak ada keuntungannya untuk ditampilkan.
• Gunakan satu atau dua contoh jikalau konsep yang dijelaskan terlalu
membingungkan. Tidak perlu seluruh contoh atau seluruh penjelasan
ditampilkan sehingga contohnya terlalu banyak. Penjelasan yang rinci
atau contoh-contoh lain nanti sanggup dijelaskan pada ketika presentasi
jika diharapkan atau jikalau ada yang bertanya.
Bibliogra
[1] David F. Breer, editor. Writing and Speaking in the Technology Profes-
sions: a practical guide. IEEE Press, 1992.
[2] Patrick W. Daly Helmut Kopka. A Guide to LATEX: Document Prepar-
taion for Beginners and Advanced Users. Addison-Wesley, 1993.
Ilmiah: Thesis, Tugas Akhir, dan Makalah
Budi Rahardjo
3 Juli 2003
Daftar Isi
1 Pengantar
2
2 Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Penulisan Ilmiah 4
2.1 Mengantisipasi Pembaca Tulisan . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.2 Kesalahan Struktur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.3 Penulisan Bagian Abstrak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.4 Penulisan Bagian Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.5 Layout halaman . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.6 Pemilihan font . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.7 Penulisan rumus matematik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
3 Penggunaan Bahasa Indonesia
9
3.1 Bahasa Indonesia dan Istilah Teknis . . . . . . . . . . . . . . 10
3.2 Menuliskan istilah aneh . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
4 Mengutip dan Menuliskan Daftar Pustaka
12
4.1 Mengutip . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
4.2 Menuliskan Daftar Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
5 Mempresentasikan Karya Ilmiah
15
5.1 Hal-hal yang perlu diperhatikan . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
5.2 Mempersiapkan presentasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
5.2.1 Mengetahui sasaran pendengar . . . . . . . . . . . . . . 17
5.2.2 Persiapan teknis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
5.3 Pelaksanaan presentasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
5.3.1 Ketepatan waktu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
5.3.2 Tips dalam menghadapi pendengar . . . . . . . . . . . 19
5.4 Tips memakai presentasi elektronik . . . . . . . . . . . . 20
1
Bab 1
Pengantar
Sebagai seorang dosen, saya sering harus menilai thesis, laporan kiprah akhir,
makalah, dan goresan pena ilmiah lainnya. Namun sayangnya banyak sekali ma-
hasiswa yang tidak tahu cara menulis karya ilmiah ini. Biasanya yang saya
lakukan ialah memberi catatan di pinggir goresan pena atau memanggil maha-
siswa yang bersangkutan untuk menjelaskan kesalahannya.1 Hal ini beru-
lang terus dan makin sering. Capek juga! Untuk itulah saya menulis tulisan
ini. Harapannya ialah mahasiswa sanggup mengetahui kesalahannya sehing-
ga mengurangi beban saya dalam memperbaiki goresan pena tersebut.
Perkembangan teknologi komputer mempermudah orang dalam menulis
dengan adanya (word processor). Namun banyak mahasiswa (dan juga
dosen!) yang memakai word processor sebagai layaknya mesin ketik.
Dia tidak tahu bahwa dokumen itu mempunyai struktur paragraf, menyerupai “ti-
tle”, “heading”, “normal text”, dan seterusnya. Ketika saya buka berkas
tulisannya, semuanya campur aduk dan tidak konsisten. Font berubah
dimana-mana, margin berbeda, dan seterusnya. Hal ini merepotkan jika
kita ingin mengubah layout sesuai dengan format yang diterapkan oleh jour-
nal tertentu. Ini salah satu contoh tools dipakai tanpa mengetahui cara
penggunaannya yang benar.
Sebetulnya saya sendiri juga tidak terlalu pendekar dalam menulis. Dapat
anda bayangkan bila saya katakan bahwa goresan pena yang saya penilaian lebih
buruk dari goresan pena saya! Kata sebuah iklan: “Oh seraaaam...”.
Tulisan ini difokuskan kepada permasalahan penulisan karya ilmiah. Ja-
di beliau terfokus kepada layoutnya, bukan kepada persoalan isi (content) dari
tulisan itu sendiri. Tentang isi, tentunya anda sebagai penulis yang lebih
mengetahui. Kecuali jikalau pekerjaan yang anda tulis tersebut bukan peker-
jaan anda. (Jika benar demikian, maka masalahnya ternyata lebih besar
dari sekedar penulisan. Celaka pendidikan kita!)
1 Saya memang agak banyak cincong dalam format tulisan. Menulis yang baik membutuhkan
waktu. Itulah sebabnya saya beritahukan kepada mahasiswa bimbingan saya bahwa siap-
kan waktu minimal 3 bulan untuk menuliskan thesis atau laporan kiprah akhir. Jika tidak
bersedia, silahkan pilih pembimbing yang lain.
2
Tulisan ini juga tidak membahas ihwal metoda penelitian. Silahkan
gunakan referensi lain untuk persoalan ini.
Sumber rujukan dari goresan pena ini diperoleh dari banyak sekali sumber, seperti
misalnya [1]. Sumber on-line antara lain:
• George D. Gopen dan Judith A. Swan, “The Science of Scienti c Writ-
ing” 2. http://www.research.att.com/˜ andreas/sci.html
Jika anda mengetahui sumber lain yang layak dijadikan acuan, mohon saya
diberitahu. (Dan lebih anggun lagi kalau saya dibelikan buku tersebut. Senyum
:-) )
Semoga goresan pena ini bermanfaat bagi mahasiswa, dosen, dan siapa saja
yang ingin menciptakan goresan pena ilmiah. Komentar, koreksi, dan saran mohon
diteruskan kepada saya melalui email.
Catatan: Tulisan ini sebetulnya (sangat) belum selesai. Namun saya
sediakan untuk dibaca sesegera mungkin lantaran banyak mahasiswa yang su-
dah sangat membutuhkannya. Setup dari LATEX yang saya gunakan juga
belum benar sehingga pemenggalan kata-kata dalam bahasa Indonesia masih
kacau. Maklum, sudah usang saya tidak memakai sistem ini. Terima
kasih untuk Dikshie dikshie@ppk.itb.ac.id atas perbaikan dari tulisan.
Jika anda mendapat goresan pena ini dalam bentuk tercetak (misalnya
fotocopy-an), anda sanggup mengambil aslinya dari:
http://budi.insan.co.id/books/thesis/
Bandung, Juli 2002 - April 2003
.
Budi Rahardjo
Institut Teknologi Bandung
br at paume.itb.ac.id
budi at indocisc.com
2 Terima kasih kepada pak Andriyan suksmono@okabe.rcast.u-tokyo.ac.jp atas infor-
masi link ini
3
Bab 2
Kesalahan Yang Sering
Terjadi Pada Penulisan
Ilmiah
Engineers can’t write. Insinyur tidak sanggup menulis dengan baik1. Apakah
memang benar demikian? Sebetulnya para sarjana atau insinyur ini memi-
liki modal kemampuan menulis. Pasalnya beliau harus sering mengemukakan
hasil pekerjaannya kepada rekan kerjanya. Hanya saja kemampuan ini
tidak diasah sehingga tumpul. Seorang insinyur yang mempunyai kemampuan
menulis akan lebih sukses daripada seseorang yang tidak mempunyai kemam-
puan tersebut.
Banyak kesalahan yang saya jumpai dalam goresan pena mahasiswa yang saya
review. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:
• salah mengerti audience atau pembaca tulisannya,
• salah dalam menyusun struktur pelaporan,
• salah dalam cara mengutip pendapat orang lain sehingga berkesan
menjiplak (plagiat),
• salah dalam menuliskan kepingan Kesimpulan,
• penggunaan Bahasa Indonesia (akan dibahas secara khusus) yang belum
baik dan benar,
• tata cara penulisan “Daftar Pustaka” yang kurang sempurna (tidak standar
dan berkesan seenaknya sendiri),
1 Jika dalam goresan pena ini saya banyak mengacu kepada insinyur, mohon dimaafkan.
Bukan maksud saya untuk mendiskreditkan ilmuan (scientists), namun goresan pena ini bermula
dari kekesalan saya terhadap mahasiswa saya yang notabene ialah calon-calon insinyur.
Tentunya isi goresan pena ini sanggup juga dipakai oleh orang-orang yang bukan insinyur atau
calon insinyur.
4
• tidak konsisten dalam format tampilan (font yang berubah-ubah, mar-
gin yang berubah-ubah).
Hal yang menarik dari pengamatan saya ialah mahasiswa seringkali
tidak mau melaporkan kegagalan atau kesalahan yang telah dilakukannya.
Padahal, kegagalan ini perlu dicatat semoga hal itu tidak dilakukan oleh orang
lain (yang akan meneruskan penelitian tersebut). Kegagalan bukan sebuah
aib! Seorang peneliti niscaya mengalami kegagalan. Makara laporkanlah kega-
galan tersebut dan analisa atau dugaan anda mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Bayangkan thesis anda sebagai peta di hutan belantara. Anda
memberi tanda kepingan yang merupakan jalan buntu, jurang, atau sulit di-
lalui. “Penjelajah” berikutnya sanggup lebih berhati-hati jikalau melalui jalan
tersebut.
2.1 Mengantisipasi Pembaca Tulisan
Hal yang sering terlupakan oleh mahasiswa ialah audience atau pembaca
dari tulisannya. Strategi penulisan akan berbeda jikalau yang membaca adalah
orang yang mengerti teknis (dosen, insinyur, teknisi) dan orang yang kurang
mengerti teknis (umum). Thesis atau laporan kiprah simpulan ditujukan kepada
orang yang mengerti teknis. Untuk itu isi dari laporan biasanya lebih teknis.
Bahasa yang dipakai untuk menjelaskan harus pas. Jika anda meng-
ganggap bahwa pembaca seorang yang bodoh, maka pembaca akan merasa
terhina (insulted). Coba pikirkan klarifikasi kalimat di bawah ini.
Mari kita misalkan biaya produksi dari perangkat ini dengan
bakso. Jika satu mangkok baso harganya 3000 rupiah, berapa
biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli 1000 mangkok ba-
so.
Bandingkan dengan kalimat di bawah ini.
Mari kita gunakan variabel x sebagai jumlah unit yang akan
diproduksi. Biaya produksi sebuah unit ialah 3000 rupiah.
Maka biaya produksi 1000 unit ialah 1000x.
Dengan memakai permisalan mangkok baso, maka anda telah menghi-
na intelektual pembaca! Tentunya contoh di atas terlalu ekstrim. Kasus
yang terjadi tidak seekstrim itu namun mendekati. Misalnya, di bidang
saya (bidang digital), tidak usah menjelesakan Boolean logic pada bagian
pendahuluan dari thesis anda. Anda hanya akan menghabiskan daerah dan
menghina pembaca pada ketika yang bersamaan.
Di satu sisi yang lain, ada juga mahasiswa yang menulis dengan san-
gat kompleks sehingga justru sulit dimengerti. Mungkin dalam pikirannya
5
adalah ilmu dan teknologi itu secara prinsip harus sulit, sehingga penje-
lasannya pun harus sulit dimengerti. Penulis yang baik ialah penulis yang
dapat menjelaskan sesuatu yang sulit dengan cara yang sederhana sehingga
mudah dimengerti. Tentunya hal ini dilakukan dengan tanpa merendahkan
intelektual pembaca.
2.2 Kesalahan Struktur
Umumnya struktur dari goresan pena yang saya review sudah baik. Namun ada
beberapa kesalahan yang sesekali muncul, seperti:
• tidak ada daftar isi, daftar gambar, dan daftar tabel,
• kepingan pendahuluan dan teori-teori pendukung terlalu banyak dita-
mpilkan sehingga mendominasi buku laporan / thesis.
Pernah saya menilai sebuah laporan kiprah simpulan dimana kepingan utamanya
(bagian analisa dan kesimpulan) hanya 10 halaman, sementara kepingan pen-
dahuluan dan teori mencapai 90 halaman. Porsi menyerupai ini tidak seimbang.
Sebaiknya kurangi kepingan teori pendukung dan arahkan pembaca untuk
membaca buku referensi saja.
2.3 Penulisan Bagian Abstrak
Abstrak merupakan rangkuman dari isi goresan pena dalam format yang sangat
singkat. Untuk makalah, biasanya abnormal itu hanya terdiri dari satu atau
dua paragraf saja. Sementara itu untuk thesis dan kiprah akhir, abstrak
biasanya dibatasi satu halaman. Untuk itu isi dari abnormal tidak perlu
“berbunga-bunga” dan berpanjang lebar, cukup pribadi kepada intinya
saja. Memang kesulitan yang dihadapi ialah bagaimana merangkumkan
semua dongeng dalam satu halaman. Justru itu tantangannya.
Ada juga goresan pena ilmiah yang membutuhkan extended abstract. Kalau
yang ini merupakan abnormal yang lebih panjang, yang biasanya disertai den-
gan data-data yang lebih mendukung. Biasanya extended abstract ini dibu-
tuhkan ketika kita mengirimkan makalah untuk seminar atau konferensi.
2.4 Penulisan Bagian Kesimpulan
Salah satu kepingan yang menjadi favorit saya dalam menilai sebuah thesis
atau laporan kiprah simpulan ialah kepingan Kesimpulan. Kesalahan pada bagian
ini sangat gampang dicermati.
Seringkali mahasiswa menuliskan kesimpulan yang sebetulnya bukan hasil
dari penelitian yang dilakukannya. Atau kesimpulan yang dituliskannya
6
tersebut tidak dibuktikan dalam penelitiannya. Tiba-tiba muncul perny-
ataan pada kepingan kesimpulan.
Atau, kesimpulannya sebetulnya merupakan common sense, atau penge-
tahuan yang sudah diketahui secara umum. Sebagai contoh, apa yang salah
dari kesimpulan berikut.
Program (software) ini berjalan lebih cepat pada komputer Pen-
tium IV dengan kecepatan 1 GHz, dibandingkan jikalau beliau di-
jalankan di komputer Pentium I I dengan kecepatan 233 MHz.
Kesimpulan seharusnya merupakan hasil penelitian anda. Dengan kata
lain, jikalau tidak ada penelitian yang anda lakukan maka kesimpulan tersebut
tidak sanggup ditarik.
2.5 Layout halaman
Layout halaman merupakan kepingan yang sering diabaikan. Memang dia
merupakan persoalan yang tidak terlalu penting (minor). Akan tetapi dia
cukup mengganggu pandangan pada ketika membaca. Masalah layout tidak
terjadi jikalau mahasiswa memakai document processing system seperti
LATEX [2]. Namun masih banyak mahasiswa yang memakai word proces-
sor dan mengarang layout sendiri. Seringkali, beliau gagal dalam menampilkan
layout yang baik.
Seringkali institusi pendidikan (universitas) memperlihatkan panduan layout
dari laporan kiprah simpulan atau thesis. Cari tahu ihwal panduan tersebut
dan perhatikan hukum yang diberikan. Jangan seenaknya sendiri!
Peletakan nomor halaman, terutama pada awal Bab, merupakan hal
yang sering mengganggu. Jangan letakkan nomor halaman pada kanan atas
pada awal Bab.
2.6 Pemilihan font
Tulisan resmi, menyerupai thesis, biasanya memakai font “Times Roman”
atau sejenisnya, menyerupai “Computer Modern” jikalau memakai LATEX. Be-
sarnya dari abjad biasanya 12 point. Namun, perhatikan hukum atau pan-
duan yang berlaku di daerah anda. Jika tidak ada aturan, maka anda
dapat menentukan sendiri font tersebut. Namun perlu diingat bahwa tulisan
anda diperuntukan kepada para pembaca. Jadi, buatlah goresan pena yang mu-
dah dibaca oleh pembaca (bukan oleh anda sendiri).
2.7 Penulisan rumus matematik
Ini salah satu persoalan yang saya hadapi dalam memakai word processor
biasa. Penulisan persamaan atau rumus matematik sering dilakukan dengan
7
sembarangan. Porsi antara subscript, superscript, simbol-simbol sering tidak
diperhatikan. Umumnya mahasiswa seenaknya dalam menuliskan rumus-
rumus tersebut.
Penggunaan tools menyerupai MathType sangat membantu. Namun hal ini
masih jarang dilakukan.
Jika anda memakai TEX atau LATEX, maka persoalan ini sanggup diatasi
karena beliau sudah menyesuaikan ukuran simbol-simbol tersebut. Mohon maaf
jika saya bolak balik mengambil referensi LATEX. Hal ini memang disebabkan
dia sangat baik untuk memproses dokumen teknis menyerupai thesis atau tugas
akhir.
8
Bab 3
Penggunaan Bahasa
Indonesia
Pelajaran Bahasa Indonesia sebetulnya sudah diajarkan semenjak dari Sekolah
Dasar (SD) hingga ke perguruan tinggi. Namun herannya kualitas tulisan
mahasiswa yang saya penilaian sangat menyedihkan. Dimana salahnya?
Beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam penulisan thesis atau tu-
gas akhir, antara lain sanggup dilihat pada list di bawah ini.
• Membuat kalimat yang panjang sekali sehinggai tidak terang mana sub-
jek dan predikat. Biasanya kesalahan ini muncul dengan menggunakan
kata “yang” berulang kali.
• Menggunakan bahasa yang “berbunga-bunga” dan tidak pribadi to
the point. Pembaca akan lelah membacanya. Mengapa penulis tidak
hemat dengan kata-katanya?
• Membuat kalimat yang tidak ada subjeknya.
• Kurang sempurna dalam memakai tanda baca. Misalnya, ada tanda
baca titik (atau koma) yang lepas sendirian pada satu baris. (Hal ini
disebabkan lantaran tanda titik tersebut tidak melekat pada sebuah
kata.)
• Salah dalam cara menuliskan istilah aneh atau dalam cara mengadopsi
istilah asing.
• Mencampur-adukkan istilah aneh dan bahasa Indonesia sehingga mem-
bingungkan.
• Menuliskan dalam kalimat yang membingungkan (biasanya dalam journal-
journal). Apakah tujuannya ialah mempersulit para reviewer makalah
sehingga makalahnya diloloskan?
9
Selain kesalahan tersebut di atas, ada lagi penggunakan bahasa yang
kurang sesuai dengan selera saya. Mungkin hal ini tidak salah, tapi saya
merasa kurang “pas” dalam membacanya. Contoh yang saya maksud antara
lain memakai kata-kata “Sebagaimana yang kita ketahui bersama, ...”.
Jika sudah diketahui bersama, mengapa perlu dieksplorasi berpanjang lebar?
3.1 Bahasa Indonesia dan Istilah Teknis
Ada pendapat bahwa Bahasa Indonesia kurang cocok untuk dipakai dalam
penulisan ilmiah lantaran banyaknya istilah teknis yang tidak ada padan
katanya di dalam Bahasa Indonesia. Mungkin ini ada benarnya. Namun
harusnya tidak hanya Bahasa Indonesia saja yang mempunyai masalah, karena
bahasa lainpun mempunyai persoalan yang sama.
Kita tidak sanggup mengalah untuk tidak menuliskan karya ilmiah dalam
Bahasa Indonesia. Tentunya hal ini dilakukan dengan tidak memaksakan
kehendak dengan memakai istilah-istilah yang dipaksakan di-Indonesia-
kan. (Bagian lain akan membahas ihwal penulisan istilah asing.)
3.2 Menuliskan istilah asing
Dokumen teknis biasanya penuh dengan istilah-istilah. Apalagi di dunia
Teknik Elektro dimana komputer, telekomunikasi, dan Internet sudah ada
dimana-mana, istilah komputer sangat banyak. Masalahnya ialah apakah
kita terjemahkan istilah tersebut? atau kita biarkan? atau kombinasi?
Ada juga istilah aneh yang sebetulnya ada padan katanya di dalam Ba-
hasa Indonesia. Namun mahasiswa sering memakai kata aneh tersebut
dan meng-Indonesia-kannya. Contoh kata yang sering dipakai ialah ka-
ta “existing” yang diterjemahkan menjadi “eksisting”. Menurut saya, peng-
gunaan kata “eksisting” ini kurang tepat.
Saya sendiri tidak termasuk orang yang suka memaksakan kata-kata Ba-
hasa Indonesia yang sulit dimengerti. Ada beberapa kata yang berdasarkan saya
terasa janggal dan bahkan membingungkan bagi para pembaca. Kata-kata
tersebut antara lain: tunak, mangkus, sangkil. Tahukah anda makna kata
tersebut? Apa padan katanya dalam bahasa Inggris? Mengapa tidak meng-
gunakan kata dalam bahasa Inggrisnya saja? Penerjemahan yang memak-
sakan kehendak ini menciptakan banyak dosen dan mahasiswa lebih suka meng-
gunakan buku teks dalam bahasa Inggris.
Anekdot. Di dalam pelajaran matematika (trigonometri) yang
menggunakan bahasa Indonesia ada istilah sinus, cosinus, dan
seterusnya. Ketika saya bersekolah di luar negeri dan berdiskusi
dengan mitra (tentunya dalam bahasa Inggris), tidak senga ja
saya mengucapkan kata “sinus”. Mereka bingung. Sinus dalam
10
bahasa Inggris artinya sakit kepala! Memang matematika bisa
membuat sakit kepala, tapi bukan itu yang saya maksud. Ini
salah satu hambatan kalau kita memaksakan memakai bahasa
kita sendiri. Oh ya, dalam trigonometri yang bahasa Inggris
istilah yang dipakai ialah sine, cosine, dan seterusnya.
Istilah aneh atau teknis yang tidak sanggup diterjemahkan (atau akan
menyulitkan pembahasan jikalau diterjemahkan) sanggup ditulis dalam bahasa
aslinya dengan memakai italics.
11
Bab 4
Mengutip dan Menuliskan
Daftar Pustaka
Kesalahan yang paling sering terjadi dalam pembuatan karya tulis ilmiah
adalah dalam mengutip dan menuliskan daftar pustaka. Seringkali maha-
siswa tidak mau berguru dan tidak mau mencari tahu mengapa daftar pusta-
ka ditulis sedemikian rupa. Mereka lebih sering mencontoh dari thesis atau
tugas simpulan sebelumnya tanpa mengetahui hukum sesungguhnya.
4.1 Mengutip
Seringkali penulis malu-malu dalam menuliskan sumber referensinya. Ada
anggapan bahwa semua yang dikerjakannya harus kelihatan orisinal. Pada-
hal mengutip karya orang lain bukanlah sebuah kegiatan yang rendah, bahkan
dia memperlihatkan bahwa sang penulis sudah mengerjakan “pekerjaan rumah-
nya”. Makara jangan ragu-ragu dalam memperlihatkan sumber rujukan.
Salah mengutip sanggup berakibat fatal lantaran penbaca akan menyangka
bahwa pernyataan tersebut merupakan pernyataan penulis atau hasil karya
penulis sendiri. Hal ini sanggup dianggap sebagai kegiatan plagiat, atau meny-
ontek kelas kakap. Akibat dari plagiat bisa bermacam-macam:
• dikucilkan dari lingkungan akademis,
• diberikan sangsi akademis,
• dipecat dari perguruan tinggi.
Saya pernah mengevaluasi sebuah laporan kiprah simpulan dimana satu bab
persis sama dengan satu kepingan dari kiprah simpulan orang lain. Ini sama dengan
mencuri dengan jejak yang sangat jelas. Setiap orang yang membaca kedua
tugas simpulan tersebut akan dengan terang melihat persamaannya. Bodoh amat!.
Jangan lakukan hal ini.
12
Mengutip yang baik biasanya memakai paraphrase, yaitu menuliskan
kembali apa yang dinyatakan oleh sumber rujukan dalam bahasa anda. Ji-
ka hal ini tidak sanggup dilakukan, contohnya kata-kata yang dikutip memang
sudah sangat baik (atau sudah sangat populer), maka tuliskan apa adanya
dengan memakai tanda kutip.
Menuliskan sumber referensi dalam goresan pena sanggup dilakukan dengan berma-
cam cara sesuai dengan standar yang digunakan. Di setiap bidang keilmuan
ada journal yang menjadi contoh dalam penulisan. Sebagai contoh, dalam
bidang saya (bidang Teknik Elektro) journal yang terkenal ialah yang dari
IEEE1. Untuk itu standar IEEE2 merupakan standar yang sebaiknya digu-
nakan dalam bidang saya. Di bidang lain, ada standar dari ACM3. Mana
yang lebih baik? Tidak ada yang lebih baik. Ini hanya sekedar standar saja.
Ikuti standar yang dipakai di daerah anda.
Hal yang sering terlupakan juga ialah menuliskan sumber rujukan dari
gambar atau tabel yang diperoleh dari sumber lain. Adanya perangkat
scanner memudahkan kita untuk mengambil gambar dari buku, makalah,
atau sumber referensi lain. Jangan lupa untuk mencantumkan sumbernya.
Juga jangan lupa jaga kualitas dari gambar yang digunakan. Seringkali saya
mendapati gambar yang hampir tidak sanggup terbaca. Percuma saja gambar
tersebut dimasukkan ke dalam goresan pena anda jikalau tidak sanggup dibaca.
Untuk salah satu standar IEEE, sumber referensi dituliskan dengan
menggunakan tanda kurung kotak menyerupai contoh ini [Referensi]. Penulisan
“Referensi” sanggup dilakukan dengan memakai angka, atau singkatan
nama penulis (sesuai dengan hukum tertentu). Tujuan penulisan referensi
ini semoga pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak sanggup mencari refer-
ensi ini di kepingan “Daftar Pustaka” atau “Referensi” yang biasanya terdapat
di kepingan simpulan dari tulisan. (Standar di daerah lain ada yang menggunakan
footnote sebagai metoda penulisan sumber referensi. Ini sah-sah saja.)
Saya suka memakai LATEX, sebuah document processing system,
yang mempermudah penulisan daftar pustaka dan pengorganisasiannya4.
Bahkan beliau mengurutkan daftar pustaka secara otomatis. Sayang sekali sis-
tem ini kurang terkenal di Indonesia yang mahasiswanya lebih suka meng-
gunakan wordprocessor tanpa mempunyai pengetahuan dasar mengenai layout
penulisan.
4.2 Menuliskan Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisi daftar sumber rujukan yang dipakai dalam penulisan
karya ilmiah anda. Untuk itu perhatikan hal ini dalam menuliskan daftar
1 http://www.ieee.org
2 http://www.ece.uiuc.edu/pubs/ref guides/ieee.html
3 http://www.acm.org
4 Tulisan ini juga dibentuk dengan memakai LATEX.
13
pustaka.
Seringkali ada mahasiswa yang menuliskan referensi yang tidak digu-
nakan (tidak ada rujukan kepada referensi ini) di dalam tulisan. Mungkin
dia melakukannya untuk memperlihatkan (pamer?) bahwa beliau telah membaca
buku tersebut?. Atau penambahan daftar pustaka ini untuk menggemukkan
(menebalkan) buku thesisnya? Jangan lakukan hal ini. Tuliskan apa adanya.
Jika anda tidak memakai buku tersebut, jangan tambahkan di daftar
pustaka.
Sumber rujukan sebaiknya ditulis dalam format yang baik dan rinci se-
hingga pembaca yang akan mencari sumber rujukan tersebut sanggup men-
carinya dengan mudah. Standar penulisan bergantung kepada journal atau
media yang akan menerbitkan goresan pena tersebut. Sebagai contoh, ada standar
yang menuliskan judul buku dalam format italics (miring). Sementara itu
ada juga journal lain yang tidak mengharuskan demikian. Untuk itu cek
dengan standar yang ada di daerah anda. Untuk thesis atau laporan tugas
akhir, cek dengan perguruan tinggi anda.
Sumber rujukan dituliskan secara berurut. Urutan sanggup ditentukan oleh
beberapa hal. Ada journal yang mengurutkan sumber rujukan berdasarkan
urutan munculnya referensi tersebut dalam kutipan di tulisan. Ada juga
yang mengurutkan berdasarkan nama penulis dari sumber referensi. Perlu
diingat bahwa biasanya di dunia internasional, pengurutan nama ini meng-
gunakan nama belakang (last name, family name). Bagi orang Indonesia,
hal ini sering membingungkan lantaran kita mengurutkan nama dengan dasar
nama depan.
Saya sendiri tidak terlalu pusing dengan melaksanakan pengurutan ini (ju-
ga dengan format penulisan sumber referensi tersebut) lantaran saya menggu-
nakan LATEX. Anda bisa melihat hasil yang dilakukan LATEX dengan melihat
layout (termasuk penulisan daftar pustaka) dari goresan pena ini.
14
Bab 5
Mempresentasikan Karya
Ilmiah
Jika perkataan itu keluar dari relung hati, maka ia akan masuk
ke relung hati pula. Jika perkataan keluar dari ujung lidah, maka
untuk mencapai indera pendengaran pun akan sulit.
Sebuah pepatah yang dikutip dari buku Kumpulan Khutbah
Syaikh Al-Qardhawy.
Suatu saat, saya menjadi penguji dari sebuah presentasi (sidang) the-
sis S2. Bukunya sudah saya periksa beberapa hari sebelum presentasi di-
lakukan. Ternyata bukunya sangat baik. Jarang-jarang saya menemukan
buku thesis yang bagus, tanpa satupun koreksi dari saya. Mahasiswa ini
tahu cara menulis dan memakai wordprocessor.
Hari sidang pun dimulai. Sang mahasiswa mulai memperlihatkan presen-
tasi. Namun sayangnya, presentasinya kurang baik. Suaranya terlalu pelan,
tidak menarik. Waktu yang dipakai untuk memperlihatkan presentasi ter-
lalu lama, sehingga membosankan bagi penguji. (Ada batas waktu untuk
memberikan presentasi.) Akhirnya, ketika memperlihatkan penilaian sidang,
saya harus memperlihatkan penilaian presentasi yang tidak maksimal. Melihat
bukunya, saya rasa beliau pantas mendapat nilai A+. Namun, presentasinya
membuat nilai beliau berkurang. Inilah pentingnya kemampuan mempresen-
tasikan karya ilmiah.
Kemampuan memperlihatkan sebuah presentasi yang baik merupakan modal
yang sangat penting. Jika anda bekerja di sebuah perusahaan, niscaya anda
harus memperlihatkan presentasi, baik kepada atasan maupun kepada client dari
perusahaan anda. Makara kemampuan memperlihatkan presentasi sangat esensial
bagi seorang sarjana.
Demikian pula dalam pertemuan formal, seminar, konferensi, sering
kali saya mendengarkan presentasi yang membosankan. Pembicara yang
berbicara melantur, terlalu lama, tidak menarik, dan membosankan. Men-
15
gapa mereka tidak menyadari hal ini?
Saya sering memperlihatkan presentasi. Menurut saya, presentasi saya cukup
menarik1. Apa yang mengakibatkan presentasi saya dianggap baik dan menarik?
Ini yang akan saya bahas pada kepingan ini.
5.1 Hal-hal yang perlu diperhatikan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita memperlihatkan presen-
tasi, antara lain:
• Audience,
• lamanya waktu presentasi.
Pengetahuan ihwal audience dari presentasi sangat penting. Presen-
tasi di depan orang yang mengerti teknis (misalnya dalam sidang thesis
atau kiprah akhir) berbeda dengan presentasi di depan manager eksekutif
atau masyarakat umum yang tidak suka detail. Orang yang mengerti tek-
nis akan merasa kesal apabila klarifikasi anda terlalu bertele-tele kepada
hal-hal yang tidak esensial dan bahkan berkesan menggurui. Sementara
manager direktur akan bosan dan gundah jikalau anda memakai istilah
teknis (dan memperlihatkan rumus matematik yang njlimet).
Menurut saya, yang paling sukar ialah memperlihatkan presentasi di depan
audience yang mempunyai latar belakang berbeda. Bagi yang sudah mengerti,
presentasi anda menjadi membosankan. Hal ini terjadi jikalau kita memberikan
seminar untuk umum. Ini merupakan topik khusus tersendiri.
Penguasaan akan waktu merupakan hal yang penting!. Banyak pem-
bicara yang anggun yang tidak sanggup mengendalikan waktunya, biasanya
molor, sehingga memberi efek negatif. Dampak negatif ini terasa kepa-
da audience, pembicara lain, penguji, dan panitia (jika ini terjadi dalam
sebuah seminar). Usahakan sempurna waktu! Justru kepandaian seorang pem-
bicara ialah menepatkan diri dengan waktu yang diberikan. Kemampuan
menjelaskan sesuatu dalam waktu yang singkat merupakan bukti kepanda-
ian dan penguasaan materi oleh presenter tersebut. Hal ini akan saya bahas
kembali pada kepingan pelaksanaan presentasi.
Pembahasan selanjutnya akan saya bagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
persiapan dan kepingan pelaksanaan presentasi.
1 Mungkin pada versi goresan pena selanjutnya ada komentar dari orang lain ihwal presen-
tasi saya. Saat ini saya mengomentari diri sendiri saja lantaran belum ada komentar yang
masuk. Mohon komentar bagi anda yang pernah mendengarkan presentasi saya. Nanti
saya akan masukkan di sini sebagai bukti untuk para pembaca.
16
5.2 Mempersiapkan presentasi
Persiapan sebelum melaksanakan presentasi merupakan sebuah acara yang
esensial. Seperti halnya pertandingan olah raga, perlu dipersiapkan strate-
gi untuk memenangkan pertandingan. Sebuah tim sepak bola, misalnya,
tidak akan turun ke lapangan tanpa menciptakan persiapan seni administrasi yang akan
dilakukan. Audience akan sanggup menangkap presentasi yang tidak disertai
dengan persiapan yang matang. Percayalah!
Persiapan presentasi mencakup beberapa hal sebagai berikut:
• Mengetahui karakteristik sasaran pendengar (audience) dan jumlahnya;
• jenis presentasi (formal, informal);
5.2.1 Mengetahui sasaran pendengar
Mengetahui sasaran pendengar merupakan salah satu acara yang penting.
Beberapa contoh sasaran yang berbeda antara lain:
• Penguji sidang thesis. Biasanya pendengar ialah orang yang memiliki
pengetahuan teknis cukup tinggi, jadi jangan terlalu berkesan meng-
gurui dan bertele-tele. Jumlah pendengar biasanya sedikit sehingga
presentasi bisa lebih interaktif dan serius.
• Seminar umum. Biasanya jumlahnya banyak dengan latar belakang
yang berbeda-beda. Umumnya mereka ingin berguru dari anda. Untuk
itu perlu anda pikirkan nilai tambah apa yang sanggup mereka peroleh
setelah mendengarkan presentasi anda? Mereka pulang mendapatkan
apa? Seminar yang dihadiri oleh pejabat-pejabat, biasanya bersifat
formal meskipun bukan berarti anda tidak sanggup melawak.
• Mahasiswa. Seminar umum juga sering dihadiri oleh mahasiswa, tapi
kadang-kadang ada acara khusus yang lebih banyak mahasiswanya.
Untuk acara jenis ini, biasanya pembicaraan harus lebih informal dan
santai (populer), dan sanggup disertai dengan humor atau lawakan. Siap-
kan gurauan jikalau waktunya memungkinkan. Mahasiswa kadang-kadang
responsif terhadap yang sifatnya “hura-hura” namun seringkali tidak
responsif untuk topik yang formal. Pada kepingan tanya jawab biasanya
sepi.
5.2.2 Persiapan teknis
Secara teknis, beberapa hal yang perlu dipersiapkan, antara lain:
• Materi presentasi (slide, transparan, materi elektronik, handout atau
makalah yang akan dibagikan);
17
• komputer, notebook, atau perangkat elektronik yang digunakan;
• percobaan presentasi untuk menghitung lamanya waktu presentasi.
Perhatikan bahwa materi presentasi sanggup dibaca dengan gampang oleh
pendengar. Handout (fotocopy) seringkali tidak sanggup dibaca dengan mudah
karena penggunaan font yang terlalu kecil, atau warna font gelap (misalnya
merah) dengan latar belakang gelap (misalnya biru tua).
Pastikan perangkat elektronik yang dipakai bekerja dengan baik. Ser-
ingkali presentasi tertunda gara-gara at panel LCD yang dipakai tidak
cocok dengan komputer atau notebook yang dipakai sehingga gambar
tidak muncul di layar.
5.3 Pelaksanaan presentasi
Setelah persiapan anda lakukan, sekarang tibalah saatnya anda mengeksekusi
rencana yang telah anda siapkan. Dalam melaksanakan presentasi, perhatikan
hal-hal yang akan dibahas menyerupai berikut.
5.3.1 Ketepatan waktu
Saya beritahu satu kunci belakang layar kesuksesan presentasi saya: sempurna waktu!
Saya banyak berguru dan bereksperimen untuk menepatkan waktu sehingga
akhirnya saya punya perasaan (feeling) ihwal waktu yang saya butuhkan
untuk mempresentasikan. Satu hal yang paling dib enci oleh pendengar
adalah ketidak-tepatan waktu.
Presentasi yang terlalu cepat selesai tidak baik. Kesan yang sanggup ditim-
bulkan ialah pembicara tidak menguasai topik dan terlihat bodoh. Tidak
banyak orang yang memperlihatkan presentasi terlalu cepat selesai, tapi ada.
Saya beberapa kali menemui kasus menyerupai ini.
Presentasi yang terlalu usang lebih berbahaya! Jika presentasi terlalu
cepat selesai yang terlihat terbelakang ialah sang pemberi presentasi, maka
presentasi yang terlalu usang akan memperlihatkan kekesalan kepada pendengar
(selain pembicara terlihat bodoh). Jika pendengar sudah kesal, maka apa
pun yang anda katakan tidak akan didengar lagi. Vonis sudah dijatuhkan.
Nilai anda akan sangat rendah.
Demikian pula dalam memperlihatkan presentasi (di seminar misalnya), jika
kita terlalu banyak berbicara, maka kesan menggurui dan ingin memonopoli
pembicaraan akan muncul. Nilai anda akan jelek. Jangan ada perasaan
bahwa anda harus bicara. (Apa lagi kalau diberi gaji seperti kalau
tidak bicara tidak pantas. Tidak demikian!) Bicara seperlunya saja. Jika
memang tidak perlu bicara, ya tidak usah berbicara.
Ketika anda berbicara, perhatikan pendengar. Apabila mereka men-
guap, melihat jam, merenung-renung, mencorat-coret di kertas notes, dan
18
menunjukkan gejala kejenuhan lainnya, maka percepat presentasi. Se-
lesaikan dengan segera. Biar materi presentasi anda masih banyak, dan
menurut anda sangat penting, sudahi saja lantaran mereka pun tidak akan
mendengarkan (dan bahkan tambah kesal kepada anda). Tidak ada gunanya
diperpanjang lagi.
Sekali lagi, jangan sekali sekali terlalu usang berbicara. (Lebih baik terlalu
cepat selesai daripada terlalu lama, tapi tentunya lebih baik sempurna waktu.)
5.3.2 Tips dalam menghadapi pendengar
Salah satu kiprah anda dalam melakuan presentasi ialah menghadapi pen-
dengar (audience). Banyak orang yang gemetar dalam melaksanakan hal ini.
Memang hal ini tidak gampang dan membutuhkan latihan. Ada beberapa tips
yang sanggup saya sampaikan.
• Ketika menjelaskan sebuah slide, adakala (tidak selalu) anda
perlu menunjuk sesuatu di layar. Tunjukkan kepingan itu dengan point-
er, laser pointer, atau jikalau terpaksa dengan telunjuk. Jangan hanya
mengatakan “seperti ini atau itu” apabila tidak terlalu terang bagian
mana yang dimaksud. Ada juga mahasiswa yang matanya selalu ter-
paku pada slide di atas OHP sehingga beliau tidak tahu bahwa proyeksi
di layar miring-miring atau bahkan posisi slide terlalu bawah sehingga
tidak sanggup dilihat oleh pendengar.
• Jangan terlalu sering membelakangi pendengar. Seringkali pembicara
melihat layar dan membelakangi pendengar seperti beliau takut bertat-
ap muka dengan pendengarnya.
• Perhatikan raut wajah dari para pendengar. Apakah mereka sudah
bosan? bingung? tersenyum? Jadikan ini menjadi umpan balik bagi
strategi presentasi anda. Seringkali saya mengikuti presentasi thesis
dimana mahasiswa tidak pernah melihat ke arah pendengar. Jika saya
menjadi pembimbing, adakala saya memperlihatkan isyarat pada ma-
hasiswa saya untuk mempercepat presentasi jikalau waktunya sudah habis
sambil menunjuk ke arloji saya. Namun jikalau sang mahasiswa tersebut
tidak pernah melihat ke arah saya, bagaimana saya bisa memberikan
kode tersebut? Jadi, sekali lagi, lihatlah wajah dari para pendengar.
• Ketika memperlihatkan presentasi, anda harus convincing atau meyakinkan.
Bagaimana pendengar akan percaya dengan apa yang anda presen-
tasikan jikalau anda sendiri kelihatannya tidak percaya? Namun juga
jangan hingga menjadi berkesan terlalu angkuh atau sok tahu.
• Dalam menghadapi pertanyaan, dengarkan dahulu pertanyaannya. Kalau
perlu, catat dahulu pertanyaan tersebut. Jangan cepat-cepat ingin
19
menjawab atau bahkan memotong pertanyaan pendengar, kecuali an-
da merasa penanya ini terlalu berlarut-larut dalam mengutarakan per-
tanyaannya. (Sering kali orang berputar-putar dan tidak to the point
dalam mengutarakan pertanyaan.)
5.4 Tips memakai presentasi elektronik
Penggunaan komputer dalam presentasi sudah merupakan hal yang lum-
rah. Bahkan di beberapa institusi, penggunaan komputer merupakan hal
yang standar. Umunya presentasi dilakukan dengan memakai program
Microsoft Power Point, meskipun ada program-program lain yang juga da-
pat digunakan. (Saya sendiri mulai memakai acara presentasi dari
OpenO ce yang sanggup diperoleh secara gratis.)
Penggunaan media elektronik ini mempunyai karakteristik tertentu yang
harus dikuasai oleh presenter.
• Dalam satu slide, usahakan gunakan kata-kata sesingkat mungkin se-
hingga layar tidak dipenuhi dengan tulisan. Utamakan menggunakan
point form. Penjelasan dari point-point tersebut yang akan anda pre-
sentasikan.
• Font jangan terlalu kecil. Coba anda lihat apakah goresan pena anda terbaca
dari pendengar presentasi yang paling belakang.
• Ada yang menyampaikan bahwa sebaiknya memakai warna back-
ground yang agak gelap (misalnya warna biru). (Jika anda memiliki
referensi yang lebih akurat ihwal pendapat ini mohon saya diberi-
tahu sumber referensinya.) Saya sendiri sering kesulitan dengan war-
na biru ini (karena ada beberapa gambar atau gra k yang berlatar
belakang putih sehingga tidak anggun kalau ditampilkan dengan back-
ground biru) dan kesannya memakai warna putih. Warna back-
ground yang terang ini kurang nyaman di mata.
• Jika ada gra k atau diagram, pastikan bahwa tulisannya terbaca. Ser-
ingkali ada gra k-gra k yang tulisannya tidak terbaca sama sekali se-
hingga tidak ada keuntungannya untuk ditampilkan.
• Gunakan satu atau dua contoh jikalau konsep yang dijelaskan terlalu
membingungkan. Tidak perlu seluruh contoh atau seluruh penjelasan
ditampilkan sehingga contohnya terlalu banyak. Penjelasan yang rinci
atau contoh-contoh lain nanti sanggup dijelaskan pada ketika presentasi
jika diharapkan atau jikalau ada yang bertanya.
Bibliogra
[1] David F. Breer, editor. Writing and Speaking in the Technology Profes-
sions: a practical guide. IEEE Press, 1992.
[2] Patrick W. Daly Helmut Kopka. A Guide to LATEX: Document Prepar-
taion for Beginners and Advanced Users. Addison-Wesley, 1993.
Demikianlah Artikel Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya
Sekianlah artikel Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya dengan alamat link https://zonaedukasiterpadu.blogspot.com/2012/12/panduan-menulis-dan-mempresentasikan.html
0 Response to "Panduan Menulis Dan Mempresentasikan Karya"
Posting Komentar