Judul : Tesis Ekonomi Syari'ah
link : Tesis Ekonomi Syari'ah
Tesis Ekonomi Syari'ah
TESIS ANALISIS TERHADAP AKAD DI BMT Perspektif Hukum Kontrak Dan Fiqih
-->
ANALISIS TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH KLATEN
( Perspektif Hukum Kontrak Dan Fiqih)
Oleh :
Bambang Sugeng
NIM : 05913171
Pembimbing :
Drs. H. Asmuni, Mth., MA
TESIS
Diajukan Kepada Magister Studi Islam
Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna
Memperoleh Gelar Magister Studi Islam
YOGYAKARTA
2007
v
PERSETUJUAN
TESIS berjudul : ANALISIS TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH
KLATEN (Perspektif Hukum Kontrak Dan Fiqih)
Ditulis
: Drs. Bambang Sugeng
NIM : 05913171
Konsentrasi : Hukum Bisnis Syari’ah
Telah sanggup disetujui untuk diuji di hadapan Tim Penguji Tesis Magister Studi
Islam Universitas Indonesia.
Yogyakarta, 23 Nopember 2007
Pembimbing,
Drs. H. Asmuni, Mth., MA
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
ARAB – LATIN
Sesuai Dengan SKB Menteri Agama RI,
Menteri Pendidikan Dan Menteri Kebudayaan RI
No.158/1987 Dan No. 0543b/U/1987
Tertanggal 22 Januari 1988
A. Konsonan Tunggal
vii
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk syaddah, ditulis rangkap
Contoh : ditulis Ahmadiyyah
C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap
menjadi Bahasa Indonesia, menyerupai salat, zakat dan sebagainya.
2. Bila dihidupkan ditulis t, contoh :
Ditulis karamatul auliya’
D. Vokal Pendek
Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.
E. Vokal Panjang
a panjang ditulis a, i panjang ditulis i, dan u panjang ditulis u, masing-masing
ditulis tanda hubung (-) di atasnya.
F. Vokal Rangkap
ditulis bainakum
1. Fathah + ya’ mati ditulis ai, contoh : ditulis qaul
2. Fathah + wawu mati ditulis au, contoh :
G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan
apostrof (‘).
ditulis a’antum, dan ditulis mu’annas
H. Kata Sandang Alif + Lam
1. Bila diikuti abjad Qomariyah, contoh
ditulis al-Qur’an, dan ditulis al-Qiyas
2. Bila diikuti abjad Syamsiyah ditulis dengan menggunakan abjad
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan abjad / (el)-nya,
contoh : ditulis as-Sama’, dan
ditulis asy-Syams.
I. Huruf Besar
Penulisan abjad besar diadaptasi dengan EYD
J. Kata dalam rangkaian frasa dan kalimat
ditulis zawl al furud
1. Ditulis kata perkata, contoh
2. Ditulis berdasarkan suara atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut,
contoh : ditulis ahl as-Sunnah, dan
ditulis syaikhul Islami atau ditulis
syaikh al-Islam
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, atas limpahan, rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, penyusun sanggup menuntaskan penulisan tesis ini sebagai salah satu
kiprah simpulan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Studi
Islam Pada Program Pasca Sarjana (S2) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
dengan judul “ANALISIS TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH
KLATEN (Perspektif Hukum Kontrak Dan Fiqih)”.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, sudah sepantasnya pada kesempatan ini
penyusun memberikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait
dengan penyelesaian tesis ini di antaranya yaitu sebagai berikut :
1. Kepada Bapak Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid, M. Ec. Rektor Universitas
Islam Indonesia Yogyakarta, yang telah memperlihatkan kesempatan kepada
penyusun sanggup mencar ilmu dan menggali ilmu pada almamater yang dia
pimpin.
2. Kepada Bapak Drs. H. Fajar Hidayanto, MM. Dekan Fakultas Ilmu Agama
Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
ix
3. Kepada Bapak Prof. Dr. H. Amir Mu’allim, MIS Ketua Program Pascasarjana
Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang selalu
memperlihatkan dorongan untuk menuntaskan penelitian ini.
4. Kepada Bapak Drs. H. Asmuni, Mth., MA. Sekretaris Program Pascasarjana
Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta sekaligus
Dosen Pembimbing yang telah memperlihatkan arahan, bimbingan dalam
pembuatan tesis ini.
5. Kepada Bapak M. Burhan Nasruddin. L, SE. Manajer Utama BMT Safinah
Klaten yang telah memperlihatkan ijin penelitian di BMT Safinah ini dan
Bapak Danang Pontjo Sudibyo, SIP, yang telah banyak memperlihatkan data-data
dalam penelitian ini.
6. Kepada Maryati isteri tercinta dan Nova, Ifah bawah umur yang kusayangi yang
terus menerus memperlihatkan dukungan demi terselesainya tesis ini.
7. Kepada semua rekan-rekan yang tidak sanggup disebutkan satu persatu yang
telah memperlihatkan dorongan, semangat dalam penyelesaian penelitian ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa Tesis ini banyak kekurangannya,
maka sangat diharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhirnya penyusun
berharap semoga Tesis ini bermanfaat bagi penyusun sendiri dan pada umumnya
bagi para pembaca. Amin.
Klaten, 17 Nopember 2007
Penyusun
Bambang Sugeng
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN TIM PENGUJI UJIAN TESIS ................................................ iv
HALAMAN NOTA DINAS ........................................................................ v
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................. vii
KATA PENGANTAR .. ............................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
ABSTRACT ................................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................. 5
E. Telaah Putaka ..................................................................... 5
F. Kerangka Teori ................................................................... 12
G. Metode Penelitian ............................................................... 20
H. Sistematika Pembahasan ..................................................... 23
xi
BAB II TINJAUAN TENTANG BMT DAN BMT SAFINAH KLATEN
A. Tinjauan Tentang BMT...................................................... 25
1. Pengertian BMT .......................................................... 25
2. Asas dan Landasan BMT ............................................ 27
3. Prinsip Operasional BMT ........................................... 28
4. Penghimpunan Dana .................................................... 31
5. Produk Pembiayaan BMT............................................ 36
B. BMT Safinah Klaten dan Produk-produknya …………… 41
1. Sejarah Berdirinya BMT Safinah Klaten dan
Perkembangannya ………………………………….. 41
2. Visi dan Misinya …………………………………… 44
3. Pengelolaan Dana BMT Safinah Klaten …………… 44
4. Produk-produk Pembiayaan BMT Safinah Klaten … 48
5. Produk-produk Yang Macet ………………………. 58
6. Penyelesaiannya Terhadap Produk Yang Macet ….. 58
BAB III HUKUM KONTRAK DALAM PERDATA INDONESIA
A. Tinjauan Umum Tentang Kontrak ……………………… 60
1. Istilah dan Pengertian Kontrak ……………………… 60
2. Sumber Hukum Kontrak ……………………………. 65
3. Asas Hukum Kontrak ……………………………… 66
4. Syarat Sahnya Kontrak …………………………….. 69
xii
B. Momentum Terjadinya Kontrak ………………………. 73
1. Momentum Terjadinya Kontrak ………………….. 73
2. Bentuk Kontrak …………………………………… 75
3. Teknik Penyusunan Kontrak ……………………… 78
C. Kontrak Nominaat Menurut Hukum Perdata Indonesia.. 82
1. Istilah dan Pengertian Kontrak Nominaat …………. 82
2. Jenis-jenis Kontrak Nominaat ……………………… 83
3. Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak ……………. 93
BAB IV AKAD-AKAD DALAM FIQIH MUAMALAH
A. Tinjauan Umum Tentang Akad ……………………….. 94
1. Pengertian Akad …………………………………… 94
2. Dasar-dasar Akad …………………………………. 96
3. Asas-asas Akad …………………………………… 97
4. Macam-macam Akad …………………………….. 100
B. Unsur-unsur Yang Membentuk Akad ………………… 106
1. Rukun Akad ……………………………………… 106
2. Syarat-syarat Akad ………………………………. 107
C. Kedudukan Dalam Fiqih Muamalah ………………… 112
1. Akad Sebagai Perbuatan Hukum ………………… 112
2. Sah dan Batalnya Akad …………………………. 115
3. Cacat Dalam Akad ……………………………….. 120
xiii
D. Khiyar Akad dan Berakhirnya Akad
1. Khiyar Akad ............................................................ 123
2. Berakhirnya Akad ..................................................... 126
BAB V ANALISIS AKAD MURABAHAH DAN AKAD IJARAH
DI BMT SAFINAH KLATEN
A. Analisis Kesesuaian Akad BMT Safinah Klaten
Dengan Hukum Kontrak Dan Fiqih………………........ 129
1. Analisis Akad Murabahah …………….…………. 129
2. Analisis Akad Ijarah …………………………........ 142
B. Analisis Potensi Konflik Pada Akad-akad Di BMT
Safinah Klaten dan Penyelesaiannya …………………. 152
1. Analisis Konflik Pada Akad Murabahah
Dan Akad Ijarah ………………………………… 152
2. Potensi Konflik Akad Pemesanan Barang ……… 157
3. Penyelesaian Konflik …………………………… 158
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………… 162
B. Saran-saran …………………………………………. 163
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 164
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Lampiran 1 : Permohonan Pembukan Rekening dan
Menjadi Anggota ………………………… I
2. Lampiran 2 : Akad Pemesanan Barang ………………… II
3. Lampiran 3 : Akad Wakalah …………………………… IV
4. Lampiran 4 : Akad Waad Wakalah ……………………. .IX
5. Lampiran 5 : Nota Pembelian Barang ………………….. XII
6. Lampiran 6 : Akad Murabahah ………………………… XIII
7. Lampiran 7 : Akad Pembiayaan Ijarah ………………… XIX
8. Lampiran 8 : Wawancara ………………………………. XXIII
9. Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian di BMT Safinah
Klaten …………………………………… XXVIII
10. Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup ………………….. XXIX
xv
ABSTRAK
ANALISIS TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH KLATEN
(Perspektif Hukum Kontrak Dan Fiqih)
OLEH : BAMBANG SUGENG
NIM : 05913171
Penelitian ini dalam masalah komitmen murabahah dan komitmen ijarah di BMT
Safinah Klaten, apakah komitmen akad tersebut sudah sesuai dengan aturan kontrak
dan fiqih ? Kemudian apakah akad-akad tersebut menimbulkan potensi konflik ?
Perkembangan BMT Safinah Klaten sangat pesat diukur dari besarnya asset
selama kurun 11 tahun (Juli 1996 s/d Agustus 2007) mencapai dua puluh lima
milyar rupiah lebih. Dalam hal tersebut yang mendorong penelitian ini, apakah
BMT konsisten dalam penerapan prinsip-prinsip syariah ?
Tujuan penelitian ini untuk menggali fakta, bagaimanakah proses
pembentukan akad, mempelajari dokumen-dokumen komitmen yang ada, yang
dilakukan dengan metode deskriptif-analitis. Dan teknik pengumpulan data
dengan metode wawancara dan dokumentasi. Dalam menganalisis data
menggunakan analisa kualitatif dengan logika reflektif.
Yang menjadi pangkal masalah yaitu wacana syarat syahnya komitmen di BMT
Safinah Klaten, dalam aturan kontrak syarat syahnya kontrak disebutkan pada
pasal 1320 KUH Perdata, dalam Fiqih sahnya komitmen bila telah memenuhi syarat-
syarat dan Rukun Akad.
Hasil penelitian ini yaitu (1). Menurut aturan kontrak bahwa, komitmen
Murabahah dan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten telah sesuai dengan aturan
kontrak, (2) Menurut fiqih bahwa komitmen murabahah dan komitmen Ijarah di BMT
Safinah Klaten belum sesuai dengan fiqih, (3). Akad Murabahah dan Akad Ijarah
sangat potensial terjadinya konflik, (4). Penyelesaian konflik di BMT Safinah
belum mengacu pada peraturan perundang-undangan berlaku dan belum
mengacu fatwa-fatwa dewan Syariah Nasional.
Kontribusi hasil penelitian bagi nilai-nilai sosial yakni untuk memperlihatkan
masukan kepada pengelola BMT untuk seterusnya di dalam pengelolaan dan
pembiayaan akad-akad di BMT sanggup sesuai dengan Fiqih atau prinsip-prinsip
syariah, dan mempunyai kegunaan bagi nilai-nilai akademik untuk pengembangan khazanah
keilmuan.
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baitul Maal wa-Tamwil (BMT) merupakan salah satu model forum
keuangan syaria’ah yang paling sederhana yang ketika ini banyak muncul di
Indonesia hingga ribuan BMT dan nilai asetnya hingga trilyunan, yang
bergerak di kalangan masyarakat ekonomi bawah, berupaya mengembangkan
usaha-usaha produktif dan investasi kegiatan ekonomi bagi pengusaha kecil
berdasarkan prinsip syari’ah.
BMT menganut azas syari’ah, semua transaksi yang dilakukan harus
berprinsip syari’ah yakni setiap transaksi dinilai sah apabila transaksi tersebut
telah terpenuhi syarat rukunnya, bila tidak terpenuhinya maka transaksi
tersebut batal.
Makara kedudukan komitmen sangat penting dalam penerapan prinsip-prinsip
syari’ah dalam BMT. Namun apakah BMT konsisten dalam penerapan
prinsip-prinsip syari’ah tersebut ?
Timbulnya pertanyaan tersebut lantaran dalam masyarakat dalam menilai
Lembaga Keuangan Syari’ah khususnya BMT ada yang bersikap sinis. Bahwa
praktek BMT tidak beda dengan praktek Bank Konvensional, mereka
beranggapan bahwa BMT dalam mengambil keuntungan lebih besar dari
bunga Bank Konvensional, di Bank Konvensional mengambil bunga 1%
hingga 2% setiap bulan sedangkan di BMT dalam mengambil keuntungan
2
lebih dari 2%, hingga timbul pertanyaan yang mana yang lebih mendekati
Riba ?
Dalam interen pengelola BMT ada dugaan adanya praktek-praktek
pengelolaan dana yang belum sepenuhnya bernuansa syari’ah, terjadi banyak
deviasi antara teori dan praktek dalam operasional sebagian besar BMT,
terutama yang bekerjasama dengan penerapan prinsip-prinsip syari’ah dalam
komitmen pengerahan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat.
Masalah-masalah tersebut disebabkan lantaran prinsip-prinsip syari’ah yang
menjadi dasar referensi dalam operasional BMT belum sepenuhnya dipahami
dengan baik oleh sebagian besar pengelola BMT sendiri, inilah yang
melahirkan banyak penyimpangan dalam praktek pengelolaan forum mikro
keuangan syari’ah yang sering mengundang kritik. 1
Prinsip syari’ah yang menempatkan uang sebagai alat tukar telah banyak
dipahami secara tidak benar, yang menempatkan uang sebagai komoditas
perdagangan yang siap dijual belikan, dengan indikasi penentuan keuntungan
secara niscaya tanpa melihat jenis komitmen yang diterapkan.
Masih banyak pengelola BMT yang orientasi kerjanya lebih diarahkan
untuk mendapatkan keuntungan dengan mengabaikan misi sosial, sehingga
mendorong mereka berani mengesampingkan aspek akhlaqul karimah yang
menjadi penggalan nilai-nilai ekonomi syari’ah. Seiring dengan itu, beberapa
pengelola BMT mempunyai doktrin yang tidak baik di dalam
memperjuangkan implementasi prinsip-prinsip syari’ah dalam wadah BMT
1 Makhalul Ilmi. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syari’ah, Cet. 1. (Yogyakarta :
UII Pres, 2002), hal. 49.
3
dengan menganggap prinsip-prinsip syari’ah masih relatif sulit diterapkan
secara konsekuen dalam operasional BMT.
Kedudukan BMT di tengah tata aturan perbankan nasional masih sangat
lemah, Undang-undang No. 10 Tahun 1998 wacana Perbankan dalam pasal-
pasalnya belum mengatur hal-hal yang bekerjasama dengan perjuangan forum
mikro keuangan syari’ah. Demikian juga ketentuan-ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur operasional dan tata kerja perbankan nasional, tidak satupun
butir yang eksplisit mengatur operasional dan tata kerja forum mikro
keuangan syari’ah.
Meskipun ada beberapa buku atau modul yang spesifik mengatur masalah
itu, menyerupai yang telah dikeluarkan oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK), keberadaannya sangat lemah lantaran tidak mengikat untuk
dipedomani dan bisa untuk dijadikan referensi namun tidak ada kewajiban bagi
BMT untuk mengikutinya. Keadaan ini merupakan kemudahan bagi umat
Islam untuk mendirikan banyak BMT, namun keadaan ini juga sanggup
berpeluang menjadi bahaya bagi keberadaan BMT itu sendiri. 2
Di masyarakat kenyataannya sanggup ditemui banyak BMT didirikan tidak
disertai dengan sumber daya insan yang memadai dan dalam operasinya
sanggup mengarah tidak mengikuti ketentuan mengenai prinsip-prinsip kesehatan
bank, menyerupai prinsip mengenai permodalan, kualitas asset, kualitas
manajemen, likuiditas serta prinsip-prinsip lain yang bekerjasama dengan
perjuangan bank, bahkan mengabaikan keabsahan penerapan prinsip-prinsip dalam
2 Ibid, hal. 51.
4
akad-akadnya, baik yang bekerjasama dengan komitmen pengumpulan dana
maupun dalam penyaluran dananya kepada masyarakat.
Belum adanya aturan aturan di bidang perbankan yang melindungi
ketentuan yang bekerjasama dengan perjuangan forum mikro keuangan syari’ah,
menyerupai halnya aturan aturan yang berlaku pada Bank Umum Syari’ah dan
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. Adalah salah satu faktor secara umum dikuasai
penyebab timbulnya banyak penyimpagan manajemen dalam perjuangan BMT,
termasuk dalam kaitannya dengan penerapan prinsip-prinsip syari’ah. Hal ini
yang dikhawatirkan sanggup mempengaruhi secara negatif perkembangan
forum mikro keuangan syari’ah di masa yang akan datang.
Permasalahan-permasalahan tersebut di atas sebagian juga ada pada
BMT Safinah Klaten terutama wacana penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam hal syarat syahnya komitmen pembiayaan. Berpijak dari masalah tersebut di
atas yang mendorong penyusun mengadakan penelitian di BMT dan penyusun
menentukan di BMT Safinah Klaten dengan mengambil judul “ANALISIS
TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH KLATEN (Perspektif Hukum
Kontrak Dan Fiqih)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan
di atas, maka sanggup dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kesesuaian antara komitmen yang dilakukan oleh BMT Safinah
Klaten dengan Hukum kontrak dan fiqih ?
5
2. Adakah potensi konflik dari akad-akad tersebut dan bagaimana
penyelesaiannya ?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah menyerupai dikemukakan di depan,
penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan kesesuaian komitmen yang dilakukan oleh BMT
Safinah Klaten dengan aturan kontrak dan fiqih ;
2. Untuk mengetahui potensi konflik dari akad-akad tersebut dan
penyelesaiannya.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan sanggup memperlihatkan sumbangan
pemikiran, semoga BMT Safinah Klaten tetap eksis dalam pengembangannya
dan konsep produk-produknya sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
2. Secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan sanggup memperlihatkan
manfaat bagi penyusun sendiri dan bagi BMT Safinah Klaten, semoga dalam
pembuatan akadnya tidak menimbulkan potensi konflik.
E. Telaah Pustaka
Penyusun telah mengadakan penelusuran karya ilmiah yang ada kaitannya
dengan BMT. Adapun karya-karya ilmiah tersebut diambil dari tingkatan
strata dua Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
diantaranya yaitu sebagai berikut :
6
1. Tesis yang berjudul “Mudarabah (studi atas Teori dan Aplikasinya pada
BMT di Ponorogo)” oleh Subroto, tahun 2004. Tesis ini dalam kajiannya
tercermin dalam tiga hal yakni :
a. Prosedur pembiayaan Mudarabah ;
b. Mekanisme pembagian keuntungan ;
c. Mekanisme penyelesaian masalah ;
Adapun kesimpulan sebagai berikut :
a. Prosedur Pembiayaan Mudarabah
Beberapa mekanisme pembiayaan dalam BMT di Ponorogo yang
meliputi : (1) peminjam yaitu nasabah, (2) menyerahkan jaminan
berupa BPKB (Buku Pemilikan Kendaraan Bermotor), (3) perjuangan yang
prospektif, (4) menyerahkan KTP dan KK. Merupakan sebuah bentuk
komitmen (penawaran) dalam sebuah kontrak Mudarabah. Dalam tinjauan
fiqih, sebuah kontrak sanggup berbentuk ketentuan apa saja asalkan tidak
memberatkan pihak lain, maka beberapa mekanisme yang diterapkan
BMT di Ponorogo sebagaimana di atas sangat masuk akal adanya.
b. Mekanisme Pembagian Keuntungan
Secara mayoritas BMT di Ponorogo melaksanakan pembagian
keuntungan dengan cara memutuskan margin keuntungan dalam setiap
bulannya. Mekanisme ini yaitu mekanisme kontrak Mudarabah.
Dengan memutuskan mekanisme pembagian keuntungan tersebut,
maka secara otomatis fluktuasi keuntungan tidak sanggup ditentukan oleh
fluktuasi usaha.
7
Oleh lantaran itu, pembagian keuntungan dengan cara penetapan
margin keuntungan tersebut belum sesuai dengan konsep teori
Mudarabah yang sesungguhnya di mana pembagian keuntungan
ditetapkan secara bagi hasil.
c. Mekanisme Penyelesaian Masalah
Beberapa tahapan yang ditetapkan untuk menuntaskan masalah
dalam BMT di Ponorogo sangat panjang dan terkesan berkepanjangan,
tetapi hal tersebut sangat relevan mengingat forum keuangan
pedesaan tersebut berkarakter sangat familiar.
Tahapannya meliputi : mengingatkan, penagihan, mengirim, surat
panggilan memberi batas waktu tenggang dan penyitaan. Langkah tersebut
sesuai dengan syar’i pada pada dasarnya untuk menuntaskan masalah secara
damai. Jalan yang paling simpulan sesungguhnya sangat dihindari ialah
dengan penyitaan. Dan langkah selanjutnya dalam pelaksanaannya
menempuh hal-hal sebagai berikut :
1). Penyitaan dilakukan melalui proses musyawarah antara nasabah
dan forum ;
2). Jika memang barang jaminan harus dijual dicari harga yang tinggi;
3). Lembaga hanya berhak atas pengembalian modalnya saja ;
4). Besarnya uang pelunasan kekurangan hanya dihitung dari bulan
pertama mudarib macet hingga dia didefinisikan sebagai kredit
macet.
8
2. Tesis yang berjudul “Bagi Hasil Dalam Pembiayaan Mudarabah dan
Musyarakah Pada BMT di Daerah spesial Yogyakarta (dari Teori ke
Terapan)” oleh Syafrudin Arif M. M. S, tahun 2005. Tesis ini dalam
pemaparan dan pencermatan masalah yang terkait dengan pembiayaan
yang berpola bagi hasil memfokuskan yakni, bagi hasil yang digunakan
oleh BMT dalam pembiayaan Mudarabah-Musyarakah (MDA-MSA).
Segi-segi yang menentukan tingkat penggunaan sistem pembiayaan bagi
hasil, cara penggunaan sistem pembiayaan bagi hasil. Adapun
kesimpulannya yaitu sebagai berikut :
a. Dalam ilmu ekonomi Islam, bagi hasil sebagai pola pembiayaan pada
BMT merupakan pengejawantahan dari semangat moral yang berupa
persaudaraan keadilan dan tanggung jawab dalam proses pinjam
meminjam, untuk keperluan perjuangan melalui ketentuan bahwa Pemodal
(BMT) berhak mendapatkan keuntungan dari uang yang
dikeluarkannya kepada pengusaha dengan cara ikut menanggung
resiko kerugian bagi hasil terdapat pada produk Mudarabah dan
Musyarakah.
b. BMT Daerah spesial Yogyakarta tidak mempunyai rumusan yang terperinci
mengenai segi-segi yang menentukan penggunaan sistem pembiayaan
yang berpola bagi hasil dalam produk MDA-MSA melainkan
memandangnya secara tersirat dibalik pembicaraan mengenai aturan
dan dasar-dasar kebijakan pembiayaan BMT tetapi melalui
pencermatan yang berpijak pada kerangka ilmu ekonomi Islam, maka
9
segi-segi itu terungkap meliputi mekanisme pembiayaan tingkat
keuntungan dan prosentase bagi hasil (nisbah).
c. Agar penggunaan bagi hasil meningkat BMT harus didukung dengan
kualitas SDM pemeriksa proyek dan metode penentuan resiko proyek,
terutama untuk pemakaian produk bagi hasil murni untuk kerjasama
modal 100 % BMT dan ketrampilan dan manajemen, pengusaha
menekankan pembiayaannya berdasarkan kemampuan suatu perjuangan
dalam memperoleh keuntungan, membantu pembuatan laporan
pendapatan dan memudahkan persyaratan pembiayaan dengan
memberagamkan jenis jaminan sesuai dengan kemampuan nasabah
dan membuat system layanan yang cepat dan efektif.
3. Tesis berjudul “Motivasi Pendirian BMT (Studi Kasus BMT-BMT
Anggota Forum Komunikasi Ekonomi Syariah (FORMES) di Kabupaten
Sleman)” oleh Jamroni, tahun 2005.
Tesis ini dalam bahasannya, mengenai motivasi faktor-faktor yang
menjadi dasar pendukung pendirian BMT, yakni :
- Sudah mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai seluk beluk BMT;
- BMT sangat prospektif atau menguntungkan lebih tahan terhadap
angin ribut krisis ;
- Menciptakan lapangan kerja sesuai dengan anutan Islam ;
- Jihad Fisabilillah.
4. Tesis yang berjudul “Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan, Manager
Dengan Penanganan Pembiayaan Bermasalah (Studi Kasus Pembiayaan
10
Mudarabah pada BMT-BMT di Wilayah Kota Metro Lampung)” oleh
Mardhiyah Hayati, tahun 2006.
Tesis ini memfokuskan yakni : gaya kepemimpinan yang diterapkan,
acara penanganan pembiayaan bermasalah, analisis hubungan
signifikan antara gaya kepemimpinan manajer dengan penanganan
pembiayaan bermasalah pada BMT-BMT di wilayah kota Metro Lampung
dan kesimpulan dalam Tesis yakni :
a. Gaya kepemimpinan yaitu hasil interaksi antara pemimpin dengan
orang-orang yang dipimpinnya ;
b. Penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh manajer
BMT diketahui 59,3% cukup sukses ;
c. Gaya Kepemimpinan otokratik lebih baik dipilih apabila kemampuan
pengelola dalam menganalisa pembiayaan Mudarabah masih rendah,
tetapi apabila pengelolaan sudah mengetahui dan memahami wacana
menganalisa pembiayaan Mudarabah maka gaya kepemimpinan
demokratik sanggup diterapkan oleh manajer BMT lantaran akan lebih
mengembangkan pengelola dan mengembangkan kemampuan-
kemampuan pengelola BMT.
5. Tesis yang berjudul “Potensi Pengembangan Ekonomi Pedesaan Melalui
Konsep Baitul Maal wat-Tamwil (Analisis Pengetahuan dan Minat
Masyarakat di Kecamatan Belitung)” oleh Mia Yul Fitria, tahun 2006.
11
Hasil dari penelitian tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Pengetahuan masyarakat di Kecamatan Belitung terhadap BMT sistem
operasional dan produk-produk BMT masih cenderung rendah.
Masyarakat umumnya mengetahui sebatas penerapan bagi hasil dan
bunga saja. Masyarakat terhadap prospek BMT umumnya baik,
antusias dengan BMT;
b. Konsep BMT sangat potensial untuk dikembangkan. Kelemahannya
dalam bidang SDM (bidang syari’ah).
6. Tesis yang berjudul “Kontribusi BMT dalam Pemberdayaan Umat (Studi
masalah BMT Ben Taqwa Kabupaten Grobogan Jawa Tengah)” oleh
Marpuji Ali, tahun 2006.
Tesis ini memfokuskan dalam masalah : Perkembangan BMT Ben Taqwa
di Kabupaten Grobogan dan Kontribusinya. Kemudian hasil penelitian ini
dalam kesimpulannya :
a. BMT Ben Taqwa di Kabupaten Grobogan semenjak berdiri tahun 1996
hingga tahun 2005 telah mengalami perkembangan, baik dilihat dari
pertumbuhan asset (62.863,6%), jumlah kantor cabang (1.800%),
jumlah karyawan (3.533,3%) dan pembiayaan yang dikucurkan
(13.278,2%). Selain itu BMT Ben Taqwa tidak hanya berorientasi
keuntungan saja, tetapi juga menyediakan sebagian dananya untuk
kegiatan-kegiatan sosial yang dibingkai dalam da’wah bi al-hal.
b. Pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh BMT Ben Taqwa dengan
dua model, yakni :
12
1) Memberikan pinjaman dalam bentuk pembiayaan ;
2) Memberikan pendampingan dan atau advokasi.
Kedua hal ini selalu menyatu, lantaran sama-sama diuntungkan.
Pihak nasabah diuntungkan lantaran mendapatkan bimbingan dalam
manajemen keuangan, pemasaran bahkan dipertemukan oleh mereka
yang menggunakan jasanya. Begitu juga pihak BMT diuntungkan,
dengan lancarnya perjuangan nasabah yang dibimbing, pendapatan mereka
bertambah, maka pengembalian pinjaman juga akan berjalan lancar.
Kalaupun toh ada masalah-masalah yang dihadapi, pihak BMT
dengan cepat dan tanggap memperlihatkan solusi. Inilah kontribusi nyata
dari pihak BMT Ben Taqwa dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Dari penelusuran karya ilmiah tersebut di atas belum ada penelitian
secara khusus mengenai analisis akad-akad di BMT, oleh lantaran itu
penyusun memposisikan penulisan tesis ini dengan judul “ANALISIS
TERHADAP AKAD DI BMT SAFINAH KLATEN (Perspektif
Hukum Kontrak Dan Fiqih)”.
F. Kerangka Teori
Dalam teori ini sanggup diuraikan meliputi wacana pengertian aturan kontrak
secara umum, pengertian komitmen secara umum, syarat dan rukun-rukunnya,
berakhirnya kontrak dan komitmen yaitu sebagai berikut :
13
1. Pengertian Hukum Kontrak
a. Pengertian Hukum Kontrak Secara Umum
Hukum kontrak yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah aturan
yang mengatur hubungan aturan antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akhir hukum. 3
Definisi tersebut di atas mengkaji perbuatan sebelum kontrak (pra
contractual) yakni hal penawaran dan penerimaan dan
mengkajikontrak pada tahap kontraktual (post contractual) yakni hal
pelaksanaan perjanjian.
Menurut Syahmin A.K. Hukum kontrak internasional yaitu
sekumpulan ketentuan yang mengatur pembentukan (formation),
acara di bidang ekonomi / industri (performance) dan pelaksanaan
(implementation) kontrak antara para pihak, baik yang bersifat nasional
maupun internasional. 4
Definisi tersebut di atas mempunyai tujuan utama ialah melindungi
harapan individu (yang sesuai dan sanggup dibenarkan oleh hukum),
bisnis dan pemerintah. Dan aturan kontrak tersebut mempunyai fungsi
yaitu memberi jaminan akan keadilan pertukaran antar individu.
3 Salim H. S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cet. I, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2006), hal. 4 .
4 Syahmin AK., Hukum Kontrak Internasional, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 200 6),
hal. 20.
14
b. Pengertian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris yaitu Contracts,
sedangkan dalam bahasa Belanda disebut Overeen Komst
(Perjanjian). 5
Dari pengertian tersebut di atas kontrak sama dengan perjanjian.
Dalam pasal 1313 KUH Perdata berbunyi :
Perjanjian (persetujuan) yaitu suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.6
Pengertian istilah kontrak atau persetujuan dalam pasal 1313 dalam
KUH Perdata tersebut sama dengan pengertian perjanjian yang
dikemukakan oleh R. Subekti yakni :
Perjanjian dalah suatu kejadian di mana ada seorang berjanji
kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal. 7
Dari pengertian kontrak tersebut di atas sanggup dipahami bahwa
kontrak berisikan janji-janji yang sebelumnya telah disetujui yaitu
berupa hak dan kewajiban yang menempel pada para pihak yang
membuatnya dalam bentuk tertulis maupun lisan. Jika dibentuk secara
tertulis, kontrak itu akan lebih berfungsi untuk menjamin kepastian
hukum.
5 Salim H.S, Hukum Kontrak., hal. 25.
6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. XIX (Jakarta :
Pradnya Paramita, 1985), hal. 304.
7 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI (Yogyakarta : PT. In termasa, 1996), hal. 1
15
c. Syarat-syarat Sahnya Kontrak
Suatu kontrak dianggap sah dan mengikat apabila kontrak itu telah
memenuhi semua syarat sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
pasal 1320 KUH Perdata ada empat syarat yaitu sebagai berikut :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ;
3) Suatu hal tertentu ;
4) Suatu alasannya yaitu yang halal. 8
Menurut Salim H.S. syarat sahnya kontrak atau perjanjian dikaji
berdasarkan aturan kontrak juga mengacu pasal 1320 KUH Perdata
menentukan empat syarat yakni :
1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak ;
2) Kecakapan untuk melaksanakan perbuatan aturan ;
3) Adanya obyek ; dan
4) Adanya kausa yang halal. 9
d. Berakhirnya Kontrak
Berakhirnya kontrak telah ditentukan dalam KUH Perdata,
menyebutnya sebagai hapusnya perikatan, yakni pada pasal 1381
yaitu sebagai berikut :
1) Karena pembayaran ;
2) Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan ;
8 R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, KUH Perdata, hal. 30
9 Salim H.S., Hukum Kontrak, hal. 33.
16
3) Karena pembaharuan utang ;
4) Karena perjumpaan utang atau kompensasi ;
5) Karena percampuran utang ;
6) Karena pembebasan utangnya ;
7) Karena musnahnya barang yang terutang ;
8) Karena kebatalan atau abolisi ;
9) Karena berlakunya suatu syarat batal ;
10) Karena lewatnya waktu. 10
Menurut Salim H.S. berakhirnya kontrak sanggup digolongkan menjadi
12 (dua belas) macam yakni :
1) Pembayaran;
2) Novasi (Pembaharuan utang);
3) Kompensasi;
4) Konfusio (percampuran utang);
5) Pembebasan utang;
6) Kebatalan atau pembatalan;
7) Berlaku syarat batal;
8) Jangka waktu kontrak telah berakhir;
9) Dilaksanakan obyek perjanjian;
10) Kesepakatan kedua belah pihak;
11) Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;
12) Adanya putusan pengadilan. 11
1 0 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata., hal. 313.
17
2. Pengertian Akad Secara Umum
a. Pengertian Akad
Yang dimaksud pengertian komitmen secara umum yakni :
Akad yaitu sesuatu yang diikatkan seseorang bagi dirinya sendiri
atau bagi orang lain dengan kata harus. 12
Misalnya : setiap hal yang diharuskan seseorang atas dirinya
sendiri baik berupa nadzar, sumpah dan sejenisnya disebut akad,
demikian juga jual beli dan sejenisnya yaitu komitmen atau perjanjian.
Menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah,
komitmen yaitu segala sesuatu yang dikerjakan seseorang berdasarkan
keinginan sendiri, menyerupai wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu yang
pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang, menyerupai jual beli,
sewa menyewa, perwakilan dan gadai. 13
Kedua definisi tersebut di atas senada dengan definisi komitmen yang
dikemukakan oleh Taufiq yakni :
Bahwa komitmen yaitu apa yang menjadi ketetapan seorang untuk
mengerjakannya yang timbul hanya dari satu kehendak atau dua
kehendak. 14
1 1 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal. 165.
1 2 Abdullah Al-Mushlih dan Sholah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Penerjemah
Abu Umar Basyir, Kata Pengantar Adiwarman A. Karim, Cet. I (Jakarta : Darul Haq, 2004),
hal. 26.
1 3 Muhammad Firdaus N.H, dkk., Memahami Akad-akad Syari’ah, Cet. I, (Jakarta : Renaisan,
2005) hal. 13.
1 4 Taufiq, “Nadhariyyatu Al-Uqud Al-Syar’iyyah”, Suara Uldilag, Vol. 3 No. IX (September,
2006), hal. 99.
18
Makara komitmen dalam pengertian umum tersebut meliputi komitmen yang
merupakan perbuatan aturan yang timbul dari kehendak satu pihak
dan komitmen yang terdiri dari dua pihak.
b. Rukun-rukun dan Syarat-syarat Akad
1) Rukun-rukun Akad
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy dan Ahmad Basyir, rukun komitmen
ialah ijab dan qabul. 15 Dinamakan Shighatul Aqdi, sedangkan
rukun komitmen yang lain, bahwa komitmen mempunyai tiga rukun, yakni :
a) Aqid (orang yang berakad);
b) Ma’qud Alaih (sesuatu yang diakadkan);
c) Shighat Al-Aqd (ijab dan qabul). 16
2) Syarat-syarat Akad Secara Umum
a) Kedua belah pihak yang melaksanakan komitmen cakap bertindak atau
ahli;
b) Yang dijadikan obyek komitmen sanggup mendapatkan aturan akad;
c) Akad itu diizinkan oleh syara dilakukan oleh orang yang
mempunyai hak melakukannya dan melaksanakannya,
walaupun bukan si ‘aqid sendiri.
d) Janganlah komitmen itu yang dihentikan syara’ ;
e) Akad itu memperlihatkan faedah ;
f) Ijab berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul;
15 T.M. Hasbi As-Siddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Cet. II, (Jakarta : PT. Bulan Bintang,
1984), hal. 24. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Mu’amalat, (Yogyakarta : UII Press,
2000). Hal. 66.
16 Muhamamd Firdaus N.H., dkk, Cara Mudah, hal. 14.
19
g) Bertemu di majelis akad. 17
c. Berakhirnya Akad
Berakhirnya Akad apabila :
1) Tercapai tujuannya; 2) Terjadi fasakh atau telah berakhir
waktunya. 18
Menurut Abdul Manan, komitmen berakhir disebabkan yaitu sebagai
berikut :
1) Terpenuhinya tujuan akad; 2) Berakhir lantaran abolisi
(fasakh); 3) Putus demi hukum; 4) Karena kematian; 5) Tidak ada
persetujuan. 19
Syarat syahnya kontrak dan syarat-syarat rukun komitmen tersebut
di atas sanggup dilihat dalam matriks sebagai berikut :
Syarat Syahnya
Rukun-rukun Akad Syarat-syarat Akad
Kontrak Pasal 1320
KUH Perdata
1. Sepakat mereka
- Aqid (orang yang
Syarat subyek komitmen :
1. Cakap bertindak
2. Berbilang pihak
Syarat Obyek Akad :
yang mengikatkan
dirinya.
berakad).
- Ma’qud Alaih
2. Kecakapan untuk
(sesuatu yang
diakadkan)
membuat suatu
perikatan.
1. Obyek komitmen sanggup
- Shighat Al-Aqad
diserahkan.
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu alasannya yaitu yang
(Ijab dan Qabul)
2. Obyek komitmen tertentu. atau
sanggup ditentukan.
halal.
3. Obyek komitmen berupa benda
bernilai dan dimiliki.
Syarat Ijab dan Qabul :
1. Persesuaian ijab dan Qabul.
2. Kesatuan majelis akad.
Dan tidak bertentangan dengan
Syara’
17 Ibid, hal. 19.
18 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal. 130.
19 Abdul Manan,”Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syari’ah”, Varia Peradilan, No. 247
Th. Ke-XXI (Juni 2006), hal. 54.
20
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini yaitu penelitian lapangan (field research) bersifat
deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-data yang ditemukan di
lapangan dan menganalisisnya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar
dan akurat.20
2. Subyek Penelitian
Yang menjadi subyek penelitian yaitu pimpinan atau manajer BMT
sebagai pemberi informasi dan dokumen-dokumen di BMT Safinah
Klaten.
3. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek penelitian yaitu komitmen murabahah, dan komitmen
ijarah di BMT Safinah.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini sanggup diklasifikasikan menjadi dua
sumber yakni :
a. Sumber data primer
Adapun sumber data primer yang penyusun gunakan yaitu :
1) Dokumen-dokumen komitmen yang digunakan di BMT Safinah
Klaten;
2) Hasil wawancara ;
3) Buku-buku yang berkaitan dengan BMT ;
2 0 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi ; Metodologi Penelitian, Cet.VI (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2005), hal.44
21
4) Buku-buku yang berkaitan dengan aturan kontrak ;
5) Buku-buku yang berkaitan dengan fiqih ;
6) Disertasi, Tesis yang berkaitan dengan penelitian ini ;
7) Majalah dan surat kabar yang berkaitan dengan penelitian ini ;
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder sebagai pendukung diantaranya yakni kertas
kerja para pakar hukum, laporan penelitian, makalah, jurnal ilmiah,
dan literature lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
5. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan tiga cara yakni :
a. Metode Wawancara (interview)
Yakni suatu komunikasi yang bertujuan memperoleh informasi secara
sistematis.21 Wawancara diarahkan terhadap hal-hal yang menjadi
permasalahan dan hal-hal yang kurang jelas. Wawancara ini
dilakukan dengan Danang Pontjo Sudibyo sebagai Manajer
Pembiayaan di BMT Safinah Klaten dan dengan Tugiman Hadi Broto
sebagai Pengurus di BMT Safinah Klaten. Dan waktu penelitian
dilaksanakan dari tanggal 6 Agustus s/d tanggal 10 Oktober 2007.
b. Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan mencatat,
menyalin, meniru data atau dokumen yang berkaitan dengan
2 1 Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Cet VI (Jakarta : Bumi Aksara, 2003),
hal. 27
22
sejarah berdirinya BMT, Visi dan Misi BMT, dan produk-produk
BMT Safinah Klaten.
6. Pendekatan yang digunakan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
normatif corak sistematika aturan dan sosiologis. Metode penelitian
aturan normatif yaitu suatu mekanisme penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi
normatifnya.2 2 Sedang penelitian dengan corak sistematika Hukum
dilakukan terhadap bahan-bahan Hukum primer dan sekunder. Kerangka
contoh yang dipergunakan yaitu pengertian-pengertian dasar yang
terdapat dalam sistematika Hukum.23
7. Analisa Data
Setelah data dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisa dengan
analisa kualitatif dengan logika induktif dan logika reflektif. 24 Pola
berpikir induktif ini untuk menganalisis data-data yang bersifat khusus
untuk ditarik kepada yang umum. Kemudian dari hasil analisa data yang
diperoleh dideskripsikan secara urut dan teliti sesuai dengan permasalahan
yang dikaji. Sedangkan logika reflektif yaitu kombinasi logika deduktif
dan induktif.
22 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi, Cet II
(Malang : Bayu Media Publishing, 2006), hal. 57.
23 Amir Mu’alim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam, Cet II (Yogyakarta, UII
Press Indonesia, 2001), hal.89. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990) hal. 23
24 Soeharti Sigit, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial, Bisnis-Manajemen t, (ttp : tnp,
1999), hal. 155. Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, hal. 32
23
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan dalam penelitian terbagi menjadi enam penggalan yang
merupakan satau kesatuan alur pemikiran dan menggambarkan proses
penelitian, yaitu sebagai berikut :
Dalam Bab I, yaitu penggalan pendahuluan. Pertama-tama menggambarkan
latar belakang masalah penelitian yang mana masalah tersebut berkaitan
eksklusif dengan judul penelitian ; Membuat rumusan masalah dengan
pertanyaan penelitian untuk mempertajam masalah-masalah yang dipecahkan ;
Menggambarkan tujuan penelitian yang mana untuk suatu informasi yang
ingin diperoleh untuk menjawab rumusan masalah ; manfaat penelitian yakni
hasil yang akan diperoleh berkaitan dengan tujuan penelitian ; Telaah pustaka,
sesudah mengadakan penelitian dengan penelitian sejenis baik tesis maupun
buku-buku yang sejenis, maka penyusun sanggup memposisikan diri bahwa apa
yang penyusun teliti belum banyak diteliti atau dikaji ; Kerangka teori yaitu
suatu teori atau metode yang peneliti pilih untuk memecahkan masalah ;
Metode Penelitian yaitu suatu urutan atau tata cara pelaksanaan penelitian
dalam rangka mencari balasan atas permasalahan penelitian yang penyusun
olok-olokan ; Sistematika pembahasan.
Dalam Bab II, membahas wacana tinjauan BMT pada umumnya dan
wacana BMT Safinah Klaten sangat urgen sekali dalam penggalan II ini membahas
wacana pengertian BMT dan produk-produknya, maka pembahasannya
meliputi : Tujuan BMT pada umumnya dan BMT Safinah Klaten beserta
produk-produknya.
24
Dalam Bab III, membahas wacana Hukum kontrak dalam Hukum perdata
Indonesia. Dalam penggalan ini berkaitan erat dengan penggalan II terutama mengenai
akad-akad produk BMT ditinjau dari Hukum kontrak, maka pembahasannya
meliputi : Tinjauan umum wacana kontrak yakni pokok bahasannya mengenai
syarat sahnya kontrak ; Kontrak nominaat berdasarkan Hukum perdata Indonesia
dalam hal ini menguraikan jenis-jenis kontrak khusus (bernama).
Dalam Bab IV, membahas wacana akad-akad dalam fiqih muamalah.
Dalam penggalan ini berkaitan erat dengan penggalan II, terutama akad-akad BMT ditinjau
dari akad-akad dalam fiqih, maka pembahasannya meliputi : Tinjauan umum
wacana komitmen yakni pokok bahasannya mengenai macam-macam komitmen dan
pembagian akadnya, unsur-unsur yang membentuk komitmen yakni membahas
rukun dan syarat-syarat komitmen ; kedudukan komitmen dalam fiqih muamalah yaitu
komitmen merupakan perbuatan Hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban ;
khiyar komitmen dan berakhirnya akad.
Dalam Bab V, membahas analisis komitmen BMT safinah Klaten perspektif
Hukum kontrak dan fiqih. Dalam penggalan ini menganalisis akad-akad yang
dihasilkan oleh BMT Safinah Klaten dibatasi dalam dua komitmen yakni, komitmen
Murabahah, dan komitmen ijarah, maka pembahasannya sebagai berikut : Analisis
kesesuaian komitmen BMT Safinah Klaten dengan Hukum kontrak dan fiqih dan
analisis potensi konflik pada akad-akad tersebut di atas dan penyelesaiannya.
Dalam Bab VI, yaitu penggalan epilog meliputi kesimpulan dan saran.
25
BAB II
TINJAUAN TENTANG BMT DAN
BMT SAFINAH KLATEN
A. TINJAUAN TENTANG BMT
Pembahasan tinjauan wacana BMT terbagi menjadi lima penggalan yakni ;
pengertian BMT, asas dan landasan BMT, prinsip operasional BMT,
penghimpunan dana, produk pembiayaan BMT.
1. Pengertian BMT
Baitul Maal wa Tamwil lebih dikenalnya dengan sebutan BMT. Yang
terdiri dari dua istilah yakni baitul maal dan baitul tamwil. Secara harfiah
atau lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti
rumah usaha.25 Bait yang artinya rumah dan tamwil (pengembangan harta
kekayaan) yang asal katanya maal atau harta. Makara berikut tamwil di
maknai sebagai daerah untuk mengembangkan perjuangan atau daerah
mengembangkan harta kekayaan.26
Baitul Maal lebih mengarah pada usaha-usaha non profit yang
mengumpulkan dana dari zakat, infaq dan sadaqah kemudian disalurkan
kepada yang berhak. Sedangkan baitul tamwil sebagai perjuangan pengumpulan
25 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta : UII Press,
2004), hal : 126.
26 Majelis Ekono mi Pimpinan Pusat Muh ammadiyah Pusat Pengembangan Usaha Kecil dan
Kewirausahaan (PPUK) Muhammadiyah, Pedoman Cara Pendirian BTM dan BMT di Lingkungan
Muhammdiyah, Cet I (Jakarta : tnp, 2002), hal. 1-5.
26
dan penyaluran dana komersial profit untuk membuat nilai tambah
gres dan mendorong pertumbuhan ekonomi.2 7
Menurut Muhammad Ridwan, baitul maal berfungsi untuk
mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dan sosial. Sedangkan baitul
tamwil merupakan forum bisnis yang bermotif laba. Selanjutnya dari
pengertian tersebut dapatlah ditarik suatu pengertian yang menyeluruh
bahwa BMT yaitu merupakan organisasi bisnis yang juga berperan
sosial. 28
Definisi BMT berdasarkan operasional PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis
Usaha Kecil) dalam peraturan dasar yakni “Baitul Maal Wat Tamwil
yaitu suatu forum ekonomi rakyat kecil, yang berupaya
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil berdasarkan prinsip
syariah dan prinsip koperasi.” 29
Dari definisi tersebut di atas mengandung pengertian bahwa BMT.
Merupakan Lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil
bawah dan kecil dengan berlandaskan sistem syariah, yang mempunyai
tujuan meningkatkan kualitas perjuangan ekonomi untuk kesejahteraan
masyarakat dan mempunyai sifat perjuangan yakni perjuangan bisnis, mandiri,
ditumbuh kembangkan dengan swadaya dan dikelola secara professional.
Sedangkan dari segi aspek Baitul Maal dikembangkan untuk kesejahteraan
27 Gita Danupranata, Ekonomi Islam, (Yogyakarta : UPFE-UMY, 2006), hal. 56.
28 M. Sholahuddin, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Cet I ( Surakarta : Muhammadiyah
University Press, 2006), hal. 75
2 9 PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil), Peraturan Dasar dan Contoh AD – ART
BMT. (Jakarta : Nusantara. Net. Id. Tt). Hal. 1.
27
sosial para anggota, terutama dengan menggalakkan zakat, infaq, sadaqah
dan wakaf (ZISWA) seiring dengan penguatan kelembagaan bisnis
BMT. 30
2. Asas dan Landasan BMT
BMT berazaskan Pancasila dan UUD’45 serta berlandaskan syariah
Islam, keimanan dan ketaqwaan. 31
Sedangkan berdasarkan Muhammad Ridwan yakni : BMT berazaskan
Pancasila dan UUD’45 serta berdasarkan Prinsip syariah Islam, keimanan,
keterpaduan (kaffah), kekeluargaan atau koperasi, kebersamaan,
kemandirian dan profesionalisme. 32
Adapun status dan legalitas hukum, BMT sanggup memperoleh status
kelembagaan sebagai berikut :
a. Kelompok swadaya masyarakat yang berada di bawah pengawasan
PINBUK berdasarkan Nashkah Kerjasama YINBUK dengan PHBK –
Bank Indonesia.
b. Berdasarkan Hukum Koperasi :
- Koperasi simpan pinjam syariah (KSP Syariah)
- Koperasi serba perjuangan syariah (KSU Syariah) atau Koperasi Unit
Desa Syariah (KUD Syariah).
3 0 PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, Cet. II (Jakarta : Wasantara. Net. Id, tt),
hal. 2
3 1 PINBUK, Peraturan Dasar. hal. 2
3 2 Muhammd Ridwan, Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Cet. I
(Yogyakarta : Citra Media, 2006), hal. 6. PINBUK, Pedoman., hal. 2
28
- Unit Usaha Otonom dari Koperasi menyerupai KUD, Kopontren atau
lainnya. 33
Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan
legal. Sebagai forum keuangan syariah, BMT harus berpegang teguh
pada prinsip-prinsip syariah, di dalamnya mengandung keterpaduan sisi
sosial dan bisnis, dilakukan secara kekeluargaan dan kebersamaan untuk
mencapai sukses kehidupan di dunia dan di akhirat.
3. Prinsip Operasional BMT
BMT dalam melaksanaan usahanya di dalam praktek kehidupan nyata
mengedepankan nilai-nilai spiritual, kebersamaan, mandiri, konsisten.
Maka BMT berpegang teguh pada prinsip-prinsip yaitu sebagai berikut :
a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dan muamalah Islam
ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan (Kaffah) di mana nilai-nilai spiritual berfungsi
mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis,
proaktif, progressif, adil dan berakhlak mulia :
c. Kekeluargaan atau koperasi.
d. Kebersamaan.
e. Kemandirian.
f. Profesionalisme.
3 3 PINBUK, Peraturan Dasar, hal. 4
29
g. Istiqomah : konsisten, konsekuen, kontinuitas atau berkelanjutan tanpa
henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maju
ke tahap berikutnya : dan hanya kepada Allah kita berharap. 34
Selain prinsip-prinsip tersebut di atas BMT juga berprinsip muamalat
dalam bidang ekonomi yang menjiwai dan memotivasi yakni :
a. Dalam melaksanakan segala kegiatan ekonomi ;
b. Dalam bagi hasil keuntungan baik dalam kegiatan perjuangan maupun
dalam kegiatan intern forum BMT ;
c. Dalam pembagian sisa hasil perjuangan dan balas jasa didasarkan atas
keterlibatan anggota dalam memajukan BMT.
d. Dalam mengembangkan sumber daya manusia;
e. Dalam mengembangkan sistem dan jaringan kerja, kelembagaan dan
manajemen. 35
Prinsip-prinsip tersebut merupakan sikap forum BMT yang
menjiwai dalam mengaplikasikan akad-akadnya di dalam praktek
kehidupan sehari-harinya. Hal ini telah diuraikan dengan terperinci oleh
Muhammad Ridwan bahwa prinsip-prinsip BMT yaitu sebagai berikut :
a. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan
mengimplementasikannya pada prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah
Islam ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggunakan
mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progressif adil dan
3 4 PINBUK, Pedoman., hal. 3
3 5 Ibid.
30
berakhlaq mulia. Keterpaduan antara zikir, fikir dan ukir yakni
keterpaduan antara sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
c. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi. Semua pengelola pada setiap tingkatan, pengurus
dan semua lininya serta anggota dibangun atas dasar rasa
kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan
menanggung (ta’aruf, ta’awun, tasamuh, tausiah dan takafuli). 36
d. Kebersamaan yakni kesatuan pola pikir, sikap dan keinginan antar
semua elemen BMT. Antara pengelola dengan pengurus harus
mempunyai satu visi-misi dan berusaha gotong royong untuk
mewujudkan atau mencapai visi-misi tersebut serta gotong royong
anggota untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial.
e. Kemandirian, yakni berdikari di atas semua golongan politik. Mandiri
berarti juga tidak tergantung dengan dana-dana pinjaman dan sumbangan
tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat
sebanyak-banyaknya.
f. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi (‘amalussolih), 37
yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak hanya
berorientasi pada kehidupan dunia, tetapi juga kenikmatan dan
kepuasan rohani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi
dengan bekal pengetahuan yang cukup, ketrampilan yang terus
3 6 Ta’aruf : Saling Mengenal, Ta’awun : saling menolong, tasamuh : saling menghormati-
menghargai, tausiah : saling menasehati-mengingatkan, takafuli - saling menanggung.
3 7 Amal soleh tidak saja diartikan sebagai bentuk ibadah khusus tetapi dipahami secara umum
termasuk berkarya atau kinerja yang tinggi, selama dilandasi dengan niat lantaran Allah SWT.
31
ditingkatkan serta niat dan ghirah yang kuat. Semua itu dikenal dengan
kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual. Sikap profesionalisme
dibangun dengan semangat untuk terus mencar ilmu guna mencapai tingkat
standar kerja yang tinggi.
g. Istiqomah ; konsisten, konsekuen, kontinuitas tanpa henti dan tanpa
pernah putus asa. Setelah mencapai suatu tahap, maka maju lagi ke
tahap berikutnya dan hanya kepada Allah SWT kita berharap. 38
4. Penghimpun Dana
Penghimpunan dana yaitu kegiatan perjuangan BMT yang dilakukan
dengan kegiatan perjuangan penyimpanan. Simpanan merupakan dana yang
dipercayakan oleh anggota, calon anggota, atau BMT lain dalam bentuk
simpanan dan simpanan berjangka.
Yang dimaksud simpanan yaitu merupakan simpanan anggota
kepada BMT yang penyetoran dan pengambilannya sanggup dilakukan
sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhannya. Sedangkan yang dimaksud
simpanan berjangka yaitu simpanan BMT yang penyetorannya hanya
dilakukan sekali dan pengambilannya hanya sanggup dilakukan dalam waktu
tertentu berdasarkan perjanjian antara BMT dengan anggotanya. 39
Adapun pengertian simpanan berdasarkan undang-undang no. 7 tahun
1992 dalam pasal 1(5) yakni ; “Simpanan yaitu dana yang dipercayakan
oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana
3 8 Muhammad Ridwan, Sistem dan Prosedur., hal. 7
3 9 Ibid., hal. 106
32
dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu”. 40
Adapun bentuk simpanan yang diselenggarakan oleh BMT berupa
simpanan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu, maka bentuk
simpanan di BMT yaitu sangat bermacam-macam sesuai kebutuhan dan
kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut.
Dalam PINBUK simpanan tersebut sanggup digolongkan ;
a. Simpanan pokok khusus. Adalah simpanan pendiri kehormatan yaitu
anggota yang membayar simpanan pokok khusus minimal 20% dari
jumlah modal BMT.
b. Simpanan pokok. Adalah simpanan yang harus dibayar oleh anggota
pendiri dan anggota biasa ketika ia menjadi anggota. Besarnya
ditentukan dalam Anggaran Dasar BMT.
c. Simpanan wajib yaitu simpanan yang harus dibayar oleh anggota
pendiri dan anggota biasa secara berkala. Besar dan waktu
pembayarannya ditentukan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga.
d. Simpanan Sukarela
1) Simpanan sukarela yaitu simpanan anggota selain simpanan
pokok khusus, simpanan pokok dan simpanan wajib.
4 0 Kasmir, Ba nk dan Lembaga Keuangan Lainnya, Dalam Lampiran, Perubahan atas Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 wacana Perbankan (Undang-undang Republik Indonesia No. 10
tahun 1998 tanggal 10 November 1998), Edisi VI, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2005), hal. 396
33
2) Simpanan sukarela sanggup disetor dan ditarik sesuai dengan
perjanjian yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan aturan
khusus BMT.
3) Simpanan sukarela terdiri dari 2 macam komitmen :
a) Simpanan sukarela dengan komitmen dhomanah yaitu simpanan
dengan berupa titipan (wadi’ah) anggota pada BMT.
b) Akad Mudarabah yaitu simpanan bagi hasil di mana
si penyimpan mendapat bagi hasil dari keuntungan yang
diperoleh BMT sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil dan ikut
menanggung kerugian bila BMT mengalami kerugian.
4) Simpanan sukarela dibedakan menjadi :
a) Simpanan sukarela biasa yaitu simpanan yang bisa ditarik
sewaktu-waktu sesuai aturan yang ditetapkan.
b) Simpanan sukarela berjangka yaitu simpanan yang hanya bisa
ditarik pada waktu yang telah disepakati. 41
Pada umumnya komitmen yang mendasari berlakunya simpanan
di BMT yaitu komitmen wadi’ah dan mudarabah berdasarkan fatwa
Dewan. Syariah Nasional No. 02/DSN - MUI/IV/2000 dan
No.03/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 01 April 2000. 42
a. Simpanan wadi’ah, ialah titipan dana yang tiap waktu sanggup ditarik
oleh pemiliknya atau anggota dengan cara mengeluarkan semacam
4 1 PINBUK, Peraturan Dasar., hal. 15
4 2 Kerjasama Dewan Syariah Nasional MUI – Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan
Syariah Nasional MUI, Ed. Revisi, cet. III (Cipayung Ciputat : CV Gaung Persada, 2006)
hal. 8, 14.
34
surat berharga, pemindah bukuan atau transfer dan perintah
membayar lainnya. 43
Simpanan yang berakad wadi’ah ada dua macam :
1) Wadi’ah amanah. Pihak yang mendapatkan titipan tidak boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan. Pihak peserta titipan sanggup membebankan biaya
kepada prinsip sebagai biaya penitipan.
2) Wadi’ah yad damanah. Pihak yang mendapatkan titipan boleh
menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang
dititipkan 44 Dalam hal ini pihak peserta titipan (BMT)
mendapat hasil dari pengguna dana. Pihak peserta titipan
(BMT) sanggup memperlihatkan insentif kepada penitip dalam bentuk
bonus.
b. Simpanan Mudarabah, ialah simpanan pemilik dana yang
penyetorannya dan penarikannya sanggup dilakukan sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakatin sebelumnya. Pada simpanan
Mudarabah berdasarkan Nisbah yang disepakati.
c. Variasai jenis simpanan yang berakad mudarabah ini sanggup
dikembangkan ke dalam aneka macam variasi, contohnya :
- Simpanan Idul Fitri.
- Simpanan Idul Qurban.
4 3 Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer, cet. I (Yogyakarta : UII
Press, 200 0). Hal. 118
4 4 Muhamamd Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, cet. 1 (Jakarta : Gema
Insani Press, 2001), hal. 150.
35
- Simpanan Haji.
- Simpanan Pendidikan
- Simpanan Kesehatan, dll. 45
Secara garis besarnya simpanan Mudarabah terbagi menjadi dua jenis
yakni : Mudarabah mut laqoh dan Mudarabah muqayyadah. 46
1) Mudarabah Mutlaqoh
Sahibul maal tidak memperlihatkan batasan-batasan atas dana yang
diinvestasikannya mudarib diberi wewenang penuh mengelola
dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis perjuangan dan jenis
pelayanannya.
Maka aplikasi BMT yang sesuai dengan komitmen ini yaitu tabungan
dan deposito.
2) Mudarabah Muqayyadah
Sahibul maal memperlihatkan batasan atas dana yang
diinvestasikannya. Mudarib hanya bisa mengelola dana tersebut
sesuai dengan batasan yang diberikan oleh sahibul maal. Misalnya
hanya untuk jenis perjuangan tertentu saja, daerah tertentu, waktu
tertentu dan lain-lain.
Maka aplikasi BMT yang sesuai dengan komitmen ini yaitu simpanan
khusus. Pengembangan produk simpanan wadi’ah dan Mudarabah
tersebut sanggup diadaptasi dengan situasi dan kondisi masing-masing
BMT dan selera calon anggota. BMT sanggup berinovasi
4 5 Muhamad, Lembaga-lembaga Keuan gan., hal. 118
4 6 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah., hal. 150.
36
mengembangkan kemasan produk simpanan, sehingga lebih diminati
oleh anggota.
Dengan demikian produk simpanan wadi’ah dan Mudarabah
tersebut sumber dananya berasal dari anggota dan masyarakat calon
anggota dalam bentuk simpanan, deposito maupun bentuk-bentuk
hutang yang lain, menggalang kolaborasi dengan bank syariah maupun
antar BMT sendiri.
5. Produk Pembiayaan BMT
Pembiayaan merupakan acara utama BMT, lantaran bekerjasama
dengan rencana memperoleh pendapatan.
Pembiayaan yaitu suatu akomodasi yang diberikan BMT kepada
anggotanya untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT
dari anggotanya. 47
Berdasarkan Undang-undang No. 7 tahun 1992, yang dimaksud
pembiayaan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (12) yaitu :
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yaitu penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang didanai untuk mengembalikan uang dan tagihan tersebut. Setelah
jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. 48
Pembiayaan dalam BMT yaitu menganut prinsip Syari’ah, yang
dimaksud prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan aturan
Islam antara pihak BMT atau pihak bank dan pihak lain untuk pembiayaan
perjuangan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
4 7 Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan., hal. 119
4 8 Kasmir, Bank Dan., hal. 397.
37
Dalam PINBUK pembiayaan yaitu dana yang ditempatkan BMT
kepada anggotanya untuk membiayai kegiatan usahanya atas dasar jual
beli dan perkongsian (syirkah).
Adapun jual beli sanggup dilakukan dengan komitmen :
a. al Bai’u Bitsaman Ajil (BBA) yaitu pembiayaan komitmen jual beli dengan
pembayaran kembali (harga pokok dan keuntungan) secara angsuran.
b. al-Murabahah (MBA) yaitu pembiayaan komitmen jual beli dengan
pembayaran kembali (harga pokok dan keuntungan) sesudah jatuh
tempo.
Sedangkan perkongsian (syirkah)_ sanggup dilakukan dengan komitmen :
a. al-Musyarakah (MSA) yaitu pembiayaan komitmen kolaborasi (syirkah)
di mana BMT dan anggota membiayai perjuangan dengan penyertaan
manajemen BMT di dalamnya.
b. al-Mudarabah (MDA) yaitu pembiayaan komitmen kerjasama (syirkah)
di mana BMT dan anggota membiayai perjuangan tanpa penyertaan
manajemen BMT di dalamnya. 49
Sedangkan berdasarkan Muhammad, ada aneka macam jenis pembiayaan yang
dikembangkan oleh BMT, yang kesemuanya itu mengacu pada dua jenis
komitmen yakni : Akad Syirkah dan komitmen jual beli.
Dari kedua komitmen ini dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang
dikehendaki oleh BMT dan anggotanya dan semuanya itu mengacu pada
4 9 PINBUK, Peraturan Dasar., hal. 16
38
fatwa Dewan Syarikh Nasional (DSN) sebagai pedoman. Diantara
pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT, yakni :
a. Pembiayaan Bai’u bitsaman Ajil (BBA) pembiayaan berakad jual beli.
Adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT
dengan anggotanya, di mana BMT menyediakan dananya untuk sebuah
investasi dan atau pembelian barang modal dan perjuangan anggotanya yang
kemudian proses pembayarannya dilakukan secara angsuran. Jumlah
kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam yaitu jumlah atas
harga barang modal dan mark-up yang disepakati.
b. Pembiayaan murabahah (MBA). Pembiayaan berakad jual beli yang
mana prinsip yang digunakan sama menyerupai pembiayaan Bai’u
Bitsaman Ajil, hanya saja proses pengembaliannya dibayarkan pada
ketika jatuh tempo.
c. Pembiayaan Mudarabah (MBA). Pembiayaan dengan komitmen Syirkah
yaitu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota di mana BMT
menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam
berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya.
d. Pembiayaan Musyarakah (MSA). Pembiayaan dengan komitmen Syirkah.
Adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu perjuangan
yang mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara
berimbang dengan porsi penyertaan.
39
e. Pembiayaan al-Qordul Hasan. Pembiayaan dengan komitmen ibadah.
Adalah perjanjian pembiayaan antara BMT dengan anggotanya. Hanya
anggota yang dianggap layak yang sanggup diberi pinjaman ini. 50
Secara umum produk pembiayaan yang berlaku di BMT dibagi
menjadi empat prinsip yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip Bagi Hasil
Pada dasarnya bagi hasil merupakan produk inti bagi BMT, lantaran
mengandung keadilan ekonomi dan sosial. Dengan bagi hasil BMT
akan turut menanggung hasil keuntungan maupun rugi terhadap perjuangan
yang dibiayainya. Setelah terjadi komitmen pembiayaan tersebut, BMT
masih punya tanggung jawab lainnya. Jika dilihat dari sisi administratif
sistem ini memang terasa rumit dan sulit, tetapi dari sisi keadilan bagi
hasil menjadi sangat penting.
Sistem bagi hasil dalam BMT sanggup diterapkan dengan empat
model yakni :
Mudarabah, musyarakah, muzara’ah-mukhabarah (sektor
pertanian), musaqah (sektor perkebunan).
b. Prinsip Jual Beli
Produk ini dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar
yang mungkin tidak bisa dimasukkan dalam komitmen bagi hasil. Pada
umumnya dalam BMT komitmen jual beli yang sering digunakan ada tiga komitmen
yakni : Bai’ Al Murabahah, bai’al Salam, Bai’al Istishna’
5 0 Muhammad, Lembaga-lembaga., hal. 120.
40
c. Prinsip Sewa
Yang dimaksud sewa yaitu pemindahan hak guna atas barang atau
jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan perpindahan
kepemilikan barang.
Pada umumnya di BMT komitmen ijarah atau sewa dikembangkan
ke dalam bentuk komitmen ijarah Muntahiya bit Tamlik yakni komitmen sewa
yang diakhiri dengan jual beli.
d. Prinsip Jasa
Produk layanan jasa ini bagi BMT juga bersifat suplemen terhadap
aneka macam layanan yang ada. Adapun pengembangan produk jasa
layanan tersebut meliputi :
1) Al wakalah yakni, berarti wakil atau pendelegasian untuk
menuntaskan suatu pekerjaan tertentu.
2) Al Kafalah yakni pengalihan tanggung jawab dari satu orang
kepada orang lain.
3) Al Hawalah yakni komitmen pengalihan hutang dari seseorang kepada
orang lain yang sanggup menanggungnya.
4) Ar-Rahn. Ialah merupakan komitmen untuk menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya.
5) Al qard. Merupakan penggalan dari transaksi ta’awuni atau tolong
menolong dan bukan komersial.
41
6) Sumber dana al-qard sanggup dibedakan menjadi dua :
a) Dana yang berasal dari penyisihan modal BMT. Dana ini hanya
digunakan untuk pembiayaan sosial.
b) Dana yang berasal dari zakat, infaq dan sadaqah. 51
Dari uraian di atas pembiayaan berdasarkan prinsip syariah ialah
kegiatan yang berupa penyediaan dana berupa uang dan barang dari pihak
BMT kepada nasabah sesuai kesepakatan, yang mewajibkan pihak yang
mendapatkan dana untuk mengembalikan uang sesudah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil, yang didasari prinsip syariah yaitu prinsip
mudarabah, musyarakah, murabahah dan ijarah.
B. BMT Safinah Klaten dan Produk-produknya
Dalam pembahasan ini meliputi enam penggalan yakni, sejarah berdirinya
BMT Safinah Klaten dan perkembangannya. Visi dan misinya, pengelolaan
Dana BMT Safinah Klaten, produk-produk pembiayaan BMT Safinah Klaten,
Produk-produk yang macet dan penyelesaiannya terhadap produk yang macet.
1. Sejarah Berdirinya BMT Safinah Klaten
BMT Safinah Klaten berdiri pada tanggal 6 Juli 1996, yang diprakarsai
oleh Kelompok Remaja Muslim Kelurahan Klaten dengan nama :
Persaudaraan Remaja Muslim Kelurahan Klaten (PRMKK).
BMT Safinah Klaten yang berkantor di jalan Pramuka No. 60 Klaten,
yang terletak di Kelurahan Klaten, Kecamatan Klaten Tengah. Dan telah
5 1 Muhammad Ridwan, Sistem dan Prosedur., hal. 41
42
berbadan Hukum Koperasi pada tanggal 8 Agustus 1998 dengan Nomor :
0007/BH/KDK. 11. 24/VIII/98.
Berdirinya BMT Safinah atas kerjasana PRMKK dengan Panitia
Penyiapan Pendirian BMT (P3BMT) tingkat Kabupaten Klaten, dengan
ICMI ORSAT (Organisasi Satuan) Klaten, dan dengan Pusat Inkubasi
Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Dalam perkembangannya, jumlah modal BMT Safinah ketika awal
berdirinya sebesar Rp. 825.000,- kemudian hingga pada simpulan Agustus
2007 menjadi sebesar Rp. 2.303.825.654,- (Dua milyar tiga ratus tiga juta
delapan ratus dua puluh lima ribu enam ratus lima puluh empat rupiah),
dengan jumlah asetnya mencapai Rp. 25.221.846.649,- Simpanan yang
dihimpun sebesar Rp. 19.841.206.216,- dan pembiayaan yang beredar
sebesar Rp. 19.388.411.655,- 52
Prospek BMT Safinah Klaten dilihat dari segi asetnya dari tahun 2005
sebesar Rp. 11,5 milyar, dalam kurun waktu kurang dua tahun hingga
Agustus 2007, telah menjelma 25,2 Milyar memperlihatkan
perkembangan yang sangat fantastis, dengan jumlah anggota nasabah
7.178 orang.53 Perkembangan ini merupakan peningkatan tingkat
kepercayaan masyarakat sangat tinggi.
Dari segi lain BMT Safinah Klaten sanggup menyumbangkan kontribusi
peningkatan kepercayaan masyarakat ekonomi kecil terhadap nilai-nilai
ekonomi syari’ah.
5 2 Danang Pontjo Sudibya di Klaten, tanggal 07 September 2007.
5 3 Ibid.
43
Namun di sisi lain dari pihak Pengurus BMT Safinah merasa khawatir
wacana status aturan BMT yang mana belum mempunyai payung aturan
sendiri yang mengaturnya. Payung aturan yang ada menginduk pada
koperasi padahal BMT termasuk jajaran Lembaga Keuangan Syariah.
Adapun Undang-undang No. 10 tahun 1998 wacana Perbankan belum
mengatur wacana Usaha forum Mikro keuangan sejarah tersebut.54
Senada dengan pendapat Sekjen BMT Center Sumiyanto, bahwa
pentingnya pembuatan komitmen BMT lantaran Lembaga Keuangan Mikro
Syariah tersebut tidak bisa disamakan dengan forum Keuangan Syariah
lainnya. BMT mempunyai penerapan komitmen berbeda dalam sejumlah
produknya dibandingkan Lomba Kompetensi Siswa lain. 55
BMT Safinah Klaten semenjak April 2007 dalam penghimpunan dana dan
pembiayaannya telah menggunakan Pedoman Akad Syariah pada BMT
(Pas. BMT. 002). Pedoman tersebut telah ditetapkan pada tanggal
9 April 2007 oleh BMT center di Jawa Tengah dan diberlakukan untuk
sebagai pedoman yang mengikat kepada seluruh BMT-BMT yang
tergabung dalam BMT Center di Indonesia. 56
Pedoman dalam berakad yang dirancang PAS. BMT 002 tersebut
sepenuhnya mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) semoga
proteksi aturan bagi pihak-pihak yang berakad sanggup jaminan di mata
aturan positif.
5 4 Tugiman Hadi Brata di Klaten, tanggal 15 September 2007
5 5 Awalil Rizky, BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal Wat Tamwil, cet. I (Yogyakarta : UCY
Press, 2007), hal. 130.
5 6 Tim Penyusun PAS BMT 002, Pedoman Akad Syariah Pada BMT (PAS BMT 002), cet. I
(ttp : BMT Center, 2007). hal. iv
44
2. Visi dan Misinya
Adapun visi, misi dan tujuan BMT Safinah Klaten mengacu pada
peraturan dasar BMT yang diterbitkan oleh PINBUK, yakni:
Visi BMT Safinah Klaten yaitu meningkatkan kualitas ibadah
anggota BMT sehingga bisa berperan sebagai Khalifah Allah.
Misi BMT Safinah Klaten yaitu menerapkan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan ekonomi memberdayakan pengusaha kecil bawah dan
kecil, serta membina kepedulian agama kepada dhuafa secara terpadu dan
berkesinambungan.
BMT bertujuan meningkatkan kesejahteraan jasmaniah dan rohaniah
serta posisi tawar anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
melalui kegiatan ekonomi dan kegiatan pendukung lainnya.
Tema BMT Safinah Klaten untuk tahun 2007 berbunyi yakni :
“PENERAPAN SYARI’AH ISLAM SECARA IKHLAS DAN KAFFAH
DEMI KESEJAHTERAAN UMAT”. 57
3. Pengelolaan Dana BMT Safinah Klaten
Pengelolaan dana ini denga cara penghimpunan dana dari sumber dana
BMT atas modal dan pinjaman serta simpanan.
Modal BMT Safinah Klaten bersumber dari :
a. Anggota penyetor modal simpanan khusus.
b. Anggota penyetor modal bantuan hibah.
5 7 Profil BMT Safinah Klaten, Tutup Bu ku Tahun 2006.
45
Modal-modal tersebut tidak boleh diambil kecuali modal simpanan
khusus boleh asal dengan cara diperjual belikan selanjutnya si pembeli
menjadi anggota penyetor modal simpanan khusus.
Dana pinjaman dari luar atau disebut juga dana pihak ke III, yang
dikelola BMT Safinah Klaten diantaranya dari :
a. Lembaga Telkom.
b. BRI Syariah
c. Bank Syariah Mandiri
d. Permodalan Nasional Madani (Lembaga Keuangan Non Bank).
Dana simpanan, produk-produk simpanan yang ditawarkan BMT
Safinah Klaten diantaranya : Simpanan SIMUDAH, bentuk simpanan ini
yaitu simpanan Mudarabah sanggup diambil sewaktu-waktu, besarnya bagi
hasil ditetapkan dalam nisbah antara penyimpan dengan BMT berdasarkan
margin keuntungan BMT. Bagi hasil dibayarkan setiap awal bulan
berikutnya, dengan cara ditambah bukukan pada buku SIMUDAH.
Simpanan berjangka SIDEMO, yaitu simpanan mudarabah berjangka 1,
3, 6 bulan dan bagi hasil diterima setiap bulan. Untuk jatuh tempo 1 bulan
dengan Nisbah 52 : 48, untuk 6 bulan dengan nisbah 54 : 46.
Simpanan INVESYA yaitu simpanan Mudarabah berjangka 12 bulan
dan bagihasil diterima setiap bulan, dengan nisbah 60 (penabung : 40
(BMT). SIMKUS ini semacam saham yang sanggup dibeli sebagai tanda
kepemilikan modal dan berhak atas SHU atau bagi hasil pertahun. 59
5 9 Profil Simpanan BMT Safinah Klaten, 2007.
46
Penghimpunan dana yang ditawarkan tersebut di atas dengan bentuk
simpanan berdasarkan komitmen Mudarabah dengan memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
b. BMT bertindak sebagai pengelola dana dan anggota bertindak sebagai
pemilik dana.
c. Dana disetor penuh kepada BMT dan dinyatakan dalam jumlah
nominal.
d. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana investasi dinyatakan
dalam bentuk nisbah.
e. Pada komitmen simpanan berdasarkan Mudarabah, anggota wajib
menginvestasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan
oleh BMT dan tidak sanggup ditarik oleh anggota kecuali dalam rangka
penutupan rekening.
f. Anggota tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan.
g. BMT sebagai mudarib menutup biaya operasional simpanan dengan
menggunakan misbah keuntungan yeng menjadi haknya.
h. BMT tidak diperbolehkan mengurangi penggalan keuntungan anggota
tanpa persetujuan anggota yang bersangkutan.
i. BMT tidak menjamin dana anggota.63
Dalam proses menabung atau menyimpan di BMT Safinah pertama
pemohon mengisi permohonan dalam bentuk blangko yang telah
6 3 Tim Penyusun PAS BMT 002, Pedoman., hal. 4
47
disediakan dan telah dirancang sedemikian rupa menjadi suatu komitmen
simpanan Mudarabah sebagai berikut ;
b. Pemohon mengajukan permohonan pembukuan rekening dan menjadi
anggota (luar biasa) KSU BMT Safinah kepada BMT Safinah Klaten.
c. Identifikasi pemohon terdiri nama lengkap, daerah dan tanggal lahir,
alamat rumah, Nomor KTP, pekerjaan, nomor telephone selanjutnya
disebut Pihak Pertama (I).
d. Nama dari pihak BMT, jabatan, alamat BMT Safinah, selanjutnya
disebut Pihak Kedua (II).
e. Pihak Pertama (I) mengajukan permohonan sebagai penabung di BMT
Safinah dengan jenis simpanan : (memilih)
1) Mudarabah, 2) Haji, 3) Pendidikan, 4) qurban, 5) walimah,
6) invra, 7) sidemo, 8) invesya.
Untuk itu bersedia mematuhi semua peraturan dan ketentuan yang
berlaku menyerupai yang tercantum di balik halaman ini.
f. Apabila pihak Pertama (I) meninggal dunia, simpanan diwariskan
kepada AHLI WARIS nama lengkap, alamat, hubungan keluarga.
g. Pihak Pertama (I) dan Pihak kedua (II) berjanji akan mengembangkan hasil atas
dana Pihak Pertama (I) yang akan diinvestasikan.
h. Tanggal dan tanda tangan Pihak Pertama (I) dan PIhak Kedua (II). 61
6 1 Lihat pada lampiran pertama
48
Akad tersebut telah terpenuhi syarat dan Rukunnya ;
a. Pihak-pihak yang berakad telah remaja dan cakap.
b. Obyek simpanan yakni uang simpanan telah disetor secara tunai sesuai
dengan jenis simpanannya.
c. Pihak-pihak telah sepakat dan diwujudkan dengan tanda tangan.
Akad simpanan tersebut jikalau dilihat dari struktur pembuatan komitmen
memang belum terperinci lantaran tidak ada judul akad. Bentuknya satu komitmen
namun di dalamnya ada dua komitmen yakni komitmen permohonan menabung dan
komitmen simpanan Mudarabah
4. Produk-produk Pembiayaan BMT Safinah Klaten
Produk pembiayaan BMT Safinah Klaten yang menonjol yaitu
pembiayaan murabahah, kemudian pembiayaan ijarah, sedangkan
pembiayaan Mudarabah belum berjalan.
Sehubungan pembiayaan Mudarabah belum berjalan maka
pembahasan tesis ini hanya masalah pembiayaan murabahah dan
pembiayaan ijarah saja.
a. Pembiayaan Murabahah
Persyaratan pembiayaan murabahah mengacu pada pedoman komitmen
syariah (PAS BMT 002) yang diterbitkan oleh BMT Center pada bulan
April 2007 yakni ;
1) BMT menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual
beli barang.
49
2) Jangka waktu pembayaran harga barang oleh anggota kepada
BMT ditentukan berdasarkan kesepakatan BMT dan anggota.
3) BMT selaku penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli
dan menentukan suatu tingkat keuntungan (dalam nominal) sebagai
tambahannya.
4) BMT sanggup membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian
barang yang telah disepakati kualifikasinya..
5) Dalam hal BMT mewakilkan kepada anggota (wakalah) untuk
membeli barang, maka komitmen murabahah harus dilakukan sesudah
barang secara prinsip menjadi milik BMT.
6) Dalam proses wakalah, semoga memudahkan proses berjalan sesuai
ketentuan, maka BMT sanggup menyediakan nota barang kosong atas
nama BMT yang diisi oleh supplier dan diserahkan oleh anggota
sebagai bukti kepemilikan telah berpindah kepada BMT.
7) BMT sanggup meminta anggota untuk membayar uang muka atau
urbun ketika menanda tangani kesepakatan awal pemesanan barang
oleh anggota.
8) BMT sanggup meminta anggota untuk menyediakan agunan
tambahan selain barang yang didanai BMT.
9) Kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal komitmen dan
tidak berubah selama periode akad. 62
6 2 Tim Penyusun PAS BMT 002, Pedoman Akad., hal. 11.
50
Adapun BMT Safinah Klaten dalam pembuatan komitmen Murabahah tidak
menggunakan uang muka dan urbun.
Dalam hal proses pembuatan komitmen Murabahah di BMT Safinah Klaten
sebelumnya ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi yakni : Tahap
komitmen pemesanan barang, tahap komitmen wakalah, tahap komitmen waad
wakalah dan gres pembuatan komitmen murabahah.
1) Tahap pembuatan komitmen pemesanan barang
Pemesanan barang yaitu tahap awal sebelum pembuatan komitmen
murabahah. Dalam komitmen tersebut terdiri dari ; hari dan tanggal
pemesanan,, identifikasi pemesan yakni : Nama, alamat dan
No. KTP. Pesanan ditujukan kepada Koperasi Serba Usaha BMT
(KSU BMT) Safinah Klaten, untuk mengadakan barang atau
barang-barang dengan ketentuan sebagai berikut : menulis jenis
barang, spesifikasi, jumlah dan harga. Selanjutnya pemesan
mengikatkan diri pada janji bahwa akan membeli barang-barang
pesanan tersebut kepada BMT dengan batas waktu selambat-
lambatnya ….. hari. Berdasarkan kesepakatan pemesan dan BMT
(di BMT Safinah Klaten dalam komitmen ini tidak mencantumkan uang
muka / urbun), terakhir ditutup dengan tanggal dan tanda tangan
nama pemesan. 63
6 3 Lihat pada lampiran kedua.
51
2) Tahap pembuatan komitmen wakalah
Akad pemesanan barang tersebut di atas merupakan penggalan satu
kesatuan dengan komitmen wakalah ini. Yang pada dasarnya Pihak I
melimpahkan kuasanya kepada Pihak II secara khusus untuk
melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
a) Memilihkan untuk Pihak I barang atau barang-barang yang
telah disepakati bersama sebagaimana suara komitmen pemesanan
barang yang dibentuk oleh Pihak II.
b) Membayarkan untuk Pihak I barang-barang tersebut di atas.
c) Bertanda tangan untuk dan atas nama Pihak I terhadap barang-
barang yang telah dibeli dan menjadi konsekuensi dari
berpindahnya kepemilikan atas barang tersebut.
d) Jangka waktu berlakunya komitmen wakalah ini berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.
Untuk terpenuhinya hal tersebut di atas Pihak I akan menitipkan
uang (wadiah yad amanah) kepada Pihak II. 64
3) Tahap Pembuatan Akad Waad Wakalah. Akad waad wakalah ini
merupakan penggalan yang tak terpisahkan dari komitmen wakalah ini.
Adapun inti dari komitmen waad wakalah ini yaitu sebagai berikut :
Pihak I melimpahkan kekuasaannya kepada Pihak II secara khusus
untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
6 4 Lihat pad a lampiran k etiga.
52
a) Memilihkan untuk Pihak I barang atau barang-barang dengan
jumlah spesifikasi dan harga yang telah disepakati bersama
sebagaimana suara komitmen pemesanan barang yang dibentuk
Pihak II.
b) Dalam jangka waktu tertentu yang disepakati kedua belah
pihak, pihak II telah menuntaskan semua kewajibannya sesuai
dengan suara ketentuan-ketentuan komitmen ini.
Bahwa untuk terpenuhinya komitmen Murabahah yang akan dibentuk
kemudian Pihak I akan membayar barang atau barang-barang
sebagaimana tersebut di atas. 65
4) Tahap Pembuatan Akad Murabahah
Sebelum pembuatan komitmen murabahah dipastikan dulu barang yang
menjadi obyek akad. Sejak proses komitmen pemesanan barang, komitmen
wakalah dan komitmen waad wakalah yaitu dalam rangka mewujudkan
barang-barang yang menjadi obyek akad, Pihak I telah mewakilkan
atau melimpahkan kekuasaannya pada Pihak II untuk memilihkan
barang-barang yang menjadi pesanan pihak II dan pihak II
membayarkan harga barang-barang tersebut atas pihak I dan ketika
itu hak milik berpindah kepada pihak I, kemudian oleh pihak II
barang-barang tersebut diserahkan kepada pihak I (BMT) cukup
terwujud nota saja, tidak dengan wujud barangnya.
6 5 Lihat pada Lampiran keempat
53
Rincian barang, spesifikasi, jumlah harga satuan tertuang dalam
nota pembelian barang tersebut. 66
Selanjutnya pihak I dan pihak II mengadakan transaksi mengenai
waktu lamanya pembayaran sesudah terjadi kesepakatan gres BMT
(pihak I) menentukan margin (keuntungan) sesudah ada kesepakatan
gres dibentuk komitmen murabahah.
Dalam komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten telah terpenuhi
rukun komitmen yakni :
a) Pihak yang berakad yaitu terdiri dari pihak I dari BMT
Safinah Klaten dan Pihak II dari nasabah (anggota).
b) Obyek akad. Dalam komitmen murabahah tersebut telah tertulis,
“pihak I menjual barang kepada Pihak II berupa barang atau
barang-barang yang tercantum dalam lampiran …..”.
Yakni tercantum dalam lampiran yang berwujud Nota
Pembelian barang.
c) Ijab dan Qabul, dalam komitmen tersebut diwujudkan kedua belah
pihak menanda tangani komitmen tersebut. 67
Adapun syarat-syarat komitmen yang terkait dalam mengadakan komitmen
Murabahah tersebut yaitu sebagai berikut ;
a) Yang berkaitan dengan pihak-pihak yang berakad. Bahwa
nasabah sebagai pemohon tiba menghadap sendiri ke BMT
6 6 Lihat pad a lampiran k elima
6 7 Lihat pada lampiran keenam
54
Safinah rata-rata di atas 21 tahun dalam keadaan cakap
bertindak aturan dan berperan langsung.
b) Syarat yang berkaitan dengan barang-barang yang diakadkan.
Nasabah dalam pemesanan barang-barang menyebutkan
dengan menuliskan nama barang, satuan atau spesifikasi,
jumlah, harga dan total harga. Setelah terjadi komitmen wakalah
yang mana nasabah sebagai pihak II menjadi kuasa, khusus dan
untuk memilihkan barang-barang pihak I (BMT) dan
bersamaan itu juga pihak I menitipkan uang kepada pihak II.
Ketika pihak II membayarkan uang terhadap barang-barang
tersebut menjadi hak milik BMT. Selanjutnya pihak II
menyerahkan barang-barang tersebut kepada pihak I berwujud
Nota Pembelian barang. BMT mencukupkan dengan nota
tersebut tidak dengan barang-barangnya dan tidak pula melihat
barang-barang tersebut. Kemudian pada ketika terjadinya komitmen
murabahah barang yang berwujud yaitu berupa Nota
Pembelian tersebut. Dalam hal kaitannya dengan harga barang.
Berdasarkan Nota pembelian tersebut telah diketahui dengan
terperinci harga pokok barang tersebut. Langkah selanjutnya
menentukan margin (keuntungan), dalam hal ini BMT telah
menentukan keuntungan secara maksimal; di BMT Safinah
Klaten telah menentukan rata-rata keuntungan sebesar 1,7%.
Pada umumnya nasabah (anggota) menerimanya meskipun ada
55
penawaran namun BMT punya ketentuan bahwa batasan
ketentuan margin sebesar 1,5% s/d 1,7 %. Hal ini dilakukan
untuk menjaga kestabilan pembiayaan BMT bila ada nasabah
yang macet.
c) Syarat yang berkaitan dengan ijab dan qabul.
Sebelum penanda tanganan akad, pihak ke II dipersilahkan
membaca komitmen yang dibentuk tersebut pada umumnya nasabah
atau pihak II sesudah membacanya menyatakan tidak keberatan
kemudian menanda tangani komitmen tersebut.
b. Pembiayaan Ijarah
Pembiayaan ijarah di BMT Safinah Klaten belum menggunakan PAS
BMT 002 tahun 2007. Di BMT Safinah pembiayaan tahun 2007.
Di BMT Safinah pembiayaan ijarah cukup tinggi mencapai 24,7% dan
jenis pembiayaannya yaitu ijarah Mutlaqoh dan pembiayaannya
masih skala kecil paling tinggi sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta
rupiah) untuk jangka 2 tahun.
Dalam proses terjadinya komitmen ijarah sebagai berikut :
1) Pertama penyewa mengajukan permohonan pembiayaan ijarah ke
BMT safinah Klaten dengan menulis obyek sewa secara jelas.
2) Kemudian BMT mengadakan perundingan dengan penyewa wacana
harga, jangka waktu sewa dan lain-lain yang sebelumnya BMT
telah mengadakan survey.
56
3) BMT wakalah kepada penyewa dan menitipkan uang sewa untuk
membayarkannya ke obyek sewa.
4) Pada ketika dibayarkannya ke obyek tersebut beralihlah hak obyek
sewa kepada BMT dengan bukti kwitansi.
5) Setelah itu gres dibentuk komitmen ijarah antara penyewa dengan BMT.68
Dalam pembuatan komitmen ijarah tersebut, dalam satu komitmen
di dalamnya memuat tiga komitmen yakni komitmen penitipan uang wadiah yad
amanah) dari pihak I kepada pihak II, dan komitmen wakalah dari pihak I ke
pihak II untuk membayarkan uang sewa serta komitmen ijarah itu sendiri.
Namun di dalam pasal-pasalnya belum mencantumkan obyek sewa
secara terperinci sesuai dengan permohonan obyek sewa oleh pihak II dan
belum mencantumkan jangka waktu sewa serta manfaat obyek sewa
belum spesifik dari pihak I kepada pihak II.
Di dalam komitmen ijarah tersebut memuat rukun-rukunnya yakni :
1) Dari segi pihak-pihak yang berakad. Dalam komitmen ijarah tersebut
terdiri pihak I dari pihak BMT Safinah dan pihak II dari nasabah
atau penyewa.
2) Dari segi obyek komitmen telah terpenuhi harga sewa dan pembayaran
sewa pada umumnya dengan mengangsur. Adapun manfaatnya
yaitu penggunaan aset sewa, yang pada umumnya sewa rumah,
dalam suatu waktu tertentu.
6 8 Lihat pad a lampiran k etujuh
57
3) Dari segi ijab dan qabul
Sighat ijab dan qabul berbentuk pernyataan niat kedua belah pihak
dengan goresan pena pada komitmen ijarah tersebut. Sebelum ditandatangani
pihak II untuk membaca komitmen tersebut, pada umumnya pihak II
tidak keberatan selanjutnya dengan rela menanda tangani komitmen
ijarah.
Adapun syarat-syarat pada komitmen ijarah tersebut yakni ;
1) Yang terkait dengan para pihak. Pihak-pihak yang berakad tersebut
telah berumur di atas 21 tahun, kedua belah pihak bisa
melaksanakan komitmen dan memang punya hak, kepentingan dengan
komitmen tersebut.
2) Yang berkaitan dengan obyek akad, bahwa obyek komitmen ijarah
di BMT safinah pada umumnya penyewa telah sanggup mengenali
atau tahu manfaatnya telah sanggup menilai manfaat asset yang
disewa dan penyewa telah sanggup menggunakan manfaat dari asset
yang disewa selama waktu tertentu.
3) Yang berkaitan dengan ijab dan qabul. Bahwa bentuk komitmen ijarah
tersebut telah mengikat menimbulkan kewajiban.
58
5. Produk-produk Yang Macet (Bermasalah)
Produk-produk yang macet di BMT Safinah Klaten yang belum sanggup
diselesaikan masih sebanyak 0,6 % terdiri dari pembiayaan murabahah
sebanyak 25 orang nasabah (anggota) dan pembiayaan ijarah sebanyak
6 orang nasabah (anggota).
Adapun bentuk-bentuk kemacetan tersebut antara lain : lantaran kena
tipu, lantaran usahanya gulung tikar dan lantaran itikad yang tidak baik.64
6. Penyelesaian Terhadap Produk Yang Macet
Dalam pembahasan ini meliputi yakni : sistim penyelesaiannya,
kendalanya, hasilnya, dan cara menanggulangi pembiayaan yang macet
tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Sistem Penyelesaiannya
Dalam menuntaskan produk yang macet BMT Klaten tidak dengan
cara sanksi tetapi dengan cara ;
1) Menambah waktu pembayaran
2) Menagih dengan cara memberi kesempatan hingga nasabah
bisa (waktu tidak terbatas) dengan pasrah dan mohon
pertolongan kepada Allah.
b. Kendalanya
Memang nasabah dalam keadaan benar-benar tidak mampu, bagi yang
ditambah waktunya pun hingga saatnya juga belum bisa membayar,
64 Danang Pontjo Sudibyo di Klaten, tanggal 22 September 2007
59
dan nasabah pindah daerah tinggal di luar kota tidak memberi tahu
alamatnya kepada BMT Safinah Klaten.
c. Hasilnya
Penyelesaian dengan cara tersebut di atas dilihat dari hasilnya memang
sangat lambat. Adapun nasabah yang berhasil menuntaskan
pembiayaan yang macet tersebut ada yang hingga 4 tahun.
d. Cara menanggulangi pembiayaan yang macet
Di BMT Safinah Klaten ada neraca PPAP akronim dari Penghapusan
Piutang Aktiva Produktif atau disebut Cadangan beresiko.
Cadangan beresiko ini diambilkan dari penentuan margin secara
maksimal yang dicadangkan khusus bagi nasabah yang macet.
Cadangan beresiko yang telah dikumpulkan sebesar Rp. 160 juta dan
untuk menanggulangi pembiayaan yang macet tersebut sebesar
Rp. 123 juta lebih dan ada sisa Rp. 26 juta lebih.65
65 Ibid .
60
BAB III
HUKUM KONTRAK DALAM HUKUM PERDATA INDONESIA
Dalam Bab ini pembahasan meliputi tiga penggalan yakni Tinjauan Umum
wacana kontrak, momentum terjadinya kontrak, Kontrak Nominaatmenurut
aturan perdata Indonesia.
A. Tinjauan Umum Tentang Kontrak
Pembahasan mengenai tinjauan umum wacana kontrak ini meliputi empat
penggalan yakni, istilah dan pengertian kontrak, sumber aturan kontrak, asas
aturan kontrak, dan syarat sahnya kontrak.
1. Istilah dan Pengertian Kontrak
Sebelum membahas istilah dan pengertian kontrak, terlebih dahulu
membahas istilah dan pengertian aturan kontrak sebagaimana telah
disinggung pada Bab terdahulu.
a. Istilah dan Pengertian Hukum Kontrak
Hukum kontrak berasal dari terjemahan bahasa Inggris yakni Contract
of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut istilah Overeenscom
strecht.
Adapun definisi aturan kontrak, sebetulnya Salim H.S. dalam
bukunya yang berjudul Hukum Kontrak mengemukakan pendapat
Michael D. Bayles bahwa, aturan kontrak yaitu sebagai aturan
aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.
61
Pendapat ini mengkaji aturan kontrak dari sisi pelaksanaan perjanjian
yang dibentuk oleh para pihak. Namun belum menyangkut tahap-tahap
pra kontraktual dan kontraktual.
Kemudian Salim H.S juga mengemukakan pendapat Charles L.
Knapp dan Nathan M. Crystal bahwa aturan kontrak yaitu
mekanisme Hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-
harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan
masa tiba yang bervariasi kinerja. Pendapat ini mengkaji Hukum
kontrak demi aspek mekanisme atau mekanisme Hukum.
Selanjutnya Salim HS mengemukakan pendapat bahwa, dari
definisi-definisi tersebut ada aneka macam kelemahan, maka perlu
dilengkapi dan disempurnakan yaitu sebagai berikut : bahwa Hukum
kontrak ialah : Keseluruhan dari kaidah-kaidah Hukum yang mengatur
hubungan Hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akhir Hukum.66
Definisi ini meliputi perbuatan perbuatan Hukum melalui tiga
tahapan, yang pertama tahapan pra contractual yaitu adanya penawaran
dan penerimaan, yang kedua tahapan contractual yaitu adanya
persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak, yang ketiga
tahapan post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian.
66. Salim HS, Hukum Kontrak, hal. 4
62
Makara hakekat Hukum kontrak yaitu janji atau sekumpulan janji
yang sanggup dipaksakan pelaksanaannya, atau sebagai persetujuan yang
sanggup dipaksakan berlakunya berdasarkan hukum.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas sanggup dipahami bahwa
hokum kontrak yaitu kaidah-kaidah Hukum yang mengatur perjanjian
atau kontrak.
b. Istilah Dan Pengertian Kontrak
Istilah dan pengertian kontrak telah penyusun singgung pada Bab
terdahulu. Pengertian istilah kontrak sama saja dengan perjanjian atau
persetujuan.
Pengertian istilah kontrak atau perjanjian sebagaimana yang diatur
dalam pasal 1313 KUP Perdata.
Definisi perjanjian dalam pasal 1313 KUP Perdata tersebut, masih
belum jelas, tidak tampak asas konsensualisme dan bersifat dualisme.
Agar perjanjian tersebut sanggup jelas, maka harus disempurnakan
sebagaimana yang dikemukakan oleh Van Dunne, bahwa perjanjian
yaitu suatu hubungan Hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akhir Hukum.67
Definisi tersebut di atas telah memuat perbuatan Hukum meliputi
pra contraktual, tahap contraktual dan post contraktual.
Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal menyampaikan
bahwa, kontrak yaitu suatu persetujuan antara dua orang atau lebih-
67 Salim HS. Dkk, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), cet I,
(Jakarta : Sinar Grafik a, 2007), hal. 8
63
tidak hanya memperlihatkan kepercayaan, tetapi secara gotong royong
saling pengertian untuk melaksanakan sesuatu pada masa mendatang oleh
seseorang atau keduanya dari mereka.68
Pendapat ini selain mengkaji definisi kontrak, tetapi juga
menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi
sanggup disebut kontrak.
Kemudian berdasarkan Black’s Law Dictionary menyampaikan bahwa,
kontrak yaitu sesuatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang
menimbulkan kewajiban untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu
hal tertentu.69
Definisi tersebut yang pada dasarnya bahwa kontrak dilihat sebagai
persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik
melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu hal.
Menurut Abdul Rasyid Saliman, dkk. Bahwa Kontrak yaitu
kejadian dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan
atau tidak melaksanakan suatu perbuatan tertentu.70
Pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan,
berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga
perjanjian tersebut menimbulkan hubungan Hukum. Dengan demikian
kontrak sanggup menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang
membuat kontrak tersebut.
68 ibid
69 ibid. IG Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting). cet IV (Jakarta :
Kesaint Blanc, 2007), hal.11.
70 Abdul Rasyid Saliman, dkk. Hukum Bisnis untu k Perusahaan Teori dan Conoth Kasus, cet II
(Jakarta : Kencana, 2006), hal 49.
64
Dalam definisi-definisi kontrak tersebut di atas belum menyinggung
pihak-pihak tubuh aturan yang merupakan subyek hukum, menyerupai
halnya dalam prakteknya ketika ini. Dengan demikian berdasarkan Salim
H.S, dkk. Definisi tersebut perlu disempurnakan yakni, bahwa kontrak
atau perjanjian merupakan : “Hubungan aturan antara subyek aturan
yang satu dengan subyek aturan yang lain dalam bidang harta
kekayaan, di mana subyek aturan yang satu berhak atas prestasi dan
begitu juga subyek aturan yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati. 71
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam definisi yang terakhir ini
yaitu sebagai berikut :
1) Adanya hubungan aturan
Hubungan aturan yang menimbulkan akhir hukum. Akibat
aturan merupakan timbulnya hak dan kewajiban.
2) Adanya subyek aturan
Subyek aturan yaitu pendukung hak dan kewajiban
3) Adanya prestasi
Prestasi terdiri atas melaksanakan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak
berbuat sesuatu.
4) Di bidang harta kekayaan
Dari uraian-uraian tersebut di atas pengertian kontrak atau
perjanjian berdasarkan pemahaman penyusun yaitu bentuk kesepahaman
7 1 Salim, H.S, dkk, Perancangan Kontrak., hal. 9
65
suatu obyek tertentu yang mengikat bagi pihak-pihak sebagai subyek
hukum.
2. Sumber Hukum Kontrak
Sumber aturan kontrak dari peraturan perundang-undangan yakni :
a. AB (Algemene Bepalingen Van Wetgeving)
b. KUH Perdata (BW) dalam buku III
c. KUH Dagang
d. Undang-undang nomor 5 tahun 1999 wacana larangan praktek
monopoli dan persaingan perjuangan tidak sehat.
e. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 wacana Jasa kontruksi. Pasal 1
ayat (5) dan pasal 22 wacana jasa kontrsuksi yang diartikan dengan
kontrak kerja kontruksi yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur
hubungan aturan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam
penyelenggaraan pekerjaan kontruksi. 72
Menurut Abdul Saliman dkk sumber aturan kontrak yang bersumber
undang-undang yakni :
a. Persetujuan para pihak (kontrak).
b. Undang-undang, selanjutnya yang lahir dari Undang-undang ini sanggup
dibagi :
1) Undang-undang saja
7 2 Salim H. S., Hukum Kontrak., hal. 15
66
2) Undang-undang lantaran perbuatan, selanjutnya sanggup dibagi :
a) Yang dibolehkan (zaak waaznaming) ;
b) Yang berlawanan dengan hukum. 78
Adapun persetujuan para pihak (kontrak) bersumber pasal 1313 BW,
mengenai undang-undang bersumber pasal 1352 BW, wacana Undang-
undang lantaran perbuatan insan berdasar pasal 1353 BW, kemudian
perbuatan yang sesuai dengan aturan diatur pada pasal 1354, 1359
BW dan perbuatan yang melawan aturan diatur pada pasal 1365
hingga dengan 1380 BW.
3. Asas Hukum Kontrak
Di dalam aturan kontrak dikenal lima macam asas aturan yakni, asas
kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda (asas
kepastian hukum) asas iktikat baik, dan asas kepribadian. 79
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini berdasarkan psala 1338 ayat (1) KUH Perdata yakni : “Semua
persetujuan yang dibentuk secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.” 80
Asas kebebasan berkontrak ini ialah suatu asas yang memperlihatkan
kebebasan kepada para pihak untuk :
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian,
2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
7 8 Abdu l Rasyid Saliman dkk, Hukum Bisnis., h al. 51. Sumber Hukum Kontrak Ini Sama
Dengan Sumber Hukum Perikatan. Ridwan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata,
cet. VI (Bandung : PT. Alumni, 2006), hal. 202.
7 9 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal. 9
8 0 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata ; hal. 307.
67
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratan,
4) Menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.
b. Asas Konsensualisme
Salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua
belah pihak sebagaimana disebutkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH
perdata. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi
cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan
merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibentuk
oleh kedua belah pihak.
Menurut Abdul Rasyid Saliman dkk. Konsensualisme yaitu :
“Perjanjian itu telah terjadi jikalau telah ada consensus antara pihak-pihak
yang mengadakan kontrak.” 81
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini disebut juga asas kepastian aturan yang bekerjasama dengan
akhir perjanjian. Asas ini merupakan asas yang memberi arti bahwa
pihak lain harus menghormati substansi kontrak yang dibentuk kedua
belah pihak layaknya sebuah undang-undang.
Yang mendasari asas Pacta sunt servanda ini dalam pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata.
8 1 Abdul Rasyid Saliman dkk., Hukum Bisnis., hal. 50
68
d. Asas Iktikat Baik
Asas doktrin baik ini berdasarkan pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata
yang bunyinya : “Persetujuan harus dilaksanakan dengan doktrin
baik.” 82
Asas doktrin baik dibagi dua macam yaitu doktrin baik nisbi yang
mana orang memperhatikan sikap dan tingkah laris yang nyata dari
subyek dan doktrin baik mutlak, yakni penilaiannya terletak pada budi
sehat dan keadilan, dibentuk ukuran yeng obyektif untuk menilai keadaan
dengan tidak memihak berdasarkan norma-norma yang obyektif. 83
e. Asas Kepribadian (personalitas)
Asas kepribadian yaitu asas yang menetukan bahwa seseorang yang
akan melaksanakan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja (pasal 1315 KUH Perdata) atau perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya (pasal 1340 KUH Perdata).
Namun ada pengecualian, pasal 1317 KUH Perdata, perjanjian sanggup
pula diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Sedangkan pasal 1318
KUH Perdata, perjanjian tidak hanya untuk mengatur diri sendiri,
tetapi juga untuk kepentingan jago warisnya dan untuk orang-orang
yang memperoleh hak dari padanya.
8 2 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata., hal. 307
8 3 Salim H. S., Hukum Kontrak., hal. 11
69
Di samping asas-asas tersebut di atas ada beberapa asas lain dalam
standar kontrak yakni :
a. Asas Kepercayaan
b. Asas Persamaan Hak
c. Asas Keseimbangan
d. Asas Kepastian Hukum
e. Asas Moral
f. Asas Kepatutan
g. Asas Kebiasaan
h. Asas Perlindungan. 84
4. Syarat Sahnya Kontrak
Syarat-syarat untuk sahnya suatu kontrak atau perjanjian disebutkan dalam
pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ;
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian ;
c. Mengenai suatu hal tertentu ;
d. Suatu alasannya yaitu yang halal ;
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, lantaran
mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian.
Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif
8 4 Ibid., hal. 13. Abdul Rasyid Saliman dkk, Hukum Bisnis., hal. 50
70
lantaran mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan aturan
yang dilakukannya. 85
Dalam hal ini syarat subyektif dengan syarat obyektif tidak
terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, dari semula
tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk
melahirkan suatu perikatan aturan yaitu gagal. Dengan demikian, maka
tidak ada dasar untuk saling menuntut di depan hakim. 86
Dalam hal syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya
bukan batal demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang sanggup meminta
abolisi itu, yaitu pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memperlihatkan sepakatnya secara tidak bebas. Jadi, perjanjian yang telah
dibentuk itu mengikat juga, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas
permintaan pihak yang berhak meminta abolisi tadi. Dengan
demikain, nasib suatu perjanjian menyerupai itu tidaklah niscaya dan tergantung
pada kesediaan suatu pihak untuk mentaatinya. 87
Dalam syarat sepakat atau juga dinamakan perizinan, yang
dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus
sepakat, sepakat atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari
8 5 ibid., hal. 13. Abdul Rasyid Saliman dkk, Hukum Bisnis., hal. 50
8 6 ibid., hal. 20 Hasanuddin Rahman, Contract Drafing Seri Ketrampilan Merancang Kontrak
Bisnis. (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 8
8 7 Ibid.
71
perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu
juga dikehendaki oleh pihak lain.
Jika dilihat dari asas konsensualitas bahwa pada dasarnya perjanjian
yang timbul, karenanya itu sudah lahirkan semenjak detik tercapainya
kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah. 88
Menurut Ridwan Syahrani, kesepakatan itu terjadi, jikalau para pihak
yang membuat perjanjian itu pada suatu ketika gotong royong berada di satu
daerah dan disitulah dicapai kata sepakat. 89
Dalam hal syarat cakap untuk membuat suatu perjanjian.
Cakap yaitu merupakan syarat umum untuk sanggup melaksanakan
perbuatan aturan secara sah. Yakni harus sudah dewasa, sehat budi pikiran
dan tidak dihentikan oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan sesuatu perbuatan tertentu. 90
Adapun orang-orang yang berdasarkan undang-undang dinyatakan tidak
cakap untuk melaksanakan perbuatan aturan yakni :
a. Orang-orang yang belum dewasa, yaitu anak yang belum mencapai
umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pekawinan.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1330 KUH Perdata jo pasal 47
Undang-undang No. tahun 1974. 91
8 8 Hasanuddin Rohman, Contract Drafting., hal. 9
8 9 Riduan Syahrani, Seluk Beluk, hal. 206.
9 0 Ibid., hal. 208
9 1 Arso Sosroatmodjo dan Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia., Cet. I Jakarta :
Bulan Bintang, 1974), hal. 93.
72
b. Orang-orang yang dibawah pengampuan, yaitu orang-orang remaja
tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros hal ini
disebutkan dalam psal 1330 Jo pasal 433 KUH Perdata. 92
c. Orang-orang yang dihentikan undang-undang untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan tertentu, contohnya orang dinyatakan pailit, yang
disebutkan pasal 1330 KUH Perdata.
Adapun mengenai suatu hal tertentu. Suatu perjanjian harus
mempunyai pokok (obyek) suatu barang yang paling sedikit ditentukan
jenisnya. Sedangkan mengenai jumlahnya sanggup tidak ditentukan pada
waktu dibentuk perjanjian asalkan nanti sanggup dihitung atau ditentukan
jumlahnya dalam hal ini diatur pada pasal 1333 KUH Perdata.
Namun secara yuridis setiap perjanjian dan persetujuan atau kontrak
harus mencantumkan secara terperinci dan tegas apa yang menjadi obyeknya
alasannya yaitu bila tidak dibentuk secara rinci, sanggup menimbulkan ketidakpastian
atau kekeliruan. 93
Adapun syarat alasannya yaitu yang halal yaitu : dengan alasannya yaitu ini
dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian. Dengan alasannya yaitu yang halal
itu, sesuatu yang mengakibatkan seorang membuat suatu perjanjian atau
dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak
diperdulikan oleh undang-undang. Yang diperhatikan oleh aturan atau
undang-undang hanyalah tindakan dari dalam masyarakat. 94
9 2 R. Subekti dan R. Tjoitro Sudibio, KUH Perdata., hal. 306 dan 137.
9 3 Syahmin A.K., Hukum Kontrak., hal. 15
9 4 Subekti, Hukum Perjanjian., hal. 19
73
Sebab yang halal disebutkan pada pasal 1336 KUH Perdata, berdasarkan
Hasanudin Rohman yang dimaksudkan yaitu merupakan dasar bagi suatu
perjanjian yang tanpa alasannya yaitu menjadi perjanjian yang sah asalkan ada
sesuatu yang halal. 95
B. Momentum Terjadinya Kontrak
Dalam pembahasan ini meliputi tiga penggalan yakni, momentum terjadinya
kontrak. Bentuk Kontrak dan teknik penyusunan kontrak.
1. Momentun Terjadinya Kontrak
Di dalam KUH Perdata tidak disebutkan secara tegas wacana
momentum terjadinya kontrak. Dalam pasal 1320 KUH Perdata hanya
disebutkan cukup dengan adanya konsensus para pihak. Diberbagai
literature disebutkan empat teori yang membahas momentum terjadinya
kontrak.
Adapun empat teori tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Uitings theorie (teori ketika melahirkankemauan).
Menurut teori ini perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah
dilahirkan kemauan menerimanya dari pihak lain. Kemauan ini sanggup
dikatakan telah dilahirkan pada waktu pihak lain mulai menulis surat
penerimaan.
b. Verzend theorie (teori ketika mengirim surat penerimaan)
9 5 Hasanauddin Rahman, Contract Drafting., hal. 11
74
Menurut terori ini perjanjian terjadi pada ketika surat penerimaan
dikirimkan kepada si penawar.
c. Ontvangs theorie (teori ketika mendapatkan surat penerimaan)
Menurut teori ini perjanjian terjadi pada ketika mendapatkan surat
penerimaan hingga di alamat si penawar.
d. Vernemings theorie (teori ketika mengetahui surat penerimaan)
Menurut teori ini perjanjian gres terjadi, apabila si penawar telah
membuka dan membaca surat penerimaan itu. 96
Para jago aturan dan yurisprudensi di negeri Belanda semuanya sama
menolak uitings theorie dan verzend theorie, tetapi mereka berbeda
pendapat mengenai kedua teori lainnya. 97
Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian, menyatakan
bahwa berdasarkan anutan yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus
dianggap dilahirkan pada ketika di mana pihak yang melaksanakan penawaran
mendapatkan yang termaktub dalam surat tersebut, alasannya yaitu detik itulah sanggup
dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasanya mungkin ia
tidak membaca surat itu, hal itu menjadi tanggung jawab sendiri.
Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya. 98
Bahwa momentum terjadinya perjanjian itu, yakni pada ketika terjadinya
persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditur dan debitur. 99
9 6 Ridwan Syahrani, Seluk Beluk., hal, 206. Syahmin AK, Hukum Kontrak., hal. 38.
9 7 ibid.
9 8 Subekti, Hukum Perjanjian., hal. 28
9 9 Syahmin AK, Hukum Kontrak., hal. 40
75
Menurut Ahmadi Miru, bahwa tidak semua kontrak lahir pada ketika
tercapainya kesepakatan, hal ini tergantung pada jenis kontrak tersebut.
Ada dikenal tiga jenis kontrak yakni ;
a. Kontrak konsensual
Kontrak ini lahir pada ketika tercapainya kesepakatan mengenai unsur
esensial dari kontrak.
b. Kontrak formal
Kontrak ini lahir pada ketika telah dilakukannya formalitas tertentu, yaitu
dilakukan secara tertulis.
c. Kontrak riil
Kontrak ini lahir pada ketika diserahkannya barang yang menjadi obyek
kontrak. 100
Meskipun bahwa kontrak formal lahir sesudah dilakukan secara
tertulis, tidak semua kontrak tertulis dinamakan kontrak formal lantaran
kontrak yang dibentuk secara tertulis kemungkinan dilatarbelakangi dua hal
yakni : lantaran perintah undang-undang dan kehendak para pihak kontrak
yang ditulis lantaran kehendak Undang-undang merupakan kontrak formal,
.kontrak yang ditulis lantaran kehendak para pihak hanyalah semata-mata
untuk keperluan pembuktian, bukan merupakan syarat yang menentukan.
2. Bentuk Kontrak
Dalam praktek dikenal tiga bentuk kontrak yakni :
a. Kontrak baku (Standard Contract)
1 00 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 38
76
Kontrak baku yaitu perjanjian yang hampir seluruh klausalnya
dibakukan dan dibentuk dalam bentuk formulir.
b. Kontrak Bebas
Kebebasan berkontrak ini diatur pada pasal 1338 KUH Perdata.
Prinsipnya kebebasan berkontrak itu masih harus memperhatikan
prinsip kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Kontrak Tertulis dan Tidak Tertulis
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis yakni :
1) Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak
yang bersangkutan saja. Perjanjian ini hanya mengikat para pihak
yang membuat perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan
mengikat pihak ketiga.
2) Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisasi tanda tangan
para pihak. Fungsi kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-
mata hanya untuk melegalisasi kebenaran tanda tangan para pihak.
Tidak pada isi perjanjian.
3) Perjanjian yang dibentuk di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk
sertifikat notariel. Akta notariel ini yaitu sertifikat yang dibentuk di hadapan
dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu. Dokumen ini
merupakan alat bukti yang sempur na bagi para pihak yang
bersangkutan maupun pihak ketiga. 101
1 01 Syahmin AK, Hukum Kontrak. hal. 43
77
Bila diperhatikan praktek sehari-hari kontrak atau perjanjian
yang dilakukan seseorang biasanya dibentuk secara tertulis. Dengan
demikian tampak menjurus kepada pembuatan akta.
Sedangkan yang dimaksud sertifikat yaitu : “Suatu pernyataan
tertulis yang ditandatangani, dibentuk oleh seseorang atau oleh pihak-
pihak dengan maksud sanggup dipergunakan sebagai alat bukti dalam
proses hukum”. 102
Sehubungan dengan itu undang-undang mengaturnya dalam
pasal 1867 KUH Perdata yakni “Pembuktian dengan goresan pena
dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-
goresan pena di bawah tangan.” 103
Suatu sertifikat otentik dan resmi yaitu suatu sertifikat yang di dalam
bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibentuk oleh atau
di hadapan pejabat-pejabat umum yang berwenang untuk itu.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1868 KUH Perdata jo pasal
165 HIR, bahwa, “Suatu sertifikat outentik yaitu suatuakta yang
di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibentuk oleh
atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di
daerah di mana sertifikat itu dibuatnya. 104
Sedang sertifikat di bawah tangan diatur pasal 1874 – 1880 KUH
Perdata. Adapun sertifikat di bawah tangan yakni surat-surat, daftar
1 02 I. G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak., hal. 12
1 03 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata., hal. 419
1 04 ibid., hal. 419. Diterbitkan oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Kumpulan Peraturan
Undang-undang Dalam Lingkungan Peradilan Agama (ttp : tnp. 1992), hal. 103.
78
(register), catatan mengenai rumah tangga dan surat-surat lainnya
yang dibentuk tanpa sumbangan seorang pejabat. 105
Dalam hal ini apabila pihak yang menandatangani suatu
perjanjian tersebut mengakui dan tidak menyangkal, sertifikat tersebut
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan sertifikat resmi
atau otentik. Namun bila disangkal, pihak yang mengajukan surat
perjanjian itu diwajibkan untuk mengambarkan kebenarannya. 106
3. Teknik Penyusunan Kontrak
Dalam pembahasan teknik penyusunan kontrak ini sanggup dibagi dua tahap
yakni tahap-tahap dalam perancangan kontrak dan struktur dan anatomi
kontrak.
a. Tahap-tahap dalam perancangan Kontrak
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan wacana tahapan-tahapan
dalam perancangan kontrak dan salah satunya pendapatnya yang
dikemukakan oleh I Nyoman Mudana dkk yakni bahwa ada tiga tahap
dalam perancangan kontrak di Indonesia yakni : tahap pra perancangan
kontrak, perancangan kontrak dan pasca perancangan kontrak, yaitu
sebagai berikut : 107
1) Pra Perancangan Kontrak
Tahap ini merupakan tahap sebelum kontrak dirancang dan disusun
ada empat hal yang harus diperhatikan meliputi :
1 05 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Ed. III. Cet. I (Yogyakarta :
Liberty, 1988), hal. 121.
1 06 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Cet. I
(Jakarta : Yayasan Al Hikmah, 200 0), hal. 141.
1 07 Salim HS. Dkk., Perancangan Kontrak., hal. 85
79
a) Identifikasi para pihak
Tahap identifikasi para pihak merupakan tahap untuk
menentukan dan memutuskan identitas para pihak yang akan
mengadakan kontrak. Identitas harus terperinci dan mempunyai
kewenangan aturan membuat kontrak yakni sudah remaja atau
sudah kawin.
b) Penelitian awal aspek terkait
Seperti kaitannya dengan unsur pembayaran, ganti rugi dan
perpajakan.
c) Pembuatan Memorandum of Understanding (MoU)
Merupakan nota kesepahaman yang disebut oleh pihak sebelum
kontrak dibentuk secara rinci. MoU ini memuat aneka macam
kesepakatan.
d) Negosiasi
Negosiasi yaitu tahap untuk menentukan obyek dan substansi
kontrak yang dibentuk para pihak. Negosiasi juga merupakan
proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan.
2) Tahap Perancangan Kontrak
Perancangan kontrak ini memerlukan ketelitian para pihak maupun
notaris. Dalam tahap ini ada lima tahap yakni :
a) Pembuatan Draf Kontrak
b) Saling menukar Draf
c) Perlu diadakan revisi
80
d) Penyelesaian simpulan atau menyudahi naskah kontrak
e) Penutup
3) Pasca Perancangan Kontrak
Setelah kontrak telah dibentuk dan ditanda tangani oleh para pihak,
maka ada dua hal yang harus diperhatikan yakni :
a) Pelaksanaan dan penafsiran
Setelah kontak disusun barulah sanggup dilaksanakan. Kadang-
kadang kontrak yang telah disusun tidak terperinci atau tidak
lengkap, sehingga masih diperlukannya penafsiran yang diatur
dalam pasal 1342 hingga dengan 1351 KUH Perdata.
b) Alternatif penyelesaian sengketa
b. Struktur dan anatomi kontrak
Struktur kontrak yaitu susunan dari kontrak yang akan dibentuk atau
dirancang. Adapun anatomi kontrak berkaitan dengan letak dan
hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan penggalan yang lainnya.
Para jago berbeda pandangan wacana apa yang menjadi struktur dan
anatomi kontrak. Berdasarkan hasil analisis terhadap aneka macam kontrak
yang berdimensi nasional sanggup menentukan struktur kontrak menjadi 12
hal pokok. 108 yakni meliputi :
1) Judul kontrak
2) Pembukaan kontrak
1 08 ibid., hal. 98
81
Ada dua model pembukaan kontrak yakni tanggal kontrak
disebutkan pada penggalan awal kontrak dan tanggal kontrak
disebutkan pada penggalan simpulan kontrak.
3) Komparasi, yakni penggalan yang memuat identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak secara lengkap
4) Resital (konsiderans atau pertimbangan)
Resital yaitu klarifikasi resmi atau latar belakang atas suatu
keadaan dalam suatu perjanjian. Dalam resital juga dicantumkan
alasannya yaitu yang halal.
5) Definisi
Adalah rumusan istilah-istilah yang dicantumkan dalam kontrak
6) Pengaturan hak dan kewajiban (Substansi Kontrak)
Pada dasarnya, substansi kontrak merupakan kehendak dan
keinginan para pihak yang berkepentingan. Diharapkan sanggup
meliputi keinginan-keinginan para pihak secara lengkap
termasuk obyek kontrak, hak dan kewajiban para pihak dan lain-
lain.
7) Domisili
Domisili yaitu daerah kediaman, daerah seseorang melaksanakan
perbuatan aturan
82
8) Keadaan memaksa (Force mejeure)
Adalah suatu keadaan ketika debitur tidak sanggup melaksanakan
prestasinya pada kreditur yang disebabkan adanya kejadian yang
berada diluar kekuasaannya.
9) Kelalaian dan Pengakhiran kontrak
Adalah lalai atau tidak dilaksanakannya kewajiban oleh salah satu
pihak atau debitur, sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak.
10) Pola penyelesaian sengketa
Di setiap kontrak yang dibentuk oleh para pihak selalu dicantumkan
wacana pola penyelesaian sengketa.
11) Penutup
12) Tanda tangan
C. Kontrak Nominaat Menurut Hukum Perdata Indonesia
Dalam pembahasan kontrak nominaat ini sanggup dibagi tiga penggalan yakni
pembahasan wacana istilah dan pengertian kontrak nominaat dan wacana
jenis-jenis kontrak nominaat, dan penyelesaian sengketa dalam kontrak.
1. Istilah dan Pengertian Kontrak Nominaat
Istilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari bahasa Inggris
yakni Nominaat Contract. Kontrak nominaat sama artinya dengan
perjanjian berjulukan atau benoemde dalam bahasa Belanda. Kontrak
nominaat disebutkan dalam pasal 1319 KUH-Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang
83
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang
termuat dalam penggalan ini dan penggalan yang lalu.” 109
Di dalam pasal 1319 KUH Perdata tersebut dijelaskan bahwa
perjanjian dibedakan menjadi dua macam yakni ; Perjanjian berjulukan
(nominaat) dan tidak berjulukan (innominaat).
2. Jenis-jenis Kontrak Nominaat
Kontrak nominaat diatur dalam buku III KUH Perdata, ada 15 (lima belas)
jenis kontrak nominaat yakni :
1. jual beli, 2. tukar menukar, 3. sewa menyewa, 4. perjanjian melaksanakan
pekerjaan, 5. persekutan perdata, 6. tubuh hukum, 7. hibah, 8. penitipan
barang, 9. pinjam pakai, 10. pemberian kuasa, 11. pinjam meminjam, 12.
bunga tetap atau abadi, 13. perjanjian untung-untungan, 14. penanggungan
utang, 15. perdamaian. 110
Dari jenis-jenis kontrak tersebut di atas yang penyusun bahas hanya dua
jenis yakni, wacana jual beli dan sewa menyewa.
a. Jual Beli
Dalam pembahasan jual beli ini meliputi wacana pengertian jual beli,
lahirnya jual beli, subyek dan obyek jual beli, kewajiban penjual dan
pembeli.
1) Pengertian Jual Beli
Definisi jual beli berdasarkan R. Subekti yaitu sebagai berikut,
“Jual beli (menurut BW) yaitu suatu perjanjian bertimbal balik
1 09 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal. 47
1 10 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal. 48
84
dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang
lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri
atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik
tersebut.” 111
Menurut I.G. Rai Wijaya pengertian jual beli sebagaimana
dalam KUH Perdata adalah, ”Suatu perjanjian atau suatu
persetujuan timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang
berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain, yaitu
pembeli, dan pembeli membayar harga yang telah dijanjikan.” 112
Dalam pasal 1457 KUH Perdata yakni yang dimaksud dengan
jual beli yaitu suatu persetujuan dengan mana pihak satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. 113
Dari aneka macam definisi tersebut di atas oleh Salim H.S sanggup
diformulasikan definisi jual beli secara lengkap yakni, perjanjian
jual beli adalah., “Suatu perjanjian yang dibentuk antara pihak
penjual dan pembeli, di dalam perjanjian itu pihak penjual
berkewajiban untuk menyerahkan obyek jual beli kepada pembeli
dan berhak mendapatkan harga dan pembeli berkewajiban untuk
membayar harga dan berhak mendapatkan obyek tersebut. 114
1 11 R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. X, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995) hal. 1
1 12 I.G. rai Wijaya, Merancang., hal. 150
1 13 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, h al. 327
1 14 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal.49
85
Adapun unsur-unsur yang terkandung dari definisi-definisi
tersebut di atas yakni :
a) Adanya subyek aturan yaitu penjual dan pembeli
b) Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli wacana barang
dan harga
c) Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual
dan pembeli.
2) Lahirnya Jual Beli
Perjanjian jual beli itu lahir yakni, perjanjian jual beli itu sudah
dilahirkan pada detik tercapainya sepakat mengenai barang dan
harga. Begitu kedua belah pihak sepakat wacana barang dan harga
maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. 115
Lahirnya jual beli telah disebutkan pada pasal 1458 KUH
Perdata yakni : ”Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua
belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat
wacana kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu
belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar.” 116
Menurut M. Yahya Harahap, wacana persetujuan jual beli,
dianggap sudah berlangsung antara pihak penjual dan pembeli,
apabila mereka telah menyetujui dan bersepakat wacana keadaan
1 15 R. Subekti., Aneka Perjanjian., hal. 2
1 16 R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, KUH Perdata., hal. 327
86
benda dan harga barang tersebut, sekalipun barangnya belum
diserahkan dan harganya belum dibayarkan. 117
Dari hal tersebut di atas sanggup diketahui bahwa barang dan
hargalah yang menjadi essensialia perjanjian jual beli. Tanpa ada
barang yang hendak dijual, tak mungkin terjadi jual beli.
Sebaliknya jikalau barang oyek jual beli tidak dibayar dengan suatu
harga, jual beli dianggap tidak ada.
Adapun mengenai tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh
kedua belah pihak dengan mengucapkan “setuju”, “oke” dan lain-
lain sebagaimana dengan gotong royong menaruh tanda tangannya,
di bawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti)
bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera
di atas goresan pena itu.
3) Subyek dan Obyek Jual Beli
a) Subyek jual beli
Pada dasarnya semua orang atau tubuh aturan sanggup menjadi
subyek dalam perjanjian jual beli, yakni bertindak sebagai
penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah
remaja dan atau sudah nikah.
Menurut M. Yahya Harahap bahwa, kreditur dan debitur itulah
yang menjadi subyek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas
1 17 M. yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Cet II( Bandung : PT Alumni, 1986).
Hal. 181
87
prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. 118
Dalam arti penjual dan pembeli itulah yang menjadi subyek
perjanjian jual beli.
b) Obyek jual beli
Yang sanggup menjadi obyek dalam jual beli yaitu semua benda
bergerak dan tidak bergerak, baik berdasarkan tumpukan, berat,
ukuran dan timbangannya. Sedangkan yang tidak
diperkenankan untuk diperjualbelikan yaitu ; benda atau
barang orang lain, barang yang tidak diperkenankan oleh
undang-undang menyerupai narkoba, bertentangan dengan
ketertiban dan kesusilaan yang baik. 119
Menurut M. Yahya Harahap, obyek jual beli, ialah segala
sesuatu yang sanggup dijadikan obyek harta benda dan harta
kekayaan dalam arti yang sanggup dijadikan obyek jual beli ialah
segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan, contohnya termasuk
perusahaan dagang, porsi warisan dan sebagainya. Bukan
hanya benda yang sanggup dilihat wujudnya, tetapi semua benda
yang sanggup bernilai kekayaan, baik yang nyata maupun yang
tidak berwujud. Hal ini sesuai pasal 1332 KUH Perdata :
Hanya barang-barang yang bisa diperniagakan saja yang boleh
dijadikan obyek persetujuan. 120
1 18 ibid., hal. 15
1 19 Salim H.S., Hukum Kontrak., hal. 51
1 20 M. YAhya Harahap, Segi-segi Hukum., hal. 182
88
4) Kewajiban penjual dan Pembeli
a) Kewajiban penjual
Bagi pihak penjual ada dua kewajiban utama sebagaimana
diatur dalam pasal 1474 KUH Perdata yang pada pokoknya
yakni ;
1) Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan.
2) Menanggung kenikmatan tentram atas barang tersebut dan
menagggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi. 121
Kewajiban menyerahkan hak milik, meliputi segala perbuatan
yang menuruthukum dibutuhkan untuk mengalihkan hak milik
atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada
pembeli.
b) Kewajiban pembeli
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian
pada waktu dan di daerah sebagaimana ditetapkan berdasarkan
perjanjian. 122 Kewajiban membayar harga disebutkan pada
pasal 1513 KUH Perdata.
Adapun mengenai daerah pembayaran, jikalau pada waktu
membuat perjanjian tidak ditetapkan wacana daerah dan waktu
pembayaran, maka si pembeli harus membayar ditempat dan
pada waktu di mana penyerahan barangnya harus dilakukan
sebagaimana dimaksud padal 1514 KUH Perdata .
1 21 R. Subekti, Aneka., hal. 8
1 22 ibid., hal. 20
89
Adapun resiko pada ketika lahirnya jual beli ditanggung pembeli
sebagaimana dimaksud pasal 1460 KUH Perdata.
b. Sewa Menyewa
Dalam pembahasan sewa menyewa ini meliputi pengertian sewa
menyewa, kewajiban yang menyewakan, kewajiban penyewa, resiko,
berakhirnya sewa.
1) Pengertian sewa menyewa
Sewa menyewa yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memperlihatkan kepada pihak lainnya
kenikmatan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu
barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu
harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi
pembayarnnya. Pengertian ini disebutkan pada pasal 1548 KUH
Perdata. 123
Dari rumusan tersebut di atas terkandung beberapa unsur sewa
menyewa yakni ;
a) Merupakan suatu perjanjian antara pihak yang menyewakan
dengan pihak penyewa.
b) Terdapat pihak-pihak yang mengikatkan diri
c) Pihak yang satu memperlihatkan kenikmatan atas suatu barang
kepada pihak lain, selama suatu waktu tertentu ;
1 23 R. Subekti dan R. Tjitro Sudibio, KUH Perdata., hal. 340
90
d) Dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak
yang lainnya.
Pasal sewa menyewa tersebut bahwa barang yang menjadi
obyek sewa menyewa bukan untuk dimiliki, tetapi hanya untuk
dinikmati. 124
Obyek persetujuan atau perjan jian sewa menyewa meliputi
segala jenis benda, baik atas benda berwujud, tak berwujud,
maupun benda bergerak dan tidak bergerak, jadi obyek sewa
menyewa yaitu benda yang sanggup disewakan dan sanggup dinikmati,
bermanfaat.
2) Kewajiban yang menyewakan
Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban sebagaimana
di atas dalam pasal 1550 KUH Perdata, ada tiga macam yakni ;
a) Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada
pihak Penyewa.
b) Kewajiban pihak yang menyewakan untuk memelihara barang
yang disewa selama waktu yang diperjanjikan, sehingga barang
yang disewa tadi tetap sanggup dipergunakan dan dinikmati sesuai
dengan hajat yang dimaksud pihak penyewa.
c) Pihak yang menyewakan wajib memberi ketentraman kepada
si penyewa, menikmati barang yang disewa, selama perjanjian
sewa berlangsung. 125
1 24 M. Yahya Harahap, Segi-segi., hal. 222
91
3) Kewajiban Penyewa
Bagi penyewa ada dua kewajiban utama yakni ;
a) Memakai barang yang disewa sebagai seorang “Bapak rumah
yang baik”, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang
itu berdasarkan perjanjian sewanya sebagaimana klarifikasi
pasal 1560 ayat (1) KUH Perdata : Pemakaian barang yang
disewa harus dilakukan si penyewa sebagai seorang bapak yang
berbudi. (Dalam arti merawatnya seperti itu barang
kepunyaan sendiri).
b) Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan
berdasarkan perjanjian. 126
4) Resiko Dalam Sewa Menyewa
Menurut pasal 1553 KUH Perdata, dalam sewa menyewa itu
resiko mengenai barang yang disewakan dipikul oleh si pemilik
barang, yaitu pihak yang menyewakan.
Sedangkan yang dimaksud resiko yaitu kewajiban untuk
memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian yang
terjadi di luar kesalahan satu pihak, yang menimpa barang yang
menjadi obyek dari suatu perjanjian. 127
5) Berakhirnya Sewa
Pada dasarnya sewa menyewa akan berakhir, secara umum
undang-undang memberi beberapa ketentuan yakni :
1 25 ibid, hal. 223
1 26 Subekti, Hukum Perjanjian., hal. 92
1 27 ibid.
a) Berakhir sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara
tertulis sebagaimana disebutkan dalam pasal 1576 KUH
Perdata.
b) Sewa menyewa yang berakhir dalam waktu tertentu yang
diperjanjikan secara verbal telah disinggung pasal 1571 KUH
Perdata yaitu perjanjian sewa dalam jangka waktu tertentu,
tetapi diperbuat secara lisan. Perjanjian menyerupai ini tidak
berakhir tepat waktu yang diperjanjikan. Dia berakhir sesudah
adanya “pemberitahuan”, dari salah satu pihak, itupun dengan
memperhatikan jangka waktu yang layak.
c) Pengakhiran sewa menyewa baik tertulis maupun lesan yang
tidak ditentukan batas waktu berakhirnya.
Dalam bentuk sewa menyewa menyerupai ini secara umum sanggup
ditarik suatu pegangan : penghentian dan berakhirnya berjalan
hingga pada ketika yang “dianggap pantas” oleh kedua belah
pihak, pegangan ini dibentuk lantaran undang-undang tidak
mengaturnya.
d) Ketentuan khusus pengakhiran sewa pasal 1579 KUH Perdata
menentukan, pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri
sewa atas alasan, mau digunakan sendiri barang yang disewakan.
Kecuali hal ini telah ditentukan lebih dulu dalam perjanjian. 128
1 28 M. Yahya Harahap, Segi-segi., hal. 238
93
3. Penyelesaian Sengketa Dalam Kontrak
Pada umumnya setiap kontrak (perjanjian) yang dibentuk para pihak
harus sanggup dilaksanakan dengan sukarela atau itikat baik, namun dalam
prakteknya kontrak yang telah dibentuk seringkali dilanggar.
Adapun pola penyelesaian sengketa sanggup dibagi menjadi dua macam
yaitu : Melalui pengadilan dan alternatif penyelesaian sengketa.
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu suatu pola
penyelesiaan sengketa yang terjadi antara para pihak yang diselesaikan
oleh pengadilan, putusannya bersifat mengikat.
Sedangkan penyelesian sengketa melalui alternatif penyelesaian
sengketa yaitu forum penyelesian sengketa atau beda pendapat
melalui mekanisme yang disepakati para pihak. Berdasarkan undang-undang
Nomor 30 tahun 1999 wacana arbitrase dan alternative pilihan
penyelesaian sengketa, disebutkan dalam pasal 1 ayat (10) cara
penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa dibagi
menjadi lima cara yaitu : a. konsultasi, b. negosiasi, c. mediasi,
d. konsiliasi, e. pemberian pendapat hukum. 129
Pada umumnya penyelesaian sengketa diatur secara tegas dalam
kontrak, para pihak sanggup menentukan melalui pengadilan atau di luar
pengadilan.
1 29 Gunawan Widjaya, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2005), hal. 85.
94
BAB IV
AKAD-AKAD DALAM FIQIH MUAMALAH
Di dalam penggalan ini meliputi empat pembahasan yakni : Tinjauan umum
wacana akad, unsur-unsur yang membentuk akad, kedudukan komitmen dalam Fiqih
muamalah, khiyar komitmen dan berakhirnya akad.
A. Tinjauan Umum, Tentang Akad
Dalam pembahasan ini meliputi ; pengertian akad, dasar-dasar akad, asas-
asas komitmen dan macam-macam komitmen yaitu sebagai berikut :
1. Pengertian komitmen
a. Menurut Bahasa
Akad yang berasal dari kata al-‘Aqd jamaknya al-‘Uqud berdasarkan
bahasa mengandung arti al-Rabtb. al-Rabtb yang berarti, ikatan,
mengikat. 130
Menurut Mustafa al-Zarqa’ dalam kitabnya al-Madhkal al-Fiqh
al’Amm, bahwa yang dimaksud al-Rabtb yang dikutib oleh Ghufron
A. Mas’adi yakni ; “Menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali
dan mengikatkan salah satu pada yang lainnya hingga keduanya
bersambung dan menjadi menyerupai seutas tali yang satu.” 131
1 30 Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus Arab, Indonesia, Inggris, cet. III (Jakarta :
Mutiara, 1964), hal. 112
1 31 Mustafa al-Zarqa’, al-Madkal al-Fiqh al-‘amm, jilid I (Beirut : Darul Fikri, 1967 – 19 68),
hal. 291. Dikutib oleh Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Cet. I, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 75
95
Selanjutnya komitmen berdasarkan bahasa juga mengandung arti al-Rabthu
wa al syaddu132 yakni ikatan yang bersifat indrawi (hissi) menyerupai
mengikat sesuatu dengan tali atau ikatan yang bersifat ma’nawi menyerupai
ikatan dalam jual beli.
Dari aneka macam sumber bahwa pengertian komitmen berdasarkan bahasa
pada dasarnya sama yakni komitmen secara bahasa yaitu pertalian antara dua
ujung sesuatu.
b. Menurut Istilah
Pada Bab terdahulu telah disinggung wacana pengertian komitmen pada
umumnya. Adapun pengertian komitmen berdasarkan istilah yakni terdapat
definisi banyak bermacam-macam diantaranya ;
1) Yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abidin dalam kitabnya radd
al-Muhtar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar yang dikutib oleh Nasrun
Haroen. Definisi komitmen yakni : Pertalian ijab (pernyataan melaksanakan
ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan
kehendak syariat yang kuat pada obyek perikatan. 133
2) Definisi yang dikemukakan oleh wahbah al Juhailli dalam kitabnya
al Fiqh Al Islami wa adillatuh yang dikutib oleh Rachmat
Syafei. 134
1 32 Abd. Ar-Rahman bin ‘Aid, ‘Aqad al-Muqawalah, cet. I (Riyad : Maktabah al-Mulk, 2004,
hal. 25).
1 33 Ibnu ‘Abidin, Radd al-Muktar ‘ala ad-Dur al-Mukhtar, dikutib oleh Nasrun Haroen, Fiqh
Mu’amalah, cet. III (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), hal 97
1 34 Wahbah Al Juhailli, Al Fiq h Al-Islami Wa Ad illatuh, dikutib oleh Rachmat Syafei, Fiqih
Muamalah, cet. III (Bandung : Pustaka setia, 2006), hal. 43.
Artinya : “Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata
maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua
segi.”
3) Definisi yang dikemukakan oleh ‘Abdul Rahman bin ‘Aid dalam
karya ilmiahnya ‘Aqad al-Maqawalah yakni :
Yang maksudnya : Pertalian ijab dan qabul sesuai dengan
kehendak syariat pada segi yang tampak dan berdampak pada
obyeknya.
4) Menurut hasbi Ash-Shiddieqy definisi komitmen ialah ; perikatan antara
ijab dengan qabul secara yang dibenarkan syara’ yang memutuskan
keridlaan kedua belah pihak. 136
Dari definisi-definisi komitmen tersebut di atas sanggup diketahui bahwa komitmen
tersebut meliputi subyek atau pihak-pihak, obyek dan ijab qabul.
2. Dasar-dasar Akad
Adapun dasar-dasar komitmen diantaranya :
a. Firman Allah dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 1 yakni :13 7
Artinya : hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. 138
1 35 ‘Abd. Ar-Rahman Bin ‘Aid, ‘Aqad., hal. 26
1 36 T.M. Hasbi Ash-Shieddieqy, Pengantar Fiqh., hal. 21
1 37 Q. S. Al Maidah (5) : 1
Maksud ”
“ “adalah bahwa setiap mu’min
berkewajiban menunaikan apa yang telah dia janjikan dan akadkan
baik berupa perkataan maupun perbuatan, selagi tidak bersifat
menghalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal. Dan
kalimat tersebut yaitu merupakan asas ‘Uqud. 139
b. Dalam kaidah fiqih dikemukakan yakni :
Hukum asal dalam transaksi yaitu keridlaan kedua belah pihak
yang berakad, hasilnya yaitu berlaku sahnya yang diakadkan. 140
Maksud keridlaan tersebut yakni keridlaan dalam transaksi yaitu
merupakan prinsip. Oleh lantaran itu, transaksi barulah sah apabila
didasarkan kepada keridlaan kedua belah pihak.
2. Asas-asas Akad
Dalam aturan Islam telah memutuskan beberapa asas komitmen yang
kuat kepada pelaksanaan komitmen yang dilaksanakan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan yaitu sebagai berikut :
a. asas kebebasan berkontrak
1 38 Departemen Agama RI., Al Qur’an dan Terjemahan, (Semarang : CV Tohaputra
Semarang, 1989), hal. 156
1 39 Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar
dkk., Terjemahan Tafsir Al Maraghi, Cet. II (Semarang : PT. Karya Toha Putra, Semaran g, 1993)
Juz. VI. Hal 81
1 40 A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, Cet., I (Jakarta : Kencana, 2006), hal. 130
98
b. asas perjanjian itu mengikat
c. asas konsensualisme
d. asas ibadah
e. asas keadilan dan keseimbangan prestasi.
f. asas kejujuran (amanah). 141
Asas kebebasan berkontrak didasarkan firman Allah dalam surat
Maidah ayat 1 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, penuhi
aqad-aqad itu ………. “. 142 Kebebasan berkontrak pada ayat ini
disebutkan dengankata “akad-akad” atau dalam teks aslinya yaitu
al-‘uqud, yaitu bentuk jamak memperlihatkan keumuman artinya orang boleh
membuat bermacam-macam perjanjian dan perjanjian-perjanjian itu wajib
dipenuhi. Namun kebebasan berkontrak dalam aturan Islam ada batas-
batasnya yakni sepanjang tidak makan harta sesama dengan jalan batil.
Sesuai firman Allah Surat An Nisaa’ ayat 29 yang artinya, “Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kau saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama suka diantara kau ……………… “ 143
Asas perjanjain itumengikat dalam Al Qur’an memerintahkan
memenuhi perjanjian menyerupai pada surat Al ‘Israa ayat 34 yang artinya,
1 41 Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah”, Makalah disampaikan dalam rangka Stadium
General Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, diselenggarakan
F.H. UMY, Yogyakarta tanggal 14 Maret 2006.
1 42 Departemen Agama RI., Al Qur’an., hal. 156
1 43 ibid., hal. 122
99
“ ……….. dan penuhilah janji : sesungguhnya janji itu niscaya diminta
pertanggungan jawabnya”. 144
Asas konsensualisme juga didasarkan surat An-Nisaa’ ayat 29 yang
telah dikutip di atas yakni atas dasar kesepakatan bersama.
Asas ibahah merupakan asas yang berlaku umum dalam seluruh
muamalat selama tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini didasarkan
kaidah Fiqh yakni :
Hukum asal dalam semua bentuk muamalah yaitu boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 145
Asas keadilan dan keseimbangan prestasi asas yang menegaskan
pentingnya kedua belah pihak tidak saling merugikan. Transaksi harus
didasarkan keseimbangan antara apa yang dikeluarkan oleh satu pihak
dengan apa yang diterima.
Asas kejujuran dan amanah, dalam bermuamalah menekankan
pentingnya nilai-nilai etika di mana orang harus jujur, transparan dan
menjaga amanah.
Menurut Abdul Manan asas-asas komitmen yaitu sebagai berikut :
a. kebebasan, b. persamaan dan kesetaraan, c. keadilan, d. kerelaan,
e. tertulis.
1 44 ibid., hal. 429
1 45 A. Djazuli, Kaidah-kaidah., hal. 130
100
Di samping asas-asas tersebut di atas Gemala Dewi dkk, menambah
dua asas yakni asas Ilahiyah dan asas kejujuran. 146
3. Macam-macam Akad
Macam-macam komitmen dalam fiqih sangat beragam, tergantung dari
aspek mana melihatnya. Seperti dalam kitab Mazhab Hanafi sejumlah
komitmen disebutkan berdasarkan urutan yaitu sebagai berikut :
1. al-Ijarah, 2. al-Istisna, 3. al-Bai’, 4. al-Kafalah, 5. al-Hiwalah,
6. al-Wakalah, 7. al-Sulh, 8. al-Syarikah, 9. al-Mudarabah, 10. al-Hibah,
11. al. Rahn, 12. al-Muzara’ah, 13. al-Mu’amalah (al-musaqat),
14. al-Wadi’ah, 15. al-‘Ariyah, 16. al-Qismah, 17. al-Wasoya,
18. al-Qardh. 147
Menurut Muhammad Firdaus NH. Dkk. Bahwa akad-akad syariah
dilihat dari sisi ekonomi dengan urutan sebagai berikut :
1. Bai’al-Murabahah, 2. Bai’al-Salam, 3. Bai’al-Istisna, 4. al-Ijarah,
5. al-Musyarakah, 6. al-Qardh, 7. al-Kafalah, 8. al-Wakalah, 9. Hiwalah,
10. al-Wadi’ah, 11. Daman, 12. Rahn. 148
Dari macam-macam komitmen tersebut di atas penyusun hanya membatasi
dua komitmen yang berkaitan dengan penelitian ini yakni komitmen murabahah dan
komitmen ijarah yaitu sebagai berikut :
1 46 Abdul Manan, “Hukum Kontrak”., hal. 33. Gemala Dewi dkk., Hukum Perikatan Islam di
Indonesia, Cet. II, (Jakarta : kencana, 2006), hal. 30.
1 47 Asmuni, ”Akad Dalam Perspektif Hukum Islam (Sebuah Catatan Penganta r)”, Makalah
disampaikan pada program Pelatihan Kontraktual Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Studi
Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, diselenggarakan MSI UII Yogyakarta tanggal
09 – 10 Februari 2007.
1 48 Muhammad Firdaus NH, dkk, Cara Mudah., hal. 25
101
a. Akad Murabahah
Dalam pembahasan ini meliputi pengertian murabahah, rukun dan
syarat murabahah, sebagai berikut :
1) Pengertian Murabahah
Dalam fatwa Dewan Syariah nasional (DSN) No. 04 / DSN-
MUI/IV/2000. Pengertian Murabahah, yaitu menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. 149
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, pengertian Bai’al
Murabahah yaitu jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. 15 0
Sedangkan berdasarkan Imam Nawawi ; “Jual beli yaitu
pertukaran harta dengan harta yang lain untuk dimiliki”. Dan Ibnu
Qudamah, mendefinisikan jual beli sebagai pertukaran harta
dengan harta yang lain untuk dimilikkan dan dimiliki. 151
Dari definisi murabahah atau jual beli tersebut di atas sanggup
dikemukakan bahwa inti jual beli tersebut adalah, untuk penjual
mendapatkan manfaat keuntungan dan bagi pembeli mendapat
manfaat dari benda yang dibeli.
1 49 Kerjasama Dewan Syariah Nasional MUI-Bank Indonesia, Himpunan Fatwa., hal. 20
1 50 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet. I (Jakarta : Tazkia
Institute, 1999), hal. 145.
1 51 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh u al-Islam Wa Adillatuhu, yang diterjemahkan oleh Tim Counterpart
Bank Muamalat, “Fiqh Muamalah Perbankan Syari’ah”, (Jakarta : PT. Bank Muamalah
Perbankan Syari’ah”, (Jakarta : PT.Bank Muamalah Indonesia, 1999), hal, 2 s/d 13
102
2) Rukun Murabahah atau Jual Beli
Rukun jual beli berdasarkan Madzab Hanafi yaitu ijab dan Qabul,
sedangkan berdasarkan Jumhur ulaman ada empat rukun yakni : orang
yang menjual, orang yang membeli, shighat dan barang yang
diakadkan. 152
Menurut Madzab Hanafi bahwa ijab yaitu memutuskan
perbuatan tertentu yang memperlihatkan keridhaan yang keluar
pertama kali dari pembicaraan salah satu dari dua orang yang
mengadakan aqad. Dan qabul yaitu apa yang diucapkan kedua
kali dari pembicaraan salah satu dari kedua belah pihak. Makara yang
dianggap yaitu awal munculnya dan yang kedua saja. Baik yang
berasal dari pihak penjual maupun dari pihak pembeli.
Dan berdasarkan ulama Jumhar ijab yaitu apa yang muncul dari
orang yang mempunyai hak dan memperlihatkan hak kepemilikannya
meskipun munculnya belakangan. Sedangkan qabul yaitu apa
yang muncul dari orang yang akan mempunyai barang yang dibelinya
meskipun munculnya diawal. 153
3) Syarat Murabahah atau Jual Beli
Syarat jualbeli yaitu sesuai dengan rukun jual beli yakni :
a) Syarat orang yang berakal
Orang yang melaksanakan jual beli harus memenuhi :
1 52 ibid., hal 5 s/d 13
1 53 ibid., hal. 6 s/d 13
103
(1) Berakal. Oleh lantaran itu jual beli yang dilakukan anak
kecil dan orang gila hukumnya tidak sah. Menurut
Jumhur ulama, bahwa orang yang melaksanakan komitmen jual
beli itu harus telah baligh dan berakal.
(2) Yang melaksanakan komitmen jual beli yaitu orang berbeda.
b) Syarat yang berkaitan dengan ijab qabul.
Menurut para ulama fiqih syarat ijab dan qabul yaitu :
(1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
(2) Qabul sesuai dengan ijab.
(3) Ijab dab Qabul itu dilakukan dalam satu majelis.
c) Syarat barang yang dijualbelikan
Syarat barang yang diperjual belikan yakni :
(1) Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak
penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan
barang itu.
(2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
(3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki
seseorang tidak boleh dijual belikan.
(4) Boleh diserahkan ketika komitmen berlangsung, dan pada waktu
yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. 154
b. Akad Ijarah
1 54 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah., hal. 115
104
Dalam pembahasan komitmen ijarah meliputi pengertian ijarah, rukun dan
syarat ijarah, kemudian wacana berakhirnya ijarah yaitu sebagai
berikut :
1) Pengertian Ijarah
Kata al-Ijarah dalam bahasa Arab berarti memberi upah,
mengganjar. 155 Secara bahasa ijarah berarti jual beli manfaat. 156
Menurut istilah, ulama Hanafiah mendefinisikan ijarah ialah :
Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan. Kalau berdasarkan
ulama Syafi’iyah ijarah ialah : transaksi terhadap suatu manfaat
yang dituju tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan
dengan imbalan tertentu, sedangkan berdasarkan ulama malikiyah dan
hanafiyah ijarah ialah : pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan
dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan. 157
Dalam Fiqhus Sunnah disebutkan al-Ijarah yaitu komitmen
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah. 158
Dari definisi-definisi ijarah tersebut sanggup dipahami bahwa ijarah
sebenarnya yaitu transaksi atas suatu manfaat.
2) Rukun Ijarah
Menurut ulama Hanafiah Rukun ijarah terdiri dari ijab dan Qabul.
1 55 Abd. Bin Nuh dan Oemar Bakry, Kamus., hal. 10
1 56 Wahbah Zu haili, al-Fiqh al-Islam Wa Adilla tuhu, diterjemahkan Tim Counterpart Bank
Muamalat., hal. 5/57.
1 57 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah., hal. 228
1 58 Sayyid Sabiq, Firqhuu s Sunnah, Jilid III (ttp : dar al-Fikr, 1983), hal. 198
105
Menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yakni : Orang yang
berakad (orang yang menyewakan barang atau pemilik dan
penyewa), sighat, ujrah (ongkos sewa) dan Manfaat. 159
3) Syarat-syarat Ijarah
Adapun syarat-syarat ijarah yaitu sebagai berikut :
a) Pihak-pihak yang berakad disyaratkan telah balig dan berakal.
b) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya
untuk melaksanakan komitmen ijarah.
c) Manfaat yang menjadi obyek ijarah harus diketahui secara
sempurna.
d) Obyek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara
eksklusif dan tidak bercacat.
e) Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’
f) Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa.
g) Obyek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan.
h) Upah sewadalam komitmen ijarah harus jelas.
i) Upah sewa itu tidak sejenis dengan manfaat yang disewa. 160
4) Berakhirnya Ijarah
Para ulama fiqih menyatakan bahwa komitmen ijarah akan berakhir
apabila :
a) Obyek hilang atau musnah.
1 59 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, diterjemahkan Tim Counterpart Bank
Muamalat ; hal 4/57. Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah ; hal. 125.
1 60 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah., hal. 232. Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah., hal. 200
106
b) Tenggang waktu yang disepakati dalam komitmen ijarah telah
berakhir.
c) Menurut Jumhur ulama unsur-unsur yang boleh membatalkan
komitmen ijarah itu apabila obyeknya mengandung cacat atau
manfaat yang dituju dalam komitmen itu hilang. 161
B. Unsur-unsur Yang Membentuk Akad
Di dalam pembahasan ini hanya mengenai Rukun dan syarat akad, yaitu
sebagai berikut :
Di dalam Fiqih muamalah untuk terbentuknya komitmen yang sah dan mengikat
harus dipenuhi rukun-rukun komitmen dan syarat-syarat akad.
Dengan klarifikasi sebagai berikut :
1. Rukun-rukun Akad
Unsur-unsur komitmen sama maksudnya dengan rukun-rukun akad. Rukun
dimaksudkan unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga sesuatu itu
terwujud lantaran adanya unsur-unsur tersebut yang menjadi bagian-bagian
yang membentuknya.
Terbentuknya komitmen lantaran adanya unsur-unsur atau rukun-rukun yang
membentuknya. Menurut ahli-ahli aturan Islam kontemporer, rukun yang
membentuk komitmen ada empat yakni : a). para pihak yang membuat akad,
1 61 Nazroen Haroen, Fiqh Muamalah., hal. 237
107
b). pernyataan kehendak dari para pihak, c). obyek akad, d). tujuan
akad. 162
Tujuan komitmen tersebut yaitu tambahan ahli-ahli aturan Islam modern
yang merupakan hasil ijtihad ahli-ahli aturan kontemporer dengan
melaksanakan penelitian induktif dengan disyaratkan tidak bertentangan
dengan syarak. 163
2. Syarat-syarat komitmen
Syarat-syarat komitmen dibagi menjadi empat macam yakni ;
a. Syarat-syarat terbentuknya akad.
b. Syarat-syarat keabsahan akad.
c. Syarat-syarat berlakunya akhir aturan akad.
d. Syarat-syarat mengikatnya akad.
Dengan uraian yaitu sebagai berikut :
a. Syarat Terbentuknya Akad
Tiap-tiap rukun pembentukan komitmen tersebut di atas dibutuhkan syarat-
syarat semoga sanggup berfungsi membentuk akad. Dalam arti tanpa adanya
syarat-syarat komitmen maka rukun-rukun komitmen tidak sanggup membentuk
akad. Rukun pertama, yaitu para pihak yang membuat komitmen harus
memenuhi dua syarat yakni : (1). Tamyiz, dan (2). Berbilang pihak.
Rukun yang kedua yakni, pernyataan kehendak, harus memenuhi dua
syarat ialah (1). Adanya persesuaian ijab dan kabul dalam arti
tercapainya kata sepakat dan (2). Kesatuan majelis akad. Rukun ketiga
1 62 Syamsul Anwar, ”Hukum Perjanjian Syariah”., hal. 12
1 63 ibid
108
yakni obyek akad, harus memenuhi tiga syarat yakni (1). Obyek itu
sanggup diserahkan, (2). Tertentu atau sanggup ditentukan, dan (3). Obyek
itu sanggup ditransaksikan (bernilai dan dimiliki). Rukun keempat yakni
tujuan akad, syaratnya tujuan komitmen itu harus sesuai dengan syariah atau
tidak bertentangan dengan syariah.
Syarat-syarat yang terkait dengan rukun komitmen tersebut, berdasarkan
pandangan ahli-ahli aturan Islam disebut syarat terbentuknya akad.
Yang jumlahnya yakni :
1). Kecakapan minimal (tamyiz), 2). Berbilang pihak,
3). Persesuaian ijab dan qabul, 4). Kesatuan majelis akad, 5). Obyek
komitmen sanggup diserahkan, 6). Obyek komitmen tertentu atau sanggup ditentukan,
7). Obyek komitmen sanggup ditransaksikan (berupa benda bernilai dan
dimiliki), 8). Tidak bertentangan dengan syariah. 164
Rukun-rukun dan syarat-syarat yang tersebut di atas dinamakan
pokok. Apabila pokok ini tidak terpenuhi, maka tidak terjadi komitmen
dalam arti tidak mempunyai wujud yuridis syar’i atau disebut komitmen batil.
b. Syarat-syarat Keabsahan Akad
Dengan dipenuhi rukun dan syarat terbetuknya akad, memang
sudah mempunyai wujud yuridis syar’i namun belum serta merta sah.
Untuk sahnya suatu akad, maka rukun dan syarat tersebut masih
memerlukan sifat-sifat tambahan sebagai unsur penyempurna.
1 64 ibid., hal. 13
109
Rukun pertama, yakni para pihak, dengan dua syaratnya, yaitu
tamyiz dan berbilang pihak, tidak memerlukan sifat penyempurna.
Rukun kedua, yakni pernyataan kehendak dengan dua syarat yaitu
syarat kesatuan majelis komitmen tidak memerlukan unsur penyempurna,
sedangkan syarat kesesuaian ijab dan Kabul, memerlukan syarat
penyempurna, yakni bahwa kesesuaian ijab dan Kabul itu dicapai
secara bebas tanpa paksaan. Apabila tercapainya kesepakatan itu
lantaran paksaan, maka komitmen menjadi fasid. Oleh lantaran itu bebas dari
paksaan yaitu syarat keabsahan akad. Rukun ketiga, yakni obyek,
dengan tiga syaratnya, memerlukan unsur penyempurna syarat
“dapat diserahkan” hal ini memerlukan sifat-sifat yakni bahwa
penyerahan itu tidak menimbulkan kerugian (darar) dan apabila
menimbulkan kerugian, maka akadnya fasid. Mengenai syarat
“obyek harus tertentu” memerlukan sifat-sifat penyempurna, yaitu
tidak boleh mengandung garar, dan apabila mengandung garar akadnya
menjadi fasid. Dan syarat obyek harus sanggup ditransaksikan
memerlukan unsur penyempurna dengan sifat tambahan, yaitu bebas
dari fasid dan riba. 165
Dari uraian tersebut di atas sanggup diketahui ada lima sebab-sebab
yang menjadikan fasid suatu komitmen yangtelah terpenuhi rukun dan
syarat terbentuknya, yakni : 1) Paksaan, 2). Penyerahan yang
menimbulkan kerugian, 3). Garar, 4). Syarat-syarat fasid, dan
1 65 ibid., hal. 15
110
5) Riba. Oleh lantaran itu sempurnanya rukun dan syarat terbentuknya
akad, bila bebas dari kelima faktor sifat-sifat tersebut maka dinamakan
syarat keabsahan akad. 166
Makara komitmen yang telah memenuhi rukun-rukunnya, syarat-syarat
terbentuknya dan syarat-syarat keabsahannya dinyatakan sebagai komitmen
yang sah. Apabila syarat-syarat keabsahan yang lima itu tidak
terpenuhi, meskipun rukun dan syarat terbentuknya terpenuhi, maka
komitmen tidak sah.
c. Syarat berlakunya Akibat Hukum
Suatu komitmen dinyatakan sah yakni telah terpenuhi rukun-rukunnya,
syarat-syarat terbentuknya dan syarat-syarat keabsahannya, namun ada
kemungkinan akibat-akibat aturan komitmen tersebut belum sanggup
dilaksanakan. Bila kemungkinan ini terjadi disebut komitmen mauquf
(terhenti atau tergantung).
Agar sanggup dilaksanakan akhir hukumnya komitmen yang sudah sah itu
harus ada dua syarat yang mempertautkan ketiga rukun komitmen yakni :
1). Adanya kewenangan atas tindakan aturan yang dilakukan, dan
2). Adanya kewenangan para pihak atas obyek akad.
Kewenagan atas tindakan aturan terpenuhi bila telah mencapai
tingkat kecakapan bertindak aturan yang dibutuhkan bagi tindakan
aturan yang dilakukannya. Ada kalanya tindakan aturan yang hanya
memerlukan tingkat kecakapan bertindak aturan minimal yaitu
1 66 ibid.
111
Tamyiz. Ada tindakan aturan yang memerlukan kecakapan bertindak
aturan tepat yaitu kedewasaan. Bagi anak mumayyis (remaja usia
tujuh tahun hingga menjelang dewasa) untuk melaksanakan komitmen timbal
balik belum cukup kewenangannya meskipun tindakannya sah. Tetapi
akhir hukumnya belum sanggup dilaksanakan lantaran masih tergantung
kepada izin wali lantaran itu akadnya disebut komitmen mauquf apabila
walinya kemudian mengizinkan, tindakan hukumya sanggup dilaksanakan
akibat-akibat hukumnya, dan apabila wali tidak mengizinkan akadnya
harus dibatalkan.
Kewenangan para pihak atas obyek akad, kewenangan atas obyek
sanggup terpenuhi bila para pihak mempunyai kepemilikan atas obyek
yangbersangkutan, atau mendapat perwakilan dari para pemilik dan
pada obyek tersebut tidak tersangkut hak orang lain. Seperti penjual
yang menjual barang milik orang lain, yaitu sah tindakannya, akan
tetapi akhir aturan tindakan itu tidak sanggup dilaksanakan lantaran
akadnya mauquf, yaitu tergantung pada izin pemilik barang. Bila tidak
diizinkan akadnya harus batal. 167
Dari apa yang dikemukakan di atas, maka sanggup dipahami bahwa
komitmen yang sah, sanggup dibedakan menjadi dua macam yakni :
1) Akad maukuf, yakni komitmen yang sah, tetapi belum sanggup
dilaksanakan akhir hukumnya.
1 67 ibid., hal. 17
112
2) Akad Nafiz, yaitu komitmen yang sah dan sanggup dilaksanakan akhir
hukumnya.
d. Syarat Mengikatnya Akad
Bahwa komitmen yang sah dan nafiz (dapat dilaksanakan akhir hukumnya)
yaitu mengikat bagi para pihak dan tidak boleh salah satu pihak
menarik kembali persetujuannya secara sepihak tanpa kesepakatan
pihak lain. Namun ada beberapa komitmen yang menyimpang dari asas ini
dan tidak serta merta mengikat. Hal ini disebabkan oleh sifat komitmen itu
sendiri atau oleh adanya hak-hak khiyar (hak opsi untuk meneruskan
atau membatalkan perjanjian secara sepihak). Akad ini mengikat
apabila di dalamnya tidak lagi ada hak khiyar. 168
C. Kedudukan Akad Dalam Fiqih Muamalah
Di dalam pembahasan ini meliputi, komitmen sebagai perbuatan hukum, sah dan
batalnya akad, cacat dalam komitmen dengan uraian sebagai berikut ;
1. Akad Sebagai Perbuatan Hukum
Akad sebagai perbuatan aturan atau tindakan aturan sanggup dilihat dari
definisi-definisi komitmen atau kontrak diantaranya :
Dalam Ensiklopedi aturan Islam dikemukakan bahwa komitmen yaitu
pertalian ijab (pernyataan melaksanakan ikatan) dan qabul (pernyataan
penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang kuat
pada obyek perikatan. 169
1 68 ibid
1 69 Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996), hal 63, artikel “Akad”.
113
Yang dimaksud dengan “yang sesuai dengan kehendak syariat” yaitu
bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak
boleh apabila tidak sejalan dengan kehendak syarak. Sedangkan
pencantuman kalimat “berpengaruh pada obyek perikatan” maksudnya
yaitu terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang melaksanakan
ijab) kepada pihak lain (yang menyatakan Kabul).
Selanjutnya definisi komitmen yang dikutip oleh Symasul Anwar yakni,
“Pertemuan ijab (penawaran) yang tiba dari salah satu pihak dengan
Qabul (akseptasi) yang diberikan oleh pihak lain secara sah berdasarkan
aturan yang tampak hasilnya pada obyek akad.” 170
Definisi di atas menggambarkan bahwa komitmen dalam aturan Islam
merupakan suatu tindakan aturan yang berdasarkan kehendak murni dan
bebas dari paksaan. Hanya saja komitmen haruslah merupakan tindakan aturan
berdasarkan kehendak dari dua pihak yang saling bertemu.
Menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa, menyatakan bahwa tindakan
aturan yang dilakukan insan terdiri atas dua bentuk yaitu ; Tindakan
berupa perbuatan dan tindakan berupa perkataan kemudian tindakan yang
berupa perkataan pun terbagi dua yaitu yang bersifat komitmen dan yang tidak
bersifat akad.
Tindakan berupa perkataan yang bersifat komitmen terjadi bila dua atau
beberapa pihak mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu perjanjian.
1 70 Syamsul Anwar, “HukumPerjanjian Syariah”., hal. 7.
114
Sedangkan tindakan berupa perkataan yang tidak bersifat komitmen terbagi
dua macam yakni : a). Yang mengandung kehendak pemilik untuk
memutuskan atau melimpahkan hak, membatalkannyaatau
menggugurkannya menyerupai wakaf, hibah dan talak. Akad menyerupai ini tidak
memerlukan qabul. b). Yang tidak mengandung kehendak pihak yang
memutuskan atau yang menggugurkan suatu hak, tetapi perkataan itu
memunculkan tindakan aturan menyerupai somasi di pengadilan, pengakuan
di depan sidang.
Berdasarkan pembagian tindakan aturan tersebut di atas maka sanggup
dikemukakan bahwa suatu tindakan aturan lebih umum dari komitmen dan oleh
lantaran itu setiap komitmen dikatakan sebagai tindakan aturan dari dua atau
beberapa pihak, tetapi sebaliknya setiap tindakan aturan tidak sanggup
disebut sebagai akad. 171
Menurut Taufiq dalam uraiannya sama dengan Az Zarqa tersebut,
yakni Tindakan aturan (tasharruf) yaitu semua yang timbul dari
seseorang yang berasal kehendaknya, baik berupa perbuatan, maupun
perkataan yang mempunyai akhir hukum. 172
Dari definisi tersebut dengan terperinci tindakan aturan sanggup dibedakan
menjadi dua yakni :
a. Tindakan aturan yang berupa perbuatan, menyerupai menguasai barang-
barang yang halal, menggunakan barang bukan miliknya secara
1 71 Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi., hal. 63
1 72 Taufiq, “Nadhariyyatu al-Uqud al-Syar’iyyah”. , hal. 100.
115
melawan hukum, mendapatkan pembayaran hutang, mendapatkan barang
yang dijual dan lain-lain.
b. Tindakan aturan yang berupa perkataan sanggup dibedakan menjadi dua
yaitu :
1) Yang berupa komitmen yaitu kesepakatan antara dua kehendak, menyerupai
berkongsi dan jual beli.
2) Yang berupa bukan akad, yaitu yang berupa pemberian informasi
wacana adanya hak menyerupai somasi dan pengakuan, sanggup
dimaksud untuk menimbulkan atau mengakhirinya, menyerupai wakaf,
talak dan pembebasan kewajiban.
Dari uraian tersebut dimuka bahwa tindakan aturan lebih luas
daripada komitmen dan perikatan alasannya yaitu tindakan aturan meliputi
perbuatan, meliputi perkataan dan juga mengikat dan tidak mengikat.
Oleh lantaran komitmen merupakan penggalan dari tindakan hukum, tindakan
yang berupa perkataan tertentu, maka yang lebih khusus tunduk
kepada pengertian umum, tidak sebaliknya. Maka setiap komitmen yaitu
tindakan aturan dan tidak sebaliknya.
Ijab dan qabul, tidak hanya berbentuk ucapan (lisan) tetapi bisa
dengan Kitabah, Isyarah, perbuatan dan ta’athi (beri memberi). 173
Dari uraian-uraian tersebut di atas maka sanggup difahami, bahwa
komitmen sebagi perbuatan hukum. Setiap komitmen yaitu tindakan hukum,
tetapi setiap tindakan aturan tidak sanggup disebut sebagai akad.
1 73 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah., hal. 25. Asmuni. “Akad Dalam
Prespektif.” hal. 6
116
2. Sah dan Batalnya Akad
Akad menjadi sah jikalau rukun-rukun dan syarat-syarat tersebut dipenuhi
dan tidak sah apabila rukun dan syarat tersebut tidak dipenuhi. Namun
berhubung syarat-syarat komitmen itu bermacam-macam jenisnya. Maka
keabsahan dan kebatalan akad, menjadi bertingkat-tingkat, hanya sejauh
mana rukun dan syarat-syarat itu dipenuhi.
Dalam Mazhab Hanafi tingkat kebatalan dan keabsahan dibagi menjadi
lima tingkat yang sekaligus menggambarkan urutan komitmen dari yang paling
tidak sah hingga hingga yang paling tinggi tingkat keabsahannya yakni :
a. Akad batil.
b. Akad fasid
c. Akad maukuf
d. Akad nafiz gair lazim, dan
e. Akad nafiz lazim. 174
Menurut Jumhur Ulama fasid semakna dengan batil, tidak
membedakan keduanya yakni sama-sama satu bingkai, sama-sama komitmen
yang batal tidak menimbulkan konsekuensi apapun. 175
Dari komitmen dalam bermacam-macam tingkat kebatalan dan keabsahan tersebut
di atas dibagi menjadi dua golongan pokok yakni ;
1). Akad yang tidak sah yaitu terdiri komitmen batal dan komitmen fasid, 2). Akad
yang sah ada tiga tingkatan yakni komitmen maukuf, komitmen nafiz gair lazim, dan
komitmen nafiz lazim.
1 74 Syamsul Anwar,”Hukum Perjanjian Syariah”., hal. 21.
1 75 Asmuni, “Aka d Dalam Prespektif.”, hal. 10.
117
Dalam pembahasan berikut ini hanya empat peringkat komitmen yang
belum mencapai tingkat komitmen tepat di dalam rukun dan syaratnya,
tidak termasuk komitmen nafiz lazim yaitu sebagai berikut :
a. Akad Batil.
Akad batal apabila terjadi pada orang-orang yang tidak memenuhi
syarat-syarat kecakapan atau obyeknya tidak mendapatkan aturan komitmen
hingga pada komitmen itu terdapat hal-hal yang menjadikannya dihentikan
syarak. 176
Menurut Adiwarman A. Karim, komitmen batal, bila rukun-rukun komitmen
tidak terpenuhi (baik satu rukun atau lebih), maka komitmen menjadi
batal. 177
Menurut Gemala Dewi, komitmen batal yaitu komitmen yang tidak
memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan eksklusif dari
syarak. 178 contohnya obyek jual beli tidak jelas.
Ahli-ahli aturan Hanafi mendefinisikan komitmen batil yakni komitmen yang
secara syarak tidak syah pokok dan sifatnya 179 yang dimaksud yaitu
komitmen yang tidak memenuhi seluruh rukun dan syarat pembentukannya
akad, apabila salah satu saja dari rukun dan syarat pembentukannya
komitmen tidak terpenuhi, maka komitmen itu disebut batal.
Hukum komitmen batil, bahwa dipandang tidak pernah terjadi berdasarkan
aturan oleh karenanya tidak mempunyai akhir aturan sama sekali.
1 76 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas., hal. 114.
1 77 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Cet. III. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2006), hal. 47.
1 78 Gemala Dewi dkk., Hukum Perikatan., hal. 147.
1 79 Syamsul Anwar, ”Hukum Perjanjian Syariah.”, hal. 37.
118
b. Akad Fasid
Akad Fasid yakni, bila rukun sudah terpenuhi tetapi syarat tidak
terpenuhi, maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi
tersebut menjadi fasid. 180
Menurut Gemala Dewi komitmen Fasid yaitu komitmen yang pada dasarnya
disyari’atkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas. 181
Menurut ahli-ahli aturan Hanafi, komitmen fasid adalah,
”akad yang berdasarkan syarak sah pokoknya, tetapi tidak sah
sifatnya”. 182
Yang dimaksud pokok, yaitu rukun-rukun dan syarat-syarat
keabsahan akad, jadi komitmen fasid yaitu komitmen yang telah memenuhi
rukun dan syarat pembentukan akad, akan tetapi tidak memenuhi
syarat keabsahan akad.
Hukum komitmen fasid, berdasarkan Jumhur ulama, tidak membedakan
antara komitmen batil dan komitmen fasid, keduanya sama-sama komitmen yang tidak
ada wujudnya, yaitu sama-sama tidak sah lantaran komitmen tersebut tidak
memenuhi ketentuan undang-undang syarak.
Sedangkan berdasarkan Mazhab Hanafi, membedakan komitmen batil dan
komitmen fasid kalau komitmen batil sama sekali tidak ada wujudnya, tidak
pernah terbentuk, sedangkan komitmen fasid telah terbentuk dan telah
mempunyai wujud syar’i hanya saja terjadi kerusakan pada sifat-sifatnya.
1 80 Adiwarman A. Karim, Bank Islam., hal. 47.
1 81 Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan., hal. 147
1 82 Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah.” hal 24
119
Hukum komitmen fasid berdasarkan Mazhab Hanafi bila belum
dilaksanakan wajib dibatalkan oleh para pihak maupun oleh Hakim.
Bila sudah dilaksanakan komitmen mempunyai akhir aturan tertentu sanggup
memindahkan hak milik, tetapi tidak sempurna. 183
c. Akad Maukuf
Akad Maukuf ialah komitmen yang terjadi dari orang yang memenuhi
syarat kecakapan, tetapi tidak mempunyai kekuasaan melaksanakan
akad. 184
Akad Mauquf hanya mempunyai akhir aturan apabila mendapat
izin secara sah dari orang yang mempunyai kekuasaan melaksanakan
akad.
Sebab-sebab komitmen menjadi Maukuf ada dua yakni :
1) Tidak adanya kewenangan yang cukup atas tindakan aturan yang
dilakukan dengan kata lain kekurangan kecakapan.
Orang-orang tersebut yakni :
a). Remaja yang mumayyiz, b. Orang yang sakit ingatan tetapi
tidak mencapai gila, c). Orang pandir yang memboroskan harta,
d). Orang yang mempunyai cacat kehendak lantaran paksaan.
2) Tidak adanya kewenangan yang cukup atas obyek komitmen lantaran
adanya hak orang lain pada obyek tersebut. Yang meliputi :
a) Akad fuduli (pelaku tanpa kewenangan).
1 83 ibid
1 84 ibid
120
b) Akad orang sakit mati yang membuat wasiat lebih dari
sepertiga hartanya.
c) Akad orang di bawah pengapuan.
d) Akad penggadai yang menjual barang yang sedang
digadaikannya.
e) Akad penjualan oleh pemilik terhadap benda miliknya yang
sedang disewakan. 185
Hukum komitmen maukuf yaitu sah, hanya saja akhir hukumnya
digantungkan artinya hukumnya masih ditangguhkan hingga komitmen
itu dibenarkan atau dibatalkan oleh pihak yang berhak untuk
memperlihatkan pembenaran atau abolisi tersebut.
d. Akad Nafiz Gair Lazim
Akad Nafiz Gair lazim ialah komitmen Nafiz yang mungkin difasakh
oleh masing-masing pihak, atau hanya oleh salah satu pihak yang
mengadakan komitmen tanpa memerlukan persetujuan pihak lain. 186
Hukum Akad Nafiz gair lazim yaitu sah, akan tetapi terdapat
beberapa macam komitmen yang lantaran sifat aslinya terbuka untuk
di fasakh secara sepihak. Seperti komitmen pemberian kuasa, hibah,
penitipan, pinjam pakai, gadai, penanggungan dan komitmen yang salah
satu pihak mempunyai hak khiyar.
3. Cacat Dalam Akad
1 85 Syamsul Anwar, “Hukum Perjanjian Syariah.”, hal 28
1 86 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas., hal. 119
121
Tidak setiap komitmen (kontrak) mempunyai kekuatan aturan mengikat
untuk terus dilaksanakan. Namun ada kontrak-kontrak tertentu yang
mungkin mendapatkan pembatalan, hal ini lantaran disebabkan adanya
beberapa cacat yang bisa menghilangkan keridaan (kerelaan) atau
kehendak sebagian pihak. Adapun faktor-faktor yang merusak ketulusan
atau keridaan seseorang yaitu sebagai berikut :
a. Paksaan / Intimidasi (Ikrah)
Ikrah yakni memaksa pihak lain secara melanggar aturan untuk
melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu ucapan atau perbuatan yang
tidak disukainya dengan gertakan atau bahaya sehingga
mengakibatkan terhalangnya hak seseorang untuk bebas berbuat dan
hilangnya kerelaan. 187
Suatu kontrak dianggap dilakukan di bawah intimidasi atau
paksaan bila terdapat hal-hal seperti, yaitu :
1) Pihak yang memaksa bisa melaksanakan ancamannya.
2) Orang yang diintimidasi bersangka berat bahwa bahaya itu akan
dilaksanakan terhadapnya.
3) Ancaman itu ditujukan kepada dirinya atau keluarganya terdekat.
4) Orang yang diancam itu tidak punya kesempatan dan kemampuan
untuk melindungi dirinya.
1 87 Nur Kholis, “Modul Transaksi Dalam Ekonomi Islam”, (Yogyakarta : tnp., 2006), hal. 27
122
Kalau salah satu dari hal-hal tersebut tidak ada, maka intimidasi itu
dianggap main-main, sehingga tidak kuat sama sekali terhadap
kontrak yang dilakukan. 188
Menurut Ahmad Azhar Basyir, bila komitmen dilaksanakan ada unsur
paksaan, mengakibatkan komitmen yang dilakukan menjadi tidak sah dan
berdasarkan Abdul Manan, bila kontrak atau komitmen dibentuk dengan cara
paksa diianggap cacat aturan dan sanggup dimintakan abolisi
kepada pengadilan. 189
b. Kekeliruan atau kesalahan (Ghalath)
Kekeliruan yang dimaksud yaitu kekeliruan pada obyek komitmen atau
kontrak.
Kekeliruan bisa terjadi pada dua hal :
1) Pada zat (jenis) obyek, menyerupai orang membeli cincin emas tetapi
ternyata cincin itu terbuat dari tembaga.
2) Pada sifat obyek kontrak, menyerupai orang membeli baju warna ungu,
tetapi ternyata warna abu-abu.
Bila kekeliruan pada jenis obyek, komitmen itu dipandang batal semenjak
awal atau batal demi hukum. Bila kekeliruan terjadi pada sifatnya komitmen
dipandang sah, tetapi pihak yang merasa dirugikan berhak memfasakh
atau bisa mengajukan abolisi ke pengadilan. 190
c. Penyamaran Harga Barang (Ghubn)
1 88 ibid
1 89 Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas., hal. 101. Abdul Manan, “Hukum Kontrak.” hal. 44
1 90 ibid.
123
Ghubun secara bahasa artinya pengurangan. Dalam istilah ilmu
fiqih, artinya tidak wujudnya keseimbangan antara obyek komitmen
(barang) dan harganya, menyerupai lebih tinggi atau lebih rendah dari harga
sesungguhnya. 191
Di kalangan jago fiqh ghubn ada dua macam yakni :
1) Penyamaran ringan. Penyamaran ringan ini tidak kuat pada
akad.
2) Penyamaran berat yakni penyamaran harga yang berat, bukan saja
mengurangi keridaan tapi bahkan melenyapkan keridaan. Maka
kontrak penyamaran berat ini yaitu batil.
d. Penipuan (al-Khilabah)
Penipuan yaitu menyembunyikan cacat pada obyek komitmen semoga tampil
tidak menyerupai yang sebenarnya. Maka pihak yang merasa tertipu berhak
fasakh.
e. Penyesatan (al-Taqrir)
Menggunakan rekayasa yang sanggup mendorong seseorang untuk
melaksanakan komitmen yang disangkanya menguntungkannya tetapi
sebenarnya tidak menguntungkannya. Taqrir tidak mengakibatkan
tidak sahnya akad, tetapi pihak korban sanggup mengajukan fasakh. 192
D. Khiyar Akad Dan Berakhirnya Akad
1 91 Nur Kholis, “Modul”., hal. 28
1 92 Taufiq, Nadhariyyatu Al-Uqud., hal. 110
124
Di dalam pembahasan ini meliputi tentang, khiyar komitmen berakhirnya komitmen
yaitu sebagai berikut :
1. Khiyar Akad
Khiyar yaitu hak yang dimiliki oleh kedua belah pihak yang berakad
untuk menentukan antara meneruskan komitmen atau membatalkannya. 193
Hak khiyar dimaksudkan guna menjamin semoga komitmen yang diadakan
benar-benar terjadi atas kerelaan penuh pihak-pihak bersangkutan lantaran
sukarela itu merupakan asas bagi sahnya suatu akad.
Ada bermacam-macam khiyar diantaranya :
a. Khiyar majlis, yaitu hak kedua belah pihak untuk menentukan antara
meneruskan atau membatalkannya sepanjang keduanya belum berpisah
seperti, komitmen jual beli dan ijarah.
b. Khiyar Ta’yin, yaitu hak yang dimiliki oleh pembeli untuk memastikan
pilihan atas sejumlah benda sejenis dan setara sifat dan harganya,
menyerupai jual beli.
Pendapat tersebut yang dikemukakan Fuqaha Hanafiyah dan harus
memenuhi tiga syarat yakni :
1. Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek
2. Sifat dan nilai benda-benda yang menjadi obyek pilihan harus
setara dan harganya harus jelas. Jika masing-masing benda berbeda
jauh, maka tidak ada khiyar ta’ yin.
1 93 Ghufron A. MAs’adi, Fiqh Muamalah., hal. 108
125
3. Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih tiga hari khiyar ta’ yin
dipandang telah batal apabila pembeli telah menentukan pilihan
secara terperinci barang tertentu yang dibeli.
c. Khiyar Syarat, yakni hak kedua belah pihak yang berakad, untuk
melangsungkan komitmen atau membatalkan komitmen selama batas waktu
tertentu yang dipersyaratkan ketika komitmen berlangsung.
Khiyar ini hanya berlaku pada komitmen lazim yang sanggup mendapatkan
fasakh menyerupai jual beli, ijarah, muzaro’ah, musyaqah, mudarabah,
kafalah, hawalah dan lain-lain.
Khiyar syarat berakhir bila telah terjadi alasannya yaitu :
1) Terjadi penegasan abolisi akad.
2) Berakhirnya batas waktu khiyar.
3) Terjadi kerusakan pada obyek akad.
d. Khiyar ‘Aib (karena adanya cacat), yakni hak yang dimiliki oleh salah
seorang dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan atau
meneruskannya ia menemukan cacat pada obyek komitmen yang mana
pihak lain tidak memberitahukannya pada ketika berlangsungnya akad.
Khiyar ‘aib harus memenuhi persyaratan yakni 1). Terjadinya ‘aib
(cacat) sebelum komitmen atau sebelum terjadi penyerahan, 2). Pihak
pembeli tidak mengetahui cacat tersebut ketika berlangsung akad,
3). Tidak ada kesepakatan bersyarat, bahwa penjual tidak bertanggung
jawab terhadap segala cacat yang ada.
126
Hak Khiyar ‘aib gugur apabila : pihak yang dirugikan merelakan
sesudah ia mengetahui cacat tersebut, pihak yang dirugikan tidak
menuntut abolisi akad, terjadi cacat gres dalam penguasaan
pembeli, dan terjadi penambahan ketika dalam penguasaan pembeli.
e. Khiyar Rukyat (melihat), yaitu hak pembeli untuk membatalkan komitmen
atau tetap untuk melangsungkannya ketika ia melihat obyek dengan
syarat ia belum melihatnya ketika berlangsung akad.
f. Kemungkinan khiyar rukyat bisa terjadi lantaran sebelumnya hanya
disebutkan sifat-sifatnya. Namun kemudian sesudah melihat barangnya
tidak sesuai dengan sifat-sifat yang disebutkan. 194
2. Berakhirnya Akad
Pada Bab terdahulu telah disinggung wacana berakhirnya komitmen secara
umum dan semoga lebih jelasnya sanggup diuraikan yaitu sebagai berikut.
Berakhirnya komitmen bisa juga disebabkan lantaran fasakh, kematian atau
lantaran tidak adanya izin pihak lain dalam komitmen yang mauquf ;
a. Berakhirnya komitmen lantaran fasakh
Yang mengakibatkan timbulnya fasakhnya komitmen yakni :
1) Fasakh lantaran fasadnya komitmen
Jika suatu komitmen berlangsung secara fasid maka komitmen harus
difasakhkan baik oleh pihak yang berakad maupun oleh putusan
1 94 ibid., Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah., hal. 104. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas., hal. 125
127
pengadilan atau dengan kata lain alasannya yaitu ia fasakh, lantaran adanya
hal-hal yang tidak dibenarkan syara’ menyerupai komitmen rusak.
2) Fasakh lantaran khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau majlis,
yang berhak khiyar, berhak memfasakh bila menghendakinya,
kecuali dengan kerelaan pihak lainnya atau berdasarkan keputusan
pengadilan.
3) Fasakh berdasarkan iqalah
Iqalah ialah memfasahkan komitmen berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak. Atau salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain
membatalkan lantaran merasa menyesal.
4) Fasakh lantaran tiada realisasi
Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya komitmen tidak
dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Fasakh ini berlaku
pada khiyar naqd (pembayaran) yakni pembeli tidak melunasi
pembayaran, atau jikalau pihak penjual tidak menyerahkan barang
dalam batas waktu tertentu.
5) Fasakh lantaran jatuh tempo atau lantaran tujuan komitmen telah terealisir.
128
Jika batas waktu yang ditetapkan dalam komitmen telah berakhir atau
tujuan komitmen telah terealisir maka komitmen dengan sendirinya menjadi
fasakh (berakhir) menyerupai sewa menyewa. 195
b. Berakhirnya Akad Karena Kematian
Kematian menjadi penyebab berakhirnya sejumlah komitmen yaitu sebagai
berikut ;
1) Ijarah. Menurut Fuqaha Hanafiyah kematian seseorang
mengakibatkan berakhirnya komitmen ijarah. Menurut jumhur fuqaha
selain Hanafiah, kematian tidak mengakibatkan berakhirnya komitmen
ijarah.
2) Al-Rahn (gadai) dan Kafalah (penjaminan hutang). Jika pihak
penggadai meninggal maka barang gadai harus dijual untuk
melunasi hutangnya. Dalam hal kafalah (penjamin) hutang, maka
kematian orang yang berhutang tidak mengakibatkan berakhirnya
kafalah, dilakukan pelunasan hutangnya.
3) Syirkah dan wakalah. Keduanya tergolong komitmen yang tidak lazim
atas dua pihak. Oleh lantaran itu, kematian seorang dari sejumlah
orang yang berserikat mengakibatkan berakhir syarikah. Demikian
juga berlaku pada wakalah.
c. Berakhirnya Akad Karena Tidak adanya izin pihak lain.
1 95 Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah., hal. 115. Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan., hal.
92. Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas., hal. 130.
129
Akad mauquf berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang
tidak mengijinkannya dan atau meninggal. 196
BAB V
ANALISIS AKAD MURABAHAH DAN AKAD IJARAH
DI BMT SAFINAH KLATEN
Dalam analisis ini meliputi yakni, Analisis Kesesuaian Akad BMT Safinah
Klaten dengan Hukum Kontrak dan Fiqih, serta Analisis Potensi Konflik Dari
Akad-akad Tersebut dan Penyelesaiannya.
A. Analisis Kesesuaian Akad BMT Safinah Klaten Dengan Hukum Kontrak
dan Fiqih.
1 96 Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah., hal. 116.
130
Dalam analisis ini penyusun hanya membatasi dua komitmen saja, yakni komitmen
murabahah dan komitmen ijarah. Sesuai dengan akad-akad penyaluran dana
di BMT Safinah Klaten.
1. Analisis Akad Murabahah di BMT Safinah Klaten
Dalam analisis komitmen murabahah ini dibatasi pada pembentukan komitmen
murabahah di BMT Safinah Klaten.
a. Akad Murabahah Di BMT Safinah Klaten Menurut Perspektif
Hukum Kontrak
Telah diuraikan pada penggalan terdahulu pembentukan komitmen murabahah
diawali dengan tahap pembuatan komitmen pemesanan barang, pembuatan
komitmen wakalah, pembuatan komitmen waad wakalah, dan gres dibentuk komitmen
murabahah.
Dalam komitmen murabahah tersebut terdiri dari rukun-rukunya yakni,
adanya orang berakad yang terdiri dari pihak I dari pihak BMT
sendiri dan pihak II dari nasabah. Adanya obyek akad, di BMT
Safinah Klaten obyek komitmen berwujud barang berupa nota rincian
harga-harga barang, yang semula BMT telah membuat komitmen wakalah
atau mewakilkan kepada nasabah untuk memilihkan, membayarkan
barang-barang atas nama BMT, kemudian nasabah menyerahkan
nota rincian pembelian barang-barang tersebut tidak dengan riil
barangnya. Selanjutnya ijab dan qobul yang diwujudkan dengan
penandatanganan akad.
131
Syarat-syarat komitmen murabahah BMT Safinah Klaten dilihat dari
subyek terdiri dari pihak I dan pihak II semuanya telah dewasa,
baligh. Kemudian syarat barang, di mana barang pada ketika komitmen
secara riil tidak ada yang ada nota pembelian barang, dilihat dari
sanggup dimanfaatkannya, harga bisa diketahui dari nama-nama barang
di nota rincian pembelian barang, barang tersebut milik BMT, dan
barang itu diserahkan secara simbolik berujud nota tersebut. Adapun
syarat yang terkait ijab qobul, memang telah dilakukan dalam satu
majelis. Mengenai qobul sesuai dengan ijab, yakni pernyataan qobul
sesuai yang terlampir dalam nota pembelian barang tersebut.
Dari paparan tersebut di atas ditinjau berdasarkan syarat sahnya
kontrak yaitu sebagai berikut ; Menurut pasal 1320 KUH Perdata
syarat syahnya kontrak bila memenuhi empat syarat ;
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3) Suatu hal tertentu dan
4) Suatu alasannya yaitu yang halal.
Keempat syarat tersebut merupakan “essensialia” setiap
persetujuan. Tanpa keempat syarat itu persetujuan dianggap tidak
ada.
Unsur-unsur pokok (“essensialia”) perjanjian jual beli yaitu
barang dan harga. Sesuai asas “konsensualisme” yang menjiwai
Hukum perjanjian. Perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada
132
detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Saat pihak-
pihak itu sepakat wacana barang dan harga, ketika itulah lahir perjanjian
jual beli yang sah. Hal ini sesuai dengan pasal 1458 KUH Perdata
yakni ; jual beli dianggap sudah terjadi antara kerdua belah pihak
seketika sesudah mereka mencapai sepakat wacana barang dan harga,
meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayar”.
Dari pasal tersebut maka sanggup dipahami lahirnya perjanjian itu
cukup dengan sepakat saja dan mengikat, atau bisa dikatakan bahwa
jual beli tiada lain daripada persesuaian kehendak antara penjual dan
pembeli mengenai barang dan harga, bila tanpa barang yang hendak
dijual, tak mungkin terjadi jual beli, bila barang obyek jual beli tidak
dibayar dengan suatu harga, jual beli dianggap tidak ada.
Menurut Subekti perjanjian itu sudah cukup apabila sudah
dicapai sepakat dan tidak dibutuhkan syarat-syarat lain, kecuali syarat
sahnya perjanjian sebagaimana pasal 1320 KUH Perdata.197
Dari uraian tersebut bila dikaitkan dengan komitmen murabahah di
BMT Safinah Klaten sebagaimana tersebut di atas sanggup di jelaskan
sebagaia berikut ;
1) Syarat Kesepakatan
197 Subekti, Aneka Perjanjian, hal.5
133
Akad-akad murabahah tersebut semuanya telah
ditandatangani kedua belah pihak, dengan demikian kedua belah
pihak dinilai telah sepakat. Cara memberikan sepakat ada
beberapa cara yakni dengan cara tertulis, dengan cara lisan,
dengan simbol-simbol tertentu bahkan dengan berdiam diri.198
Cara penandatanganan oleh kedua belah pihak yang berakad
di BMT Safinah tersebut memang sudah benar, meskipun tidak
dibentuk dihadapan pejabat yang berwenang.
2) Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pihak-pihak yang mengadakan komitmen di BMT Safinah Klaten
semuanya telah berusia 21 tahun, telah dewasa, cakap bertindak
Hukum, dengan demikian pihak-pihak yang berakad tersebut
telah memenuhi syarat kecakapan.
3) Syarat dengan sesuatu hal tertentu
Barang yang menjadi obyek komitmen murabahah di BMT
Safinah Klaten apada ketika komitmen dilaksanakan berwujud nota
pembelian barang-barang, yang didalamnya tertulis jenis-jenis
barang, jumlahnya dan harganya. Pihak BMT tidak perlu
melihat barangnya lantaran sudah percaya barangnya sudah ada
di pihak nasabah.
198 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, hal.14
134
Dalam pasal 1332 KUH Perdata menyebutkan bahwa hanya
barang-barang yang sanggup diperdagangkan saja sanggup menjadi
pokok persetujuan.
Menurut pasal 1332 ini memang semua barang-barang yang
tertulis di nota pembelian berdasarkan pengamatan penulis yaitu
barang-barang yang sanggup diperdagangkan.
Kemudian apakah barang-barang tersebut cukup disebutkan
atau suatu keharusan dengan wujud barangnya secara riil ?
Menurut pasal 1333 KUH Perdata yang berbunyi, ”Suatu
persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang
paling sedikit di tentukan jenisnya”. Selanjutnya dalam pasal
1334 yakni,” Barang-barang yang gres akan ada dikemudian
hari sanggup menjadi pokok suatu persetujuan.”
Dalam pasal 1333 tertulis, yang paling sedikit ditentukan
jenisnya, kalimat ini sanggup difahami bahwa pada ketika perjanjian
sanggup dipastikan jenis barangnya tetapi belum berwujud
barangnya, kemudian dipertegas pasal 1334 bahwa
barang-barang yang gres ada di kemudian hari sanggup menjadi
pokok suatu perjanjian, dalam arti pada ketika perjanjian
berlangsung barang belum ada tetapi sudah niscaya jenisnya.
Berdasarkan pasal 1333 dan pasal 1334 KUH Perdata
tersebut di atas jelaslah pada ketika berlangsungnya perjanjian
135
tidak diharuskan ada barangnya, cukup disebutkan minimal jenis
barangnya.
Dengan berlandaskan pasal 1333 dan pasal 1334 KUH
Perdata, maka pelaksanaan komitmen murabahah di BMT Safinah
Klaten yang berkaitan dengan obyek perjanjian yang berwujud
nota pembelian barang tersebut di atas yaitu diperbolehkan.
4) Syarat suatu alasannya yaitu yang halal
Bahwa komitmen murabahah BMT Safinah Klaten yang mana isi
komitmen atau perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang.
Dari uraian-uraian tersebut di atas bahwa syarat sahnya akad-
komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten telah sesuai dengan Hukum
Kontrak.
b. Akad Murabahah BMT Safinah Klaten berdasarkan perspektif fiqih.
Akad-akad murabahah BMT Safinah Klaten sebagaimana tersebut
di atas bila dilihat dari segi terbentuknya komitmen yakni :
1) Dari segi Rukun dan syarat komitmen atau disebut syarat
terbentuknya akad.
a) Para Pihak
Pihak-pihak yang berakad di BMT Safinah Klaten
semuanya telah remaja atau baligh. Dan dilaksanakan lebih
dari satu orang
b) Pernyataan Kehendak
136
Bahwa pihak-pihak yang berakad murabahah di BMT
Safinah Klaten telah memenuhi ijab dan qobul, kedua belah
pihak telah mengadakan kesepakatan dengan
menandatangani akad, yang sebelumnya pihak kedua
dipersilahkan untuk membaca dulu, bila ada hal-hal yang
belum paham, bila ada hal yang masih keberatan
dipersilakan untuk menyatakannya dan selanjutnya
dimusyawarahkan, pada umumnya telah menyatakan
kerelaannya.
c) Obyek Akad
Syarat obyek komitmen ada tiga yakni :
(1) Obyek itu sanggup diserahkan, (2) tertentu atau sanggup
ditentukan, (3) obyek itu sanggup ditransaksikan.
Yang dimaksud obyek itu sanggup diserahkan, yaitu pada ketika
yang telah ditentukan dalam akad, obyek komitmen sanggup
diserahkan dalam akad, obyek komitmen sanggup diserahkan
lantaran memang benar-benar ada di bawah kekuasaan yang
sah pihak yang bersangkutan. Menurut Ahmad Azhar
Basyir, bahwa obyek komitmen sanggup diserahkan mengharuskan
obyek komitmen itu telah wujud dan jelas.199
Penyerahan barang ketika komitmen di BMT Safinah Klaten
hanya berupa nota pembelian barang, tidak dengan wujud
199 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas, hal,82
137
barangnya. Pihak BMT tidak melihat barangnya namun
pihak BMT sudah percaya, barang ada dipihak nasabah
sebagai pembeli.
Menurut Al-Kasani menyampaikan bahwa terkait dengan
obyek komitmen ini sangat beragam, antara lain barang yang
menjadi obyek komitmen secara faktual harus benar-benar ada.
Tidak boleh melaksanakan jual beli terhadap barang yang
belum ada. Maksudnya semoga tidak terjadi garar.200
Para fuqaha mensyaratkan bahwa barang yang akan
diperjual belikan sungguh-sungguh ada pada ketika komitmen
berlangsung. Jika barang tidak ada, sekalipun akan ada
pada waktu akan tiba dianggap sudah masuk unsur garar.
Berkaitan dengan obyek komitmen ini, terdapat sejumlah
hipotesa yakni :
(1) Suatu barang secara tepat ada pada ketika komitmen
dilakukan.
(2) Suatu barang pada dasarnya ada pada waktu komitmen
dilaksanakan, kemudian wujudnya akan tepat
sesudah komitmen dilaksanakan.
(3) Suatu barang pada dasarnya tidak ada pada ketika komitmen
dilaksanakan, akan tetapi keberadaannya sudah niscaya
pada masa akan datang.
200 Asmuni, ”Akad Dalam Persepektif Hukum Islam.”, hal.18
138
(4) Suatu barang pada dasarnya tidak ada pada waktu komitmen
dilaksanakan atau pada dasarnya ada tetapi tidak sanggup
dipastikan keberadaannya pada masa akan datang.
(5) Suatu barang pada dasarnaya tidak ada pada waktu
komitmen dilaksanakan artinya ketiadaannya pada masa
akan tiba sudah pasti.201
Hipotesa pertama dan terakhir tidak mengandung
unsur garar. Hipotesa pertama, barang sudah niscaya ada
secara tepat pada waktu komitmen dilaksanakan, maka
terperinci kebolehannya, Hipotesa kelima (terakhir) bahwa
sesuatu pada dasarnya tidak ada pada waktu komitmen
dilaksanakan, artinya ketiadaannya pada masa akan
tiba sudah pasti. Akad yang demikian ini terperinci batal.
Kemudian hipotesa nomor dua, bahwa sesuatu
barang pada dasarnya ada pada waktu komitmen
dilaksanakan, kemudian wujudnya akan tepat
sesudah komitmen dilaksanakan. Mengenai masalah ini unsur
garar hampir tidak ditemukan. Maka dari itu melaksanakan
komitmen ini dibolehkan.
Mengenai hipotesa yang ketiga bahwa suatu barang
pada dasarnya tidak ada pada ketika komitmen dilaksanakan,
201 ibid
139
akan tetapi keberadaannya sudah niscaya ada pada masa
akan datang.
Sehubungan dengan hipotesa ini merupakan
pengecualian dari prinsip umum yang maksudnya
bahwa jual beli terhadap barang yang belum ada yaitu
batal. Kecuali jual beli dengan komitmen salam, dan istisna.
Hipotesa yang ketiga ini unsur garar tidak ada.
Adapun hipotesa yang ke empat yakni suatu barang
pada dasarnya tidak ada pada waktu komitmen dilaksanakan
atau pada dasarnya ada tetapi tidak sanggup dipastikan
keberadaanya pada masa yang akan datang. Pada
hipotesa ini terperinci termasuk unsur garar.
Bila komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten
dihubungkan dengan kelima hipotesa tersebut, maka
komitmen tersebut termasuk dalam hipotesa yang nomor
empat, alasannya yaitu semenjak awal nasabah (pihak II) sebagai
wakil atau kuasa dari pihak BMT (pihak I) tidak
menyerahkan barang yang dikuasakannya kecuali nota
pembelian barang kepada BMT (pihak I) sebagai
pemilik barang. Dan pada waktu pelaksanaan akad,
tidak dicantumkan dalam komitmen (perjanjian) penyerahan
barang secara niscaya untuk masa yang akan tiba dari
BMT kepada nasabah (pembeli).
140
Kemudian bila penyerahan barang dilihat dari teori
al-istihalah al-muthlaqah dan al-istihalah al-nisbiyah,
jikalau termasuk pada istihalah al-muthlaqah maka komitmen
jual beli menjadi batal, contohnya : Budak yang kabur
menjadikan penyerahannya kepada pembeli menjadi
istihalah muthlaqah dengan demikian komitmen jual belinya
batal. Akan tetapi jikalau ada seseorang tiba ke tuannya
menginformasikan bahwa budaknya ada pada
seseorang, juallah budak itu ke saya, dan saya akan
mengambil dari dia, maka statusnya menjadi istihalah
nisbiyah lantaran diperkirakan oleh pembeli bahwa
budak tersebut sanggup diserahkan. Dengan demikian
akadnya sah tetapi mauquf pada serah terima. Kalau
berdasarkan teori ini komitmen murabahah di BMT Safinah
Klaten masuk Teori yang kedua.
Yang dimaksud obyek komitmen itu tertentu atau sanggup
ditentukan yakni obyek komitmen harus sanggup ditentukan
dan diketahui oleh kedua belah pihak yang berakad.
Barang tersebut harus terperinci bentuk fungsi dan
keadaannya, ketidak jelasan obyek komitmen gampang
menimbulkan sengketa di kemudian hari. Jika suatu
barang tidak diketahui maka komitmen menjadi fasid.
141
Ada dua hipotesa cara mengetahui barang yakni ;
suatu barang (obyek akad) berada di daerah
pelaksanaan komitmen atau suatu barang tidak berada
ditempat pelaksanaan akad.
Menurut Fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, jikalau
suatu barang berada di daerah akad, maka untuk
mengetahui barang tersebut dengan menunjukkannya,
meskipun ditempat tertutup menyerupai gula dalam karung.
Kemudian berdasarkan Malik, tidak sah membeli barang
yang ada ditempat komitmen kecuali dengan cara
melihatnya, kecuali ada kesulitan melihat barang
tersebut, maka sanggup dijual berdasarkan kriteria dan
sifat-sifatnya.
Sedangkan berdasarkan Syafi’i dalam keadaaan apapun
barang yang menjadi obyek komitmen harus dilihat dengan
mata telanjang.202
Yang dimaksud obyek itu sanggup ditransaksikan
yakni barang yang diperjual belikan harus merupakan
benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan komitmen
jual beli. Dan benda yang diperjual belikan itu
merupakan benda hak milik.
2) Dari segi syarat-syarat keabsahan komitmen
202 ibid, hal.20
142
Bahwa sempurnanya rukun dan syarat terbentuknya komitmen
bila terhindar dari lima sifat-sifat yakni ; a) paksaan,
b) penyerahan yang menimbulkan kerugian, c) garar, d) syarat-
syarat fasid, e) riba.
Telah disinggung di muka bahwa obyek komitmen murabahah
di BMT Safinah Klaten ada unsur garar yang bila dikaitkan
dengan syarat keabsahan komitmen ada dua kemungkinan yakni komitmen
tersebut menjadi mauquf dan atau fasid.
3) Dari segi berlakunya akhir Hukum
Agar sanggup dilaksanakan akhir Hukumnya komitmen yang sudah
sah itu harus ada dua syarat yaitu adanya kewenangan atas
tindakan Hukum yang dilakukan dan adanya kewenangan para
pihak atas obyek itu.
Dua syarat kewenangan tersebut kaitannya dengan
pelaksanaan komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten telah
terpenuhi.
4) Segi syarat mengikatnya akad.
Bahwa komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten telah bebas
dari hak-hak khiyar.
143
Dari pembahasan tersebut di atas bahwa penyelenggaraan
komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten sanggup dipahami yakni
dalam penyelenggaraan komitmen tersebut mengandung unsur garar
dengan hukumnya ;
a) Bila dilihat dari sistem al-istihalah al nisbiyah, komitmen
murabahah di BMT Safinah termasuk komitmen mauquf.
b) Bila berdasarkan Malik ketika berlangsungnya komitmen harus melihat
barangnya, bila barangnya tidak terlihat menjadikan komitmen
tidak sah. Demikian juga pendapat Syafi’i.
c) Menurut Mazhab Hanafi bahwa Akad Batil sama sekali tidak
ada wujudnya, sedang komitmen fasid telah terbentuk akadnya.
Dengan demikian komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten
termasuk komitmen fasid, lantaran sudah terbentuk akadnya.
2. Analisis Akad Ijarah di BMT Safinah Klaten
Dalam analisis komitmen ijarah ini dibatasi pada pembentukan komitmen ijarah
di BMT Safinah Klaten.
a. Akad ijarah di BMT Safinah Klaten berdasarkan perspektif Hukum
kontrak.
1) Ditinjau dari syarat-syaratnya kontrak
Unsur perjanjian sewa menyewa dasarnya yaitu pasal 1320
KUH Perdata.
144
a) Dalam hal kata sepakat, bahwa komitmen ijarah (sewa menyewa)
di BMT Safinah Klaten telah terpenuhi, dengan diwujudkan
kedua belah pihak menandatangani surat perjanjian, berarti
kedua belah pihak telah consensus. Menurut asas
konsensualisme dengan kata sepakat tersebut telah lahir
perjanjian.
b) Dalam hal cakap untuk membuat suatu perjanjian, pihak-
pihak yang melaksanakan komitmen ijarah di BMT Safinah
Klaten telah memenuhi umur dewasa, telah cakap bertindak
Hukum.
c) Mengenai suatu hal tertentu yaitu obyek sewa-menyewa
sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1548 KUH Perdata
yakni adanya kenikmatan suatu barang yaitu adanya manfaat
barang yang disewakan. Dalam waktu tertentu sesuai dengan
ketentuan yang disepakati. Dan dengan jumlah sewa yang
tertentu.
Akad ijarah BMT Safinah Klaten telah memenuhi
ketentuan pasal 1548 KUH Perdata tersebut, yakni barang
yang disewakan telah ada misal sewa rumah kontrakan,
kemudian harga sewanya juga telah dicantumkan dengan
jelas.
d) Suatu alasannya yaitu yang halal
145
Akad ijarah di BMT Safinah Klaten dibentuk (isinya) tidak
bertentangan dengan undang-undang.
2) Menurut momentum terjadinya kontrak. Bahwa telah
diterangkan di muka, yang mana komitmen ijarah telah memenuhi asas
konsensualisme. Akad ijarah tersebut telah terjadi pada ketika
pihak I dan pihak II menandatangani akad.
3) Dilihat dari bentuk kontrak
Bentuk komitmen ijarah BMT Safinah Klaten yaitu merupakan
perjanjian dibawah tangan yang ditanda tangani kedua belah
pihak, tetapi tidak dibentuk di hadapan dan di muka pejabatan yang
berwenang untuk itu, jadi hanya mengikat kedua belah pihak
yang berakad itu saja tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak
ketiga.
4) Dilihat dari tehnik penyusunan kontrak.
a. Dalam tiap-tiap perancangan kontrak ada tiga tahap yakni ;
(1) Tahap pra perancangan kontrak ; meliputi, identifikasi
para pihak, penelitian awal, nota kesepahaman dan
negosiasi.
Dalam kaitan dengan komitmen ijarah BMT Safinah
Klaten, bahwa BMT telah melaksanakan tahap pra
perancangan kontrak tersebut kecuali nota
kesepahaman.
(2) Tahap perancangan kontrak
146
BMT Safinah Klaten dalam pembuatan komitmen ijarah,
dalam hal pembuatan draf kontrak telah di blangkokan
secara tetap, maka tidak ada istilah saling menukar draf,
revisi dan penyelesaian simpulan naskah kontrak.
(3) Tahap pasca perancangan kontrak
Yang telah diperhatikan BMT Safinah Klaten
sesudah komitmen ijarah dibentuk yaitu alternatif penyelesaian
sengketa dimana disebutkan dalam struktur komitmen ijarah
yang maksudnya bila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan maka kedua belah sepakat menuntaskan
melalui peraturan / mekanisme yang ada di BMT Safinah
Klaten.
b. Dalam struktur dan Anatomi Kontrak
Akad ijarah di BMT Safinah Klaten bila dilihat dari segi
struktur dan anatomi kontrak yaitu sebagai berikut
diantaranya yang perlu dikemukakan yakni ;
(1) Yang berkaitan resital (konsiderans atau pertimbangan)
tidak dicantumkan, contohnya latar belakangnya, sebab-
sebabnya dan lain-lain.
(2) Yang berkaitan dengan definisi, tidak dicantumkan
padahal dalam komitmen ijarah BMT Safinah Klaten
tersebut banyak istilah yang perlu dirumuskan yakni ;
memuat titipan uang dari pihak II untuk membayarkan
147
ke obyek sewa, memuat wacana perwakilan dari pihak I
kepada pihak II untuk membayarkan uang sewa kepada
pemilik obyek sewa dan wacana sewa menyewa pihak I
kepada pihak II itu sendiri.
(3) Yang berkaitan dengan hak dan kewajiban (substansi
kontrak)
Pada komitmen ijarah BMT Safinah Klaten bahwa isi
perjanjian ijarah (sewa menyewa) telah terpenuhi yang
pokok yaitu barang yang disewa telah ada contohnya
mengontrak rumah, kemudian harga sewa telah
dicantumkan dengan terperinci dalam kontrak untuk waktu
yang ditentukan.
Dari pembahasan tersebut di atas maka sanggup dipahami
bahwa sah dan tidaknya komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten
berdasarkan Hukum kontrak yaitu tidak terlepas dari unsur
esensialia, yang dimaksud yaitu sesuatu yang harus ada
yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh
diabaikan dan harus dicantumkan dalam perjanjian. Tanpa
hal pokok tersebut perjanjian atau kontrak tidak sah.
Adapun yang menjadi hal pokok dalam perjanjian sewa
menyewa yaitu kesepakatan wacana barang dan sewanya.
Pada komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten yang berkaitan
dengan hal pokok perjanjian sewa menyewa yakni wacana
148
barang dan sewanya telah dicantumkan dengan terperinci pada
komitmen ijarah (perjanjian sewa menyewa) sebagaimana telah
diuraikan di atas.
Dengan demikian komitmen ijarah BMT Safinah Klaten
dibolehkan berdasarkan Hukum kontrak.
b. Akad Ijarah di BMT Safinah Klaten Menurut Fiqih
Dalam analisis ini dibatasi pada pembentukan komitmen ijarah di BMT
Safinah Klaten yaitu sebagai berikut :
1) Dilihat dari rukun dan syarat pembentukan komitmen ijarah
Telah diuraikan dimuka rukun dan syarat ijarah di BMT
Safinah Klaten telah terpenuhi yakni adanya pihak yang
menyewakan (pihak I) dan pihak penyewa (pihak II) kedua-
duanya telaah cakap Hukum.
Dari segi ijab dan qobul kedua belah pihak telah sepakat
artinya telah ada persesuaian antara ijab dan qobul dan dilakukan
dalam satu majelis.
Dari segi obyek, obyek yang disewakan yaitu manfaat
eksklusif dari benda, di BMT Safinah Klaten contohnya sewa
menyewa rumah, ini sanggup diketahui secara jelas, sanggup diserah
terimakan dan dimanfaatkan, manfaatnya tidak bertentangan
dengan syara’.
2) Dilihat dari syarat-syarat keabsahan akad.
149
Syarat-syarat keabsahan komitmen yakni : a) terhindar dari
paksaan, b) terhindar dari penyerahan yang menimbulkan
kerugian, c) terhindar dari garar, d) terhindar fasid, e) terhindar
riba’.
Akad ijarah di BMT Safinah Klaten sudah terperinci tidak ada
unsur paksaan, dalam penyerahan tidak menimbulkan kerugian
dan tidak ada unsur riba. Adapun wacana garar dan fasid perlu
pembahasan lebih lanjut.
Dalam dokumen komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten pada
struktur dan anatominya, bila diperhatikan dalam satu komitmen ijarah
(satu transaksi) berisi tiga komitmen yakni ;
a) Akad penitipan uang (wadiah yad amanah) yang disebutkan
pada pasal 2, yakni pihak I menyerahkan uang sebesar
Rp. .......... kepada pihak II.
b) Akad wakalah (perwakilan) yang disebutkan dalam pasal 3
yakni pihak II mewakili pihak I melaksanakan urusan pada
pasal 2.
c) Kemudian komitmen ijarah, disebutkan pada pasal 4 yakni barang
/ jasa pada pasal 2 tersebut, disewa oleh pihak II dari pihak I.
Dilihat dari tata urutan, bahwa komitmen penitipan uang dan komitmen
wakalah dibentuk terlebih dahulu sebelum komitmen ijaroh.
Ketika pihak II sebagai wakil pihak I akan membayarkan
uang sewa kepada pemilik obyek sewa dibutuhkan waktu,
150
maka dalam komitmen wakalah dan komitmen penitipan uang dibatasi
waktu, semoga dalam waktu tertentu tersebut pihak II telah
selesai melaksanakan urusan tersebut.
Setelah pihak II membayarkan uang sewa tersebut dan
barulah obyek sewa berpindah penguasaannya kepada
pihak I dan gres kemudian sanggup dibentuk komitmen ijarah lantaran
obyek sewa sudah menjadi kewenangan pihak I.
Dengan demikian, melihat proses sewa tersebut di atas
yakni dari penguasaan obyek sewa oleh pemilik orisinil barang
hingga berpindah penguasaannya kepada pihak I dibutuhkan
waktu tertentu.
Oleh lantaran itu bila dilihat kembali proses komitmen ijarah
di BMT Safinah Klaten yakni, komitmen penitipan uang, komitmen
wakalah, dan komitmen ijarah dibentuk dalam waktu, hari dan
tanggal yang sama yaitu merupakan suatu kejanggalan.
Adapun kejanggalan tersebut yakni ketika komitmen ijarah
dibuat, pihak II sebagai wakil dari pihak I belum
melaksanakan pembayaran kepada pemilik obyek sewa,
dengan demikian obyek sewa belum berpindah
penguasaannya pada pihak I. Dalam arti pada ketika komitmen
ijarah dibentuk oleh kedua belah pihak obyek sewa belum niscaya
atau belum jelas.
151
Di samping masalah tersebut diatas wacana konsep satu
komitmen ijarah (transaksi) berisi tiga komitmen tersebut, juga
menimbulkan ketidak jelasan, mana yang seharusnya
digunakan (berlaku) apakah komitmen wakalah atau komitmen ijarah.
Menurut Adiwarman A. Karim suatu transaksi sanggup
dikatakan tidak sah, bila terjadi salah satu atau lebih ada
faktor-faktor di bawah ini ;
a) Rukun dan syarat tidak terpenuhi.
b) Terjadi Ta’allug yakni bila dihadapkan pada dua komitmen
yang saling dikaitkan, maka berlakunya komitmen yang satu
tergantung pada komitmen yang kedua.
c) Terjadi “Two in One” yakni dua komitmen dalam satu
transaksi.203
Selanjutnya Two in One terjadi bila semua dari ketiga
faktor di bawah ini terpenuhi sekaligus yakni ;
a) Obyek sama
b) Pelaku sama
c) Jangka waktu sama
Bila satu saja dari faktor di atas tidak terpenuhi, maka two in
one tidak terjadi, dengan demikian komitmen menjadi sah.
Bila komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten diukur dengan ketiga
faktor two in one (dua komitmen dalam satu transaksi) tersebut di atas
203 Adiwarman A. Karim, Bank Islam, hal.48
152
sanggup diketahui bahwa pelaksanaan komitmen ijarah tersebut ada unsur
garar. Dan jikalau ada unsur garar maka unsur garar itu sendiri
masuk syarat fasid.
3) Dilihat dari Syarat Berlakunya Akibat Hukum
Bila dikaitkan dengan syarat adanya kewenangan para pihak
atas obyek akad, pelaksanaan komitmen ijarah BMT Safinah Klaten
ada ketidak jelasan obyek sama yakni, pada ketika dibentuk komitmen sewa
dan ketika itu juga dibentuk komitmen wakalah, jadi belum dilaksanakan
pembayaran kepada pemilik obyek sewa, tetapi obyek sewa
tersebut sudah sanggup dipastikan berdasarkan perundingan
sebelumnya. Dengan demikian komitmen ijarah tersebut termasuk
komitmen mauquf.
4) Dilihat Syarat Mengikatnya Akad
Pelaksanaan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten selama ini
belum ada yang terkait dengan hak-hak khiyar.
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas komitmen ijarah di BMT
Safinah Klaten bila dilihat dari proses pembentukan akad, pada
dasarnya telah terpenuhi rukun dan syarat-syaratnya, hanya pada
teknik pembuatan komitmen ijarah tersebut terdapat keganjilan yakni tiga
komitmen dibentuk dalam satu transaksi yang mengakibatkan garar, yakni
ketidak jelasan komitmen mana yang digunakan. Dan hukumnya menjadi
fasid bila dilihat dari syarat-syarat keabsahan akad.
153
Disamping hal tersebut di atas timbulnya garar lantaran akhir dari
obyek sewa ketika terjadinya komitmen belum dibayar oleh pihak II sebagai
wakil dari pihak I, maka akhir hukumnya belum ada kewenangan
atas obyek komitmen tersebut dan belum sanggup dilaksanakan lantaran
menunggu pelaksanaan pembayaran, maka komitmen tersebut termasuk
komitmen mauquf (akadanya sah tetapi masih menggantung).
B. Analisis Potensi Konflik Pada Akad-Akad Di BMT Safinah Klaten Dan
Penyelesaiannya
Pada pembahasan ini meliputi tiga hal yakni potensi konflik pada komitmen
murabahah dan komitmen ijarah, komitmen pemsanan barang, dan penyelesaian konflik.
1. Potensi konflik pada komitmen murabahah dan komitmen ijarah
Telah dijelaskan pada penggalan terdahulu bahwa produk-produk yang macet
di BMT Safinah Klaten sebesar 0,6 %, untuk pembiayaan komitmen
murabahah sebanyak 25 orang nasabah untuk komitmen ijarah sebanyak
6 orang nasabah.
Adapun sebab-sebab pembayaran atau pengangsuran dari nasabah
macet yakni lantaran kena tipu, usahanya gulung tikar dan lantaran itikad
nasabah yang tidak baik.
Dari sebab-sebab tersebut mengakibatkan nasabah tersebut tidak sanggup
memenuhi peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan dalam komitmen
murabahah dan komitmen ijarah.
154
Dalam pasal IV pada komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten
disebutkan, apabila terjadi hal-hal sebagaimana tersebut di atas maka
disebut kejadian cidera janji atau wanprestasi.
Dengan demikian potensi konflik pada komitmen murbahah dan komitmen ijarah
di BMT Safinah Klaten yaitu berupa cidera janji atau wanprestasi.
a Wanprestasi Menurut Hukum Kontrak
Wanprestasi bila debitur tidak melaksanakan apa yang dijanjikan
lantaran alpa atau lalai atau ingkar janji.
Wanprestasi tersebut sanggup berupa :
1) Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya ;
2) Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan ;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat ;
4) Melakukan sesuatu yang berdasarkan perjanjian tidak boleh
dilakukannya,
Akibat wanprestasi debitur diharuskan membayar ganti rugi sesuai
pasal 1365 KUH Perdata, bahwa setiap perbuatan melanggar aturan
yang membawa kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang kena
kesalahannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian
tersebut.204
Wanprestasi yang dilakukan oleh nasabah BMT Safinah Klaten
yakni lantaran tertipu, lantaran usahanya gulung tikar hal ini termasuk
204 Subekti, Hukum Perjanjian, hal.45
155
perbuatan lalai, sedangkan lantaran itikad tidak baik termasuk
perbuatan ingkar janji, maka mereka bisa dikenakan ganti rugi.
Adanya kemacetan dana dari debitur atau nasabah dari BMT
Safinah Klaten tersebut sebesar 0,6 % kelihatannya masih kecil,
namun bila dilihat hasilnya yang mana BMT safinah Klaten
menutup biaya tersebut memerlukan dana sebesar Rp. 123 juta lebih
yang diambilkan dari dana cadangan beresiko yaitu merupakan dana
yang tidak sedikit, seandainya debitur yang wanprestasi meningkat
lagi tentu akan menghabiskan dana cadangan beresiko yang lebih
besar lagi bahkan bisa juga dana cadangan akan habis. Bila hal ini
terjadi akan menambah kesulitan bagi BMT Safinah Klaten.
Dengan demikian adanya wanprestasi tersebut merupakan potensi
konflik yang tidak bisa dihindari di BMT Safinah Klaten.
Oleh lantaran itu terdapat perintah undang-undang semoga perjanjian-
perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik, menyerupai yang dinyatakan
dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.
Namun bila berbuat sebaliknya melanggar aturan yang
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka baginya yang
wanprestasi tersebut dikenai ganti rugi menyerupai yang dimaksud dalam
pasal 1365 KUH Perdata tersebut di atas.
b. Wanprestasi Menurut Fiqih
Telah diterangkan di muka bahwa wanprestasi merupakan potensi
konflik di BMT Safinah Klaten.
156
Wanprestasi merupakan perbuatan yang merugikan, yang sangat
potensial di BMT dan sanggup diperkirakan, di BMT Safinah Klaten
telah menyisihkan dana cadangan beresiko yang disediakan untuk
menangani perbuatan wanprestasi tersebut. Sebab kejadian
wanprestasi berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan
BMT yang tidak sanggup dihindari.
Untuk penggantian dampak negatif atau kerugian tersebut sanggup
dikenakan dengan ganti rugi sebagaimana fatwa Dewan Syari’ah
Nasional No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 wacana Ganti rugi. Dalam
ketentuan umum yakni :
1) Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang
dengan sengaja atau lantaran kelalaian melaksanakan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan komitmen dan menimbulkan kerugian
pada pihak lain.
2) Kerugian yang sanggup dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 yaitu kerugian riil yang sanggup diperhitungkan
dengan jelas.
3) Kerugian riil sebagaimana yang dimaksud ayat 2 yaitu biaya-
biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang
seharusnya dibayarkan.
4) Besarnya ganti rugi (ta’widh) yaitu sesuai dengan nilai kerugian
riil (real loss) yang niscaya dialami (fixed cost) dalam transaksi
157
tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi
(potential loss) lantaran adanya peluang yang hilang.
5) Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad)
yang menimbulkan utang piutang (dain), menyerupai salam, istishna,
serta murabahah dan ijarah.
6) Dalam komitmen murabahah dan musyarakah, ganti rugi hanya boleh
dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam
musyarakah apabila penggalan manfaatnya sudah terperinci tetapi
tidak dibayarkan.205
Berdasarkan fatwa tersebut di atas ganti rugi diperbolehkan hanya
untuk kerugian riil yang sanggup diperhitungkan dengan jelas. Tidak
diperbolehkan kerugian yang diperkirakan akan terjadi.
Dalam fiqih disebutkan bahwa ganti rugi (al-daman) mengandung
unsur-unsur menyerupai kesalahan (al-khata’), kerugian (al-dharar) dan
hubungan kausalitas (‘alaqah salabiyah).206
Maka yang menjadi sebab-sebab timbulnya al-daman (ganti rugi)
yaitu lantaran adanya pelanggaran dengan melaksanakan perbuatan yang
dihentikan oleh syari’ah atau tidak melaksanakan perbuatan wajib.
Pelanggaran yang mengharuskan ganti rugi (al-daman) mesti
di ikuti oleh kerugian. Apabila terjadi pelanggaran namun tidak
mengakibatkan kerugian, maka al daman dengan sendirinya tidak
berlaku.
205 Kerjasama Dewan Syari’ah Nasional MUI-Bank Indonesia, Himpunan Fatwa, hal.307
206 Asmuni,”Teori Penyelesaian Sengketa Di Lembaga Keuangan Syari’ah Perspektif Hukum
Islam”, Yog yakarta : tnp, tt), hal.6
158
Syarat lain bagi al-daman atau ganti rugi yaitu adanya hubungan
kausalitas antara pelanggaran dengan kerugian, maksudnya
menyandarkan kerugian kepada perbuatan pelanggar.
Dari hal-hal tersebut di atas sanggup difahami adanya ganti rugi
lantaran adanya pelanggaran komitmen yang menimbulkan kerugian.
Dengan demikian pelanggaran komitmen yang menimbulkan kerugian
merupakan potensi konflik, sebagaimana adanya cidera janji atau
wanprestasi terhadap komitmen murabahah dan komitmen ijarah di BMT
Safinah Klaten.
2. Potensi Konflik Akad Pemesanan Barang
Pada komitmen Pemesanan barang di BMT Safinah Klaten belum
dicantumkan umur para pihak dan belum dicantumkan para pihak.
Keharusan dicantumkan umur yaitu untuk mengetahui para pihak
telah remaja atau belum, bila ternyata pihak pemesan barang belum
dewasa, berakibat tidak syah. Begitu juga bila para pihak tidak
dicantumkan berakibat komitmen pemesanan barang tidak syah, lantaran suatu
komitmen atau kontrak disyaratkan berbilang pihak.
Bila lantaran hal tersebut mengakibatkan komitmen pemesanan barang tidak
syah, maka akan menimbulkan konflik.
3. Penyelesaian Konflik
Penyelesaian sengketa (konflik) pada umumnya mengacu pada
klausula yang tercantum pada perjanjian atau menyertai perjanjian
pokoknya. Biasanya dalam perjanjian tertulis, penyelesaian perselisihan,
159
contohnya melalui Badan Arbritrase Muamalat Indonesia. Menurut pasal
11 ayat (1) Undang-undang No. 30 tahun 1999 wacana Arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa yakni adanya suatu perjanjian arbritrase
tertulis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian
sengketa ke Pengadilan Negeri.207
Penunjukan Badan Arbritrase tersebut maksudnya para pihak yang
membuat perjanjian tersebut sudah sepakat penyelesaian sengketanya
dengan Badan Arbritrase bukan yang lainnya.
Penyelesaian konflik dan sengketa di BMT Safinah Klaten sanggup
dilihat pada klausula akad-akadnya.
a. Pada komitmen murabahah di BMT Safinah Klaten
Dalam kaitannya penyelesaian sengketa yang mana klausulanya
disebutkan pada pasal Domisili Hukum yakni ”Tentang komitmen ini dan
segala akibatnya, para pihak menentukan domisili aturan yang tetap dan
umum di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Klaten”.
Mengenai pasal Domisili Hukum yang berbunyi, ”Tentang komitmen
ini dan segala akibatnya……….”, hal ini masih memerlukan
penafsiran lebih lanjut, apakah segala hasilnya itu termasuk
penyelesaian sengketanya ? Bila dihubungkan dengan domisili
Hukum maka sanggup dimaksudkan termasuk penyelesaian sengketanya
menunjuk Pengadilan Negeri.
207 Munir Fuady, Arbritrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, cet I (Bandung;
PT Citra Aditya Bakti, 2000 ), hal. 213
160
Adapun masalah cidera janji atau wanprestasi terhadap komitmen
murabahah di BMT Safinah Klaten, pihak BMT dalam
menyelesaikannya ternyata tidak mengacu pada klausula tersebut
di atas, namun diselesaikan dengan cara pendekatan kepada nasabah
yang wanprestasi tersebut dengan tidak dibatasi waktu hingga dia
bisa melunasinya.
Bila merujuk pada Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN), yang
mana setiap fatwa-fatwanya selalu mencatumkan, bila salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jikalau terjadi perselisihan
diantara pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan
Arbritrase Syari’ah sesudah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
BMT Safinah Klaten di dalam penghimpunan dan pembiayaan
akadnya yaitu berdasarkan fatwa-fatwa DSN, menyerupai komitmen
murabahah dan komitmen ijarah seharusnya klausula penyelesaian
sengketanya juga dicantumkan melalui Badan Arbritrase Syari’ah,
dalam arti penyelesaiannya berdasar prinsip syariah.
Dalam pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 wacana
Arbritrase dan alternatif penyelesaian sengketanya disebutkan,
putusan arbritrase bersifat final dan mempunyai kekuatan aturan
tetap dan mengikat para pihak.208
208 Munir Fuady, Arbritrase Nasional, hal. 227
161
Namun apabila para pihak tidak melaksanakan putusan arbritrase
secara sukarela, maka salah satu pihak yang lain sanggup memohonkan
sanksi kepada Pengadilan Negeri.
b. Pada komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten
Penyelesaian sengketa pada komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten
sanggup dilihat dalam klausulanya, yang bunyinya yaitu sebagai
berikut ; Dalam pelaksanaan pembiayaan ini tidak diharapkan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dikarenakan dasar transaksi
ini semata-mata lantaran Allah SWT, namun apabila terjadi sebaliknya
maka kedua belah pihak sepakat menuntaskan melalui peraturan atau
mekanisme yang ada di BMT Safinah dan putusan simpulan yang mengikat.
Dari klausula tersebut di atas, maka penyelesaian bagi nasabah
yang cidera janji diselesaikan dengan peraturan dan tata cara yang ada
di BMT sebagaimana diterangkan di muka. Dan penyelesaian yang
dilakukan BMT tersebut tidak mempunyai kekuatan aturan yang
niscaya dalam arti tidak sanggup dieksekusi.
Dalam pembuatan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten tidak
mencantumkan klausula penyelesaian sengketa atau konflik merujuk
Badan Arbritrase Syari’ah sebagaimana difatwakan oleh Dewan
Syari’ah nasional.
162
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang diuraikan pada bab-bab di atas sanggup
disimpulkan sebagai berikut :
163
1. Pelaksanaan komitmen murabahah dan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten
sudah sesuai dengan aturan kontrak sebagaimana tersebut dalam pasal
1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Pelaksanaan komitmen murabahah dan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten
belum sesuai dengan fiqih, masih mengandung garar.
3. Dalam komitmen murabahah dan komitmen ijarah di BMT Safinah Klaten ada
potensi konflik diantaranya :
- Adanya nasabah yang cidera janji atau wanprestasi,
- Dalam komitmen pemesanan barang belum dicantumkan wacana umur dan
pihak-pihak.
4. Penyelesaian konflik di BMT Safinah Klaten belum ditempuh berdasarkan
jalur aturan yang diatur Undang-undang maupun petunjuk Dewan
Syari’ah Nasional, sehingga hasil penyelesaian konflik oleh BMT tersebut
tidak mempunyai kekuatan aturan yang niscaya artinya tidak sanggup
dieksekusi.
B. Saran-saran
Kepada para peneliti, untuk dilanjutkan penelitian ini wacana akad-akad
penghimpunan dana dan pembiayaan di BMT-BMT terutama aspek
pendanaan yang berasal dari bank. Aspek pembiayaan murabahah yang
berkaitan dengan kehendak nasabah yang menghendaki pinjam dana (hutang)
dan lain-lain.
164
Hendaknya pendekatan yang digunakan penelitian di BMT lebih dari satu,
semoga sanggup memperoleh hasil yang komprehensif.
Pada ketika pembuatan komitmen murabahah di samping Nota Pembelian barang,
hendaknya juga memperlihatkan sebagian jenis-jenis pembelian barangnya.
Sebaiknya komitmen penitipan uang ijarah (sewa) dan komitmen wakalah dibentuk
tersendiri sebelum dibentuk komitmen ijarah, sesudah dilaksanakan gres dibentuk komitmen
ijarah.
Untuk penyelesaian konflik (sengketa) semoga dalam pembuatan akad-akad
di BMT dicantumkan klausula penyelesaiannya sesuai dengan fatwa Dewan
Syariah Nasional, sehingga hasil dari penyelesaian itu sanggup mempunyai
kepastian hukum.
DAFTAR PUSTAKA
As-Siddieqy, T.M. Hasbi.1984. Pengantar Fiqh Mu’amalah, Cetakan Kedua.
Jakarta : PT. Bulan Bintang.
Abubakar, Bahrun dkk. 1993. Terjemahan Tafsir Al Maraghi, Cetakan Kedua.
Semarang ; PT. Karya Toha Putra.
165
Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum.
Cetakan Pertama. Jakarta : Tazkia Institute.
----------------. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek. Cetakan Pertama.
Jakarta : Gema Insani Press.
Al-Mushlih, Abdullah dan Sholeh Ash-Shawi. 2004. Fiqh Ekonomi Keuangan
Islam. Penerjemah Abu Umar Basyir. Kata Pengantar Adiwarman
A. Karim. Cetakan Pertama. Jakarta : Darul Haq.
‘Aid, Abd Ar-Rahman Bin. 2004.’Aqad Al Muqawalah. Cetakan pertama, Riyad :
Maktabah Al-Mulk.
AK-Syahmin.2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Anwar, Syamsul.2006.”Hukum Perjanjian Syari’ah’.. Yogyakarta : Tanpa Nama
Penerbit.
Asmuni. 2007.”Akad Dalam Perspektif Hukum Islam (Sebuah Catatan
Pengantar)”. Makalah Pelatihan.
----------------- . Tanpa Tahun.”Teori Penyelesaian Sengketa Di Lembaga
Keuangan Syari’ah Perspektif Hukum Islam”. Yogyakarta :
Tanpa Nama Penerbit.
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas-asas Hukum Muamalat. Yogyakarta :
UII Press.
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an Dan Terjemahan. Semarang :
CV. Toha Putra Semarang.
Djazuli, A.2006. Kaidah-kaidah Fikih. Cetakan Pertama. Jakarta : Kencana
Danupranata, Gita. 2006. Ekonomi Islam. Yogyakarta : UPFE-UMY
Dewi, Gemala dkk.2006. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Cetakan Kedua.
Jakarta : Kencana.
Dahlan, Abdul Azis (ed). Ensiklopedi Hukum Islam.1996. Cetakan Pertama.
Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
166
Fuady, Munir.2000. Arbritrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa
Bisnis. Cetakan Pertama. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Harahap, M.Yahya.1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung : PT Citra
Aditya Bakti.
H.S. Salim. 2006. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Cetakan Pertama. Jakarta : Sinar Grafika.
------------------ dkk. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum of
Understanding. Cetakan Pertama. Jakarta : Sinar Grafika.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Cetakan Kedua. Jakarta : Gaya Media
Pratama.
Ilmi, Makhalul. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah.
Cetakan Pertama. Yogyakarta : UII Press.
Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang : Bayu Media Publishing.
Kasmir. 2005. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja
Grafindo.
Kerjasama dewan Syariah Nasional MUI – Bank Indonesia. 2006. Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional. Cipasung Ciputat : CV. Gaung
Persada.
Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada.
Kholis, Nur. 2006. “Modul Transaksi Dalam Ekonomi Islam”. Yogyakarta :
Tanpa Nama Penerbit.
Mertokusumo, Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta :
Liberty.
Manan, Abdul. 2000. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan
Peradilan Agama. Jakarta : Yayasan Al-Hikmah.
-------------------- . 2006. “Hukum Kontrak Dalam Sistem Ekonomi Syari’ah”.
Dalam Varia Peradilan. No. 247. Th. Ke. XXI.
167
Muhammad. 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat Kontemporer.
Yogyakarta : UII Press.
Mu’allim, Amir dan Yusdani. 2001. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam.
Yogyakarta : UII Press.
Majelis Ekonomi Pimpinan Pusat Muhamamdiyah Pusat Pembangunan Usaha
Kecil dan Kewirausahaan Muhammadiyah. 2002. Pedoman Cara
Pendirian BTM dan BMT di Lingkungan Muhammadiyah. Jakarta
: Tanpa Nama Penerbit.
Mas’adi, Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Miru, Ahmadi. 2007. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Nuh, Abd. Bin. Dan Oemar Bakry. 1964. Kamus Arab. Indonesia, Inggris.
Jakarta : Mutiara.
Nasution. S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Cetakan Keenam.
Jakarta : Bumi Kasara.
N.H., Muhammad Firdaus, dkk. Memahami Akad-akad Syari’ah. Jakarta :
Renaisan.
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta :
PT. BumiAksara.
Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. 1992. Kumpulan Peraturan Undang-
undang Dalam Lingkungan Peradilan Agama. Tanpa Tempat
Penerbit : Tanpa Nama Penerbit.
PINBUK. Tanpa Tahun. Peraturan Dasar dan Contoh AD ART BMT. Jakarta :
wasantara Net. id.
------------------ . Tanpa Tahun. Pedoman Cara Pembentukan BMT. Jakarta.
Wasantara Net. id
Profil BMT Safinah Klaten. 2006.
------------------ . 2007. Simpanan BMT Safinah Klaten.
Rahman, Hasanuddin. 2003. Contract Draft ing Seri Ketrampilan Merancang
Kontrak Bisnis. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.
168
Ridwan, Muhammad.2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta : UII Press.
------------------. 2006. Sistem Dan Prosedur Pendirian Baitul Maal wa Tamwil
(BMT). Yogyakarta : Citra Media.
Rizky, Awalil. 2007. BMT Fakta dan Prospek Baitul Maal wat Tamwil.
Yogyakarta : UCY Press.
Raiwidjaya, I.G. 2007. Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting). Jakarta :
Ke Saint Blanc.
Sosroatmodjo, Arso Dan Wasit Aulawi. 1975. Hukum Perkawinan di Indonesia.
Jakarta : Bulan Bintang.
Sabiq, Sayyid. 1983. Fiqhus Sunnah. Tanpa Tempat Penerbit : Dar al-Fikr.
Subekti, R dan R. Tjitro Sudibio. 1985. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Jakarta : Pradnya Paramita.
------------------. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
------------------. 1996. Hukum Perjanjian. Yogyakarta : PT. Inter Masa.
Sigit, Soehardi. 1999. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial. Tanpa Tempat
Penerbit : Tanpa Nama Penerbit.
Sholahuddin. M. 2006. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam. Surakarta :
Muhamamdiyah University Press.
Saliman, Abdul Rasyid dkk. 2006. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan
Contoh Kasus. Jakarta : Kencana
Syahrani, Ridwan. 2006. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. Bandung :
PT. Alumni.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri.
Jakarta : Ghalia Indonesia.
Syafei, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Pustaka Setia.
Taufiq. 2006. “Nadhariyyatu Al-Uqud Al-Syar’iyyah”. Dalam Suara Uldilag III
(9) : 99. Jakarta.
Tim Penyusun PAS BMT 002. 2007. Pedoman Akad Syari’ah Pada BMT
(PAS BMT. 002). Tanpa Tempat Penerbit : BMT Center.
169
Widjaya, Gunawan. 2005. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqhu Al. Islam wa Adillatuhu. Diterjemahkan oleh Tim
Counter Part Bank Muamalat. 1999. Fiqh Muamalah Perbankan
Syari’ah. Jakarta : PT. Bank Muamalah Indonesia.
WAWANCARA :
M. Burhan Nasruddin .L Manajer Utama BMT Safinah Klaten
Danang Pontjo Sudibyo. Manajer Pembiayaan BMT Safinah Klaten.
Tugiman Hadi Brata. Pengurus BMT Safinah Klaten.
II
Lampiran 2
AKAD PEMESANAN BARANG
No. /PMN/BMT / bln/200….
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa kepada
Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, Pada
hari ini : …………., tanggal : ………………….., daerah : …………….. saya :
Nama : …………………………………………..
Alamat : …………………………………………..
No. KTP : …………………………………………..
Memohon kepada KJKS BMT ……………………………… yang
berkedudukan di …………………………………. Untuk mengadakan
barang / barang-barang dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jenis Barang, Spesifikasi, Jumlah dan harga.
No Barang Spesifikasi (*) Jumlah Harga Satuan Total
• Keterangan / Spesifikasi barang, tersebut dalam lampiran
2. Untuk pemenuhan pengadaan barang tersebut, maka saya mengikatkan diri
pada janji (akad) pemesanan barang kepada KJKS BMT……………..agar
membelikan untuk saya barang-barang dengan jenis, spesifikasi, jumlah serta
harga sebagaimana tercantum dalam butir 1.
III
3. Saya berjanji bahwa selambat-lambatnya ………. hari sesudah barang
disediakan, saya akan membeli barang pesanan saya tersebut (Wa’ad
Murobahah).
4. Bahwa untuk menjamin kesungguhan dalam per mintaan pemesanan
barang/wa’ad pemesanan barang, maka saya bersepakat untuk membayar uang
sejumlah Rp. ……………… (…………………………………………………)
sebagai uang muka (Urbun) bagi pemesanan barang yang telah saya lakukan
sebagaimana tertulis dalam perjanjian ini.
5. Saya bersepakat bahwa dalam hal berjanjian berlangsung sebagaimana
ketentuan dan syarat, maka sejumlah uang yang telah saya bayar tersebut
berlaku sebagai uang muka bagi Perjanjian Jual Beli yang akan dibentuk
dikemudian hari.
6. Saya bersepakat bahwa dalam hal dikemudian hari saya membatalkan
Perjanjian Pemesanan Barang ini secara sepihak, maka saya terikat untuk
memperlihatkan ganti rugi (Ta’widh) sejumlah …………………………………
(……………………………………………………….) yang diambilkan dari
uang muka yang telah saya berikan tersebut.
7. Saya bersepakat bahwa dalam hal terjadi nilai uang muka lebih kecil dari nilai
ganti rugi, maka saya akan membayar kekurangannya.
Demikian Surat Perjanjian (akad) Pemesanan Barang ini dibentuk dan telah saya
tandatangani dengan sukarela (ridlo) tanpa paksaan dari pihak manapun.
………………., …………… 200…
Pemesan
( ………………………… )
IV
Lampiran 3
AKAD WAKALAH
No. /WKL/BMT / bln/200…..
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa
kepada Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………, tanggal : …………………..,
daerah : ……………………………, oleh pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………………….., Kepala Divisi Marketing Capem
……………………………….., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut, berdasarkan Surat Kuasa Manajer KJKS BMT ……………………,
yang dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwill ………………………………….,
yang berkedudukan dan berkantor di …………………………………………,
untuk selanjutnya disebut Pihak I …………………………………………….
2. Nama : …………………………………………., bertempat tinggal di ……….
………………….., kelurahan/Desa ………………………………………..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II ……
…………………………………………………..
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing sebagaimana
tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian pemberian
V
kuasa/perwakailan (Wakalah) yang terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut : ………………………..
Pasal I
PEMBERIAN KUASA DAN JANGKA WAKTU KUASA
Pihak I melimpahkan kekuasaannya kepada Pihak II secara khusus untuk
melaksanakan hal-hal sebagaimana berikut :
1. Memilihkan untuk Pihak I barang/barang-barang dengan jumlah, spesifikasi
dan harga yang telah disepakati bersama sebagaimana suara surat permohonan
Pembiayaan Murabahah dan Waad Pemesanan barang nomor ……………….,
yang dibentuk oleh Pihak II, yang merupakan penggalan yang menjadi satu kesatuan
dan tidak terpisahkan dari komitmen perjanjian ini.
2. Membayarkan untuk Pihak I barang-barang yang tertuang pada pasal 1ayat (1)
perjanjian ini.
3. Bertanda tangan untuk dan atas nama Pihak I terhadap barang-barang yang
telah dibeli dan menjadi konsekwensi dari berpindahnya kepemilikan atas
barang tersebut.
4. Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa jangka waktu berlakunya komitmen
wakalah ini yaitu ketika pihak II telah menuntaskan semua kewajibannya
sesuai dengan suara ketentuan-ketentuan komitmen ini, atau selambat-lambatnya
……………. hari terhitung sesudah ditandatangani komitmen ini atau tanggal ……..
Pasal II
PENITIPAN UANG
Pihak I sepakat bahwa untuk terpenuhinya ketentuan pasal 1, maka pihak I akan
menitipkan (Wadiah yad amanah) kepada pihak II, uang sejumlah Rp……………
(……………………………………………………………).
VI
Pasal III
PENITIPAN JAMINAN
Untuk menjamin kesungguhan dalam menjalankan komitmen wakalah ini maka pihak
II menitipkan jaminan berupa …………………………………..
Pasal IV
PERISTIWA CIDERA JANJI
Apabila terjadi hal-hal dibawah ini, setiap kejadian demikian, masing-masing
secara tersendiri atau gotong royong disebut kejadian cidera janji :
1. Kelalaian Pihak II untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian ini
untuk menentukan dan membayarkan barang sesuai ketentuan.
2. Apabila terdapat suatu janji, pernyataan, jaminan, atau kesepakatan berdasarkan
perjanjian ini atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu surat,
sertifikat atau bukti-bukti lain yang perlu diadakan berdasarkan Perjanjian ini atau
sehubungan dengan suatu perjanjian yang disebut dalam Perjanjian ini
ternyata tidak beres, tidak tepat atau menyesatkan.
3. Diputuskan oleh suatu pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya bahwa
suatu perjanjian atau dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang
yang dipilih pihak II yaitu tidak sah atau dengan cara yang lain tidak sanggup
diberlakukan.
4. Jikalau Pihak II melanggar dan atau tidak sanggup memenuhi peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini atau tidak sanggup
memenuhi syarat-syarat perjanjian ini serta perjanjian- perjanjian lainnya yang
bersangkutan dan atau syarat-syarat serta ketentuan yang ditetaapkan oleh
KJKS/BMT ………….. baik surat-surat/dokumen-dokumen termasuk jaminan
yang diberikan.
5. Jikalau Pihak II tidak menjalankan wakalah dengan sungguh-sungguh dan atau
melanggar syar’i dan atau melanggar aturan yang berlaku maka seluruh komitmen
akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban-kewajiban dan biaya-biaya
yang menjadi kewajiban Pihak II harus dibayarkan kepada Pihak I, dan Pihak I
VII
sanggup mengambil tindakan apapun yang perlu yang bekerjasama dengan
perjanjian ini.
Pasal V
KEADAAN MEMAKSA (FOR CE MAJEURE)
1. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan salah satu untuk memenuhi
kewajiban sebagaimana tercantum dalam perjanjian ini, yang disebabkan oleh
lantaran keadaan yang memaksa menyerupai tragedi alam, huru-hara dan sabotase,
dan tidak sanggup dihindari dengan melaksanakan tindakan sepatutnya, maka
kerugian yang diakibatkan tersebut ditanggung secara bersama oleh para
pihak.
2. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, pihak yang mengalami kejadian yang
dikategorikan keadaan memaksa wajib memberitahukan secara tertulis wacana
hal tersebut kepada pihak lainnya dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai kejadian memaksa tersebut
selambat-lambatnya 14 hari semenjak keadaan yang memaksa tersebut.
3. Apabila dalam waktu 30 hari semenjak diterimanya pemberitahuan sebagaimana
ayat 2 belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang mendapatkan
pemberitahuan, maka adanya kejadian tersebut dianggap telah disetujui oleh
pihak tersebut.
4. Apabila keadaan memaksa tersebut mengakibatkan kegagalan dalam
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini selama 3 bulan, maka
perjanjian ini sanggup diakhiri dengan suatu perjanjian antara para pihak.
Pasal VI
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah bersepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur
dalam komitmen ini, akan diatur dalam addendum-addendum dan atau surat-surat dan
atau lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian ini.
VIII
Pasal VII
DOMISILI HUKUM
Tentang komitmen ini dan segala akibatnya, para pihak menentukan domisili aturan yang
tetap dan umum di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri …….. di
…………………………
Pasal VIII
PASAL TAMBAHAN
Perjanjian ini ditanda tangani ini dibentuk dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sama, ditanda
tangani kedua belah pihak dengan sukarela (saling ridlo) tanpa paksaan dari pihak
manapuin, serta disaksikan oleh :
1. ……………………………………
2. ……………………………………
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
Saksi-saksi :
1. …………………………….
2. …………………………….
IX
Lampiran 4
AKAD WAAD WAKALAH
No. /WKL/BMT / bln/200…..
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa kepada
Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………, tanggal : …………………..,
daerah : ……………………………, oleh pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………………….., Kepala Divisi Marketing Capem
……………………………….., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut, berdasarkan Surat Kuasa Manajer KJKS BMT ……………………,
yang dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwill ………………………………….,
yang berkedudukan dan berkantor di …………………………………………,
untuk selanjutnya disebut Pihak I …………………………………………….
2. Nama : …………………………………………., bertempat tinggal di ……….
………………….., kelurahan/Desa ………………………………………..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II ……
…………………………………………………..
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing
sebagaimana tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian pemberian
kuasa/perwakilan (Wakalah) yang terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut : ………………………..
X
Pasal I
PEMBERIAN KUASA DAN JANGKA WAKTU KUASA
Pihak I melimpahkan kekuasaannya kepada Pihak II secara khusus untuk
melaksanakan hal-hal sebagaimana berikut :
1. Memilihkan untuk Pihak I barang / barang-barang dengan jumlah, spesifikasi
dan harga yang telah disepakati bersama sebagaimana suara surat Perjanjian /
waad pemesanan barang nomor …………… yang dibentuk oleh Pihak II, yang
merupakan penggalan yang menjadi satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari komitmen
perjanjian ini.
2. Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa jangka waktu berlakunya komitmen
wakalah ini yaitu ………….. hari, sehingga selambat-lambatnya terhitung …
hari sesudah ditanda tanganinya komitmen ini pihak II telah menuntaskan semua
kewajibannya sesuai dengan suara ketentuan-ketentuan komitmen ini.
Pasal II
PEMBAYARAN BARANG
Pihak I sepakat bahwa untuk terpenuhinya komitmen Murabahah yang akan dibentuk
kemudian, maka Pihak I akan membayarkan barang / barang-barang sebagaimana
yang tersebut dalam pasal 1
Pasal V
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah bersepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur
dalam komitmen ini, akan diatur dalam addendum-addendeum dan atau surat-surat dan
atau lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian ini.
XI
Pasal VI
PASAL TAMBAHAN
Perjanjian ini ditandatangani, dibentuk dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama, ditanda tangani kedua belah pihak
dengan sukarela (saling ridlo) tanpa paksaan dari pihak manapun.
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
XII
Lampiran 5
NOTA PEMBELIAN BARANG
Kepada
Yth. : KJKS BMT ………………………
Di …………………………………
Dengan hormat,
Berikut ini rincian barang-barang yang telah anda beli dari kami, semoga menjadi
periksa adanya.
No Barang Spesifikasi Jumlah Harga Satuan Total
Terima kasih, atas kerjasamanya.
…………….. , ……………………
TOKO / SUPLIER
( …………………… )
XIII
Lampiran 6
AKAD MURABAHAH
NO. /MRB/BMT/ / bln/200……
Bismillahirrohmanirrahim
“ Hai orang–orang yang beriman ! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela diantaramu…..”
(Q.s. An-Nisa’ (4) : 29)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………., tanggal : …………., daerah
: ……………………………., oleh para pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………., Kepala Divisi Marketing Capem : ………
……………….., dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama
Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwil …………………
……………………yang berkedudukan dan berkantor di ………………..
untuk selanjutnya disebut Pihak I.
2. Nama : ……………………………, bertempat tinggal di …………..……….
………………….., kelurahan/Desa ……………………………………..…..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini telah mendapat
persetujuan isteri/suami bernama………………………. bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II …..…
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing sebagaimana
tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian jual beli (murabahah) yang
terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :
………………………..
Pasal 1
JUAL – BELI
Pihak I menjual barang kepada Pihak II berupa barang/barang-barang yang
tercantum dalam lampiran yang merupakan penggalan yang tidak terpisahkan dari
komitmen perjanjian ini, sebesar : ……………………………………………………….
XIV
(……………………………………………………………………………).
Dengan perincian harga pokok sebesar :
………………………………………………………………………………………
(………………………………………………………………………………) dan
margin sebesar : …………………………… (……………………………
…………………………………………….)
Pasal II
SISTIM, JANGKA WAKTU PEMBAYARAN KEMBALI DAN
BIAYA-BIAYA
Pihak II sepakat untuk membeli barang sebagaimana tersebut pada pasal 1 dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut : ………………………………..
1. Sistim pembayaran adlah angsuran / jatuh tempo.
2. Tata cara pembayaran diatur pada lembar tersendiri yang merupakan penggalan
yang menempel dan tidak terpisahkan dengan perjanjian ini.
3. Jangka waktu pembayaran yaitu ……….. oleh lantaran itu perjanjian jual beli
ini berlaku semenjak tanggal ditandatanganinya. Adapun pelunasan pembayaran
sanggup dilakukan sebelum jatuh tempo selambat-lambatnya akan jatuh tempo
pada …………….
4. Wajib membayar seluruh kewajiban yang muncul akhir adanya perjanjian
jual beli ini hingga dengan lunas penuh sebagaimana mestinya kepada Pihak I.
5. Dalam hal pembayaran angsuran yang dilakukan Pihak II sesuai kesepakatan
jatuh pada hari minggu dan atau hari libur umum atau hari bukan hari kerja
lainnya, maka pembayaran dilakukan pada hari sebelumnya tersebut.
6. Dalam hal terjadi kelalaian dalam membayar menyerupai apa yang diperjanjian
Pihak II sebagaimana suara perjanjian ini, maka segala ongkos penagihan,
denda, ganti rugi, termasuk juga biaya kuasa dari Pihak I, harus dipikul dan
dibebankan serta dibayar oleh Pihak II.
XV
Pasal III
PENGUTAMAAN PEMBAYARAN
Pihak II akan melaksanakan angsuran pembayaran sesuai dengan kesepakatan
sebagaimana suara pasal 2 berikut tata cara pembayarannya secara tertib dan
teratur dan akan lebih mengutamakan kewajiban pembayaran ini daripada
kewajiban pembayaran kepada pihak lain.
Pasal IV
PERNYATAAN JAMINAN
Untuk menjamin keamanan dan terpenuhinya komitmen sebagaimana tujuan perjanjian
jual beli ini, maka Pihak II menyerahkan jaminan.
1. Pihak II menyerahkan jaminan berupa : ……………………………………..
sebagai jaminan atas komitmen jual beli yangtelah disepakati ………………
2. Obyek jaminan menjadi milik Pihak I, sedang obyek jaminan tersebut tetap
berada pada kekuasaa Pihak II selaku peminjam pakai, obyek jaminan hanya
sanggup dipergunakan oleh Pihak IImenurut sifat dan peruntukannya.
3. Pihak II berkewajiban untuk memelihara obyek jaminan tersebut dengan
sebaik-baiknya dan melaksanakan semua tindakan yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan dan perbaikan atas obyek jaminan atas biaya dan tanggungan
Pihak II sendiri serta membayar pajak, restribusi dan beban lainnya yang
berkaitan dengan itu.
4. Apabila penggalan dan atau seluruhnya dari obyek jaminan tersebut rusak, hilang,
atau diantara obyek jaminan tersebut tidak sanggup dipergunakan lagi, maka
Pihak II dengan ini mengikatkan diri untuk mengganti penggalan dan atau
seluruhnya dari obyek jaminan sejenis dan atau yang nilainya setara dengan
yang digantikan serta disetujui oleh Pihak I.
5. Pihak II tidak berhak untuk melaksanakan penjaminan ulang atas obyek jaminan
dan juga tidak diperkenankan untuk membebankan dengan cara apapun,
menggadaikan atau menjual atau mengalihkan obyek jaminan kepada pihak
lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak I.
XVI
6. Pihak II bersedia dan bertanggungjawab untuk melepaskan hak atas jaminan
tersebut pada pasal IV ayat 1 kepada Pihak I, apabila Pihak II selama tiga
periode angsuran tidak memenuhi kewajibannya untuk mengangsur
sebagaimana diatur pada pasal II perjanjian ini. Dengan ini Pihak I mempunyai
hak terhadap barang tersebut dengan tanpa sesuatu yang dikecualikan untuk
menarik jaminan dan atau untuk menjualnya kepada pihak manapun untuk
melunasi kewajiban Pihak II.
Pasal V
PERISTIWA CIDERA JANJI
Apabila terjadi hal-hal di bawah ini, setiap kejadian demikian, masing-masing
secara tersendiri atau gotong royong disebut kejadian cidera janji.
1. Kelalaian Pihak II untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian ini
untuk menentukan barang sesuai ketentuan.
2. Apabila terdapat suatu janji, pernyataan, jaminan atau kesepakatan berdasarkan
perjanjian ini atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu surat,
sertifikat atau bukti-bukti lain yang perlu diadakan berdasarkan Perjanjian ini atau
sehubungan dengan suatu perjanjian yang disebut dalam Perjanjian ini
ternyata tidak benar, tidak tepat atau menyesatkan.
3. Diputuskan oleh suatu pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya bahwa
suatu perjanjian atau dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang
yang dipilih Pihak II yaitu tidak sah atau dengan cara yang lain tidak sanggup
diberlakukan.
4. Jikalau Pihak II melanggar dan atau tidak sanggup memenuhi peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini atau tidak sanggup
memenuhi syarat-syarat perjanjian ini serta perjanjian- perjanjian lainnya yang
bersangkutan dan atau syarat-syarat serta ketentuan yang ditetapkan oleh
KJKS / BMT …………… baik surat-surat / dokumen-dokumen termasuk
jaminan yang diberikan.
5. Jikalau Pihak II tidak menjalankan wakalah dengan sungguh-sungguh dan atau
melanggar syar’i dan atau melanggar aturan yang berlaku.
XVII
Maka seluruh komitmen akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban-kewajiban
dan biaya-biaya yang menjadi kewajiban Pihak II harus dibayarkan kepada
Pihak I dan Pihak I sanggup mengambil tindakan apapun yang perlu yang
bekerjasama dengan perjanjian ini.
Pasal VI
KEADAAN MEMAKSA (FOR CE MAJEURE)
1. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan salah satu pihak untuk
memenuhi kewajiban sebagaimana tercantum dalam perjanjian ini, yang
disebabkan oleh lantaran keadaan yang memaksa menyerupai tragedi alam, huru
hara dan sabotase, dan tidak sanggup dihindari dengan melaksanakan tindakan
sepatutnya, maka kerugian yang diakibatkan tersebut ditanggung secara
bersama oleh para pihak.
2. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, pihak yang mengalami kejadian yang
dikategorikan keadaa memaksa wajib memberitahukan secara tertulis wacana
hal tersebut kepada pihak lainnya dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai kejadian memaksa tersebut
selambat-lambatnya 14 hari terhitung semenjak keaddan yang memaksa tersebut.
3. Apabila dalam waktu 30 hari semenjak diterimanya pemberiitahuan sebagaimana
ayat 2 tersebut belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang mendapatkan
pemberitahuan, maka adanya kejadian tersebut dianggap telah disetujui oleh
pihak tersebut.
4. Apabila keadan memaksa tersebut mengakibatkan kegagalan dalam
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini selama 3 bulan, maka
perjanjian ini sanggup diakhiri dengan suatu perjanjian antara para pihak.
XVIII
Pasal VII
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah sepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur dalam
komitmen ini, akan diatur dalam addendum-adendum dan atau surat-surat dan atau
lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak terpisahkan
dengan perjanjian ini.
Pasal VIII
DOMISILI HUKUM
Tentang komitmen ini dan segala akibatnya, para pihak menentukan domisili aturan
yangtetap dan umum di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri ………. di
………….
Pasal IX
PASAL TAMBAHAN
AKAD
sama, ditanda tangani kedua belah pihak dengan sukarela (saling ridlo) tanpa
paksaan dari pihak manapuin, serta disaksikan oleh :
1. ……………………………………
2 ……………………………………
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
Saksi-saksi :
1. …………………………….
2. …………………………….
XIX
Lampiran 7
AKAD PE MBIAYAAN IJARAH
No. Akad : 2.02.05.00000
Bimillahirrahmanirrahiim
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (perjanjian) itu,
cukupkanlah dosis jangan kau menjadi orang-orang yang merugi.”
(Surat Al Maaidah : 181)
Perjanjian pembiayaan ini ditandatangani dan dibentuk pada hari : …………..
tanggal … / … / … oleh dan antara :
I. KSU BMT SAFINAH Jl. Pramuka No. 60 Klaten.
Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK I (BMT) dalam hal ini diwakili
oleh :
Nama : ………………………
Jabatan : ………………………
Dalam hal ini bertindak dalam hal kedudukan dari dan oleh karenanya
bertindak dan atas nama menyerupai kepentingan BMT.
II. Nama : ……………………….
No. rek : ………………………
Alamat : ....................................
Tempat Lahir : ……………………….
Tanggal lahir : …… / …… / ………..
Pekerjaan : ………………………
Untuk selanjutnya disebut PIHAK II (Nasabah)
XX
Telah bersepakat melaksanakan perjanjian Pembiayaan Ijarah dengan ketentuan
yang tercantum pada pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 1
Perjanjian pembiayaan ini dilandasi oleh Ketaqwaan kepada Allah SWT saling
percaya Ukhuwah Islamiyah dan rasa tanggung jawab.
Pasal 2
Bahwa PIHAK I dengan ini menyerahkan uang sebesar Rp. 0 kepada PIHAK II
untuk biaya ……………
Pasal 3
PIHAK II bertindak mewakili PIHAK I, melaksanakan urusan pada pasal 2.
Pasal 4
Selanjutnya barang / jasa pada psal 2 tersebut, disewa oleh PIHAK II dari PIHAK
I dengan harga : Rp. 0
Pasal 5
Pembayaran sewa akan dilakukan secara mengangsur kepada PIHAK I, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Pembayaran akan dilakukan selama 0 kali, selama ………………..
2. Pembayaran angsuran, pertama kali dilakukan pada tanggal …. / …. / …… ,
dan angsuran berikutnya dilakukan setiap …. jatuh tempo tanggal …. / ….. /
……..
3. Biaya manajemen sejumlah Rp. 0 dibebankan kepada Pihak II.
4. Besarnya pembayaran anngsuran : Rp. 0
Dengan rincian sebagai berikut : Sewa Pokok : Rp. 0
Mark Up : Rp. 0
XXI
Pasal 6
Untuk menambah rasa tanggung jawab maka PIHK II bersedia melampirkan salah
satu barang berupa :
Pasal 7
Berhubung dengan pasal 6, permasalahan aturan pembiayan mengalami hal-hal
yang tidak diinginkan dan mengalami jalan simpulan maka PIHAK I berwenang
penuh akan barang jaminan tersebut.
Pasal 8
Pembayaran Angsuran dan pemberian Bagi Hasil dari PIHAK II kepada PIHAK I
diserahkan ke kantor BMT Safinah Jl. Pramuka No. 60 Klaten pada jam
pelayanan kas.
Pasal 9
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini tidak diharapkan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, dikarenakan dasar transaksi ini semata-mata lantaran Allah SWT
namun apabila terjadi sebaliknya maka kedua belah pihak sepakat menyelesikan
melalui peraturan atau mekanisme yang ada di BMT SAFINAH dan putusan simpulan
yang mengikat.
XXII
Demikian perjanjian ini dibentuk dan ditandatangani dengan sebenar-benarnya tanpa
ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Semoga Allah memudahkan segala Ikhtiar kita. Amin.
Pihak II
Pihak I
Saksi-saksi :
Isteri / Suami :
……………………
……………………….
……………………….
…………………….
Mengetahui
Pengurus KSU BMT Safinah,
Menajer KSU BMT Safinah,
…………………
……………………
XXIII
WAWANCARA TESIS
1. Sejarah berdirinya BMT Safinah Klaten.
2. Pertama berdiri berapa orang ?
Sekarang sudah berapa orang ?
(Pendiri, Pengurus, Pengelola, Anggota)
3. Berapa orang yang bertempat tinggal di sekitar BMT ini ?
4. BMT Safinah terletak di desa ?
5. Denah kerja BMT meliputi wilayah ?
6. Visi BMT Safinah Klaten ?
Misi BMT Safinah Klaten ?
Tujuan BMT Safinah Klaten ?
Prinsip-prinsip BMT Safinah Klaten ?
7. Asas/Landasan BMT Safinah Klaten dan legalitas hukumnya !
8. Modal BMT Safinah Klaten hingga Juli 2007 sudah berapa ?
9. Modal yang telah beredar hingga Juli tahun 2007 berapa ?
10. Jumlah nasabah hingga bulan Juli tahun 2007 berapa ? Pada tahun 2006 ada
berapa nasabah ? Tahun 2007 ada berapa ?
11. Pengelolaan dana BMT Safinah Klaten meliputi ?
(Dana Pihak I, dana Pihak II (pinjam dari luar), Dana Pihak Ke III
(Simpanan)).
12. Produk-produk BMT Safinah Klaten apa saja ?
13. Prosedur Nasabah mendapatkan pembiayaan hingga dengan penanda tanganan
akad.
a. Prosedur Murabahah
b. Prosedur Mudharabah
c. Prosedur Ijarah.
14. Produk-produk yang macet BMT Safinah Klaten apa saja ?
15. Sebab-sebabya ?
16. Bagaimana penyelesaiannya produk yang macet ?
XXIV
PROSEDUR AKAD
- Nama Pimpinan / pengelola BMT Safinah Klaten :
- Alamat Rumah
A. AKAD MURABAHAH
1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis :
a. Ya
b. Tidak
2. Nasabah tiba menghadap sendiri :
a. Ya
b. Tidak
3. Usia nasabah rata-rata berusia :
a. 21 tahun
b. Di atas 21 tahun
4. Apa ada nasabah di bawah usia 21 tahun :
a. Ada
b. Tidak ada
c. Ada tetapi sudah nikah
5. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Ada
b. Belum ada
c. Tidak ada
d. Atau ………….
6. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Barangnya terperinci
b. Barangnya tidak terperinci
c. Belum terperinci
7. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Barangnya halal
b. Barangnya tidak halal
XXV
8. Dalam penentuan margin / keuntungan :
a. Musyawarah dengan nasabah
b. Tidak ada musyawarah
9. Besarnya margin / keuntungan :
a. Ditentukan dulu
b. Berdasarkan hasil musywarah
10. Margin / keuntungan sebesar rata-rata :
a. 1 %
b. 1 ½%
c. 2%
d. 2½%
e. Atau berapa ….. %
11. Apa ada batasan pengambilan margin / keuntungan :
a. Ada, yakni … s/d ……%
b. Tidak ada
c. Belum terperinci
12. Dalam kesepakatan akad, nasabah dalam keadaan :
a. Rela
b. Tidak rela
c. Keberatan
13. Sebelum penanda tanganan komitmen nasabah dalam keadaan :
a. Sudah paham
b. Belum paham
c. Tidak paham
14. Setelah terjadinya komitmen nasabah mendapatkan :
a. Bentuk barang
b. Bentuk uang
c. Atau …………
XXVI
15. Pembuatan komitmen apakah pakai jasa notaris :
a. Ya
b. Tidak
c. Atau ……….
16. Apa ada beban pajak :
a. Ada
b. Tidak ada
B. AKAD IJARAH
1. Barang yang disewakan merupakan hak milik yang menyewakan :
a. Ya
b. Bukan
c. Tidak terperinci
2. Barang yang disewakan mengandung manfaat :
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak terperinci
3. Bila barang yang disewakan milik orang lain, harus ada ijin pemiliknya :
a. Ya
b. Tidak perlu
4. Saat berlangsungnya komitmen barangnya disyaratkan harus ada dan terperinci :
a. Ya
b. Tidak ada
c. Atau tidak disyaratkan
5. Saat berlangsungnya komitmen lamanya waktu sewa ditentukan :
a. Ya
b. Belum ditentukan
c. Tidak ditentukan
6. Saat berlangsungnya komitmen ongkos / harga sewa ditentukan / diketahui
dulu :
a. Ya
XXVII
b. Belum ditentukan
c. Tidak ditentukan dulu
7. Harga sewa / ongkos sewa yang telah ditentukan kedua belah pihak :
a. Sepakat / rela
b. Tidak sepakat
c. Belum sepakat
8. Pembayaran sewa oleh para nasabah dilakukan :
a. Diangsur tiap bulan
b. Tidak diangsur
c. Dibayar kontan
9. Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) proses komitmen pemindahan hal milik
barang dilakukan pada awal sewa :
a. Ya
b. Tidak
10. Proses komitmen pemindahan hak milik barang (IMBT) dilakukan pada simpulan
masa sewa :
a. Ya
b. Tidak
11. Saat penanda tanganan komitmen nasabah :
a. Sudah paham
b. Belum paham
c. Tidak paham
ii
Lampiran 2
AKAD PEMESANAN BARANG
No. /PMN/BMT / bln/200….
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa kepada
Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, Pada
hari ini : …………., tanggal : ………………….., daerah : …………….. saya :
Nama : …………………………………………..
Alamat : …………………………………………..
No. KTP : …………………………………………..
Memohon kepada KJKS BMT ……………………………… yang
berkedudukan di …………………………………. Untuk mengadakan
barang / barang-barang dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jenis Barang, Spesifikasi, Jumlah dan harga.
No Barang Spesifikasi (*) Jumlah Harga Satuan Total
• Keterangan / Spesifikasi barang, tersebut dalam lampiran
2. Untuk pemenuhan pengadaan barang tersebut, maka saya mengikatkan diri
pada janji (akad) pemesanan barang kepada KJKS BMT……………..agar
membelikan untuk saya barang-barang dengan jenis, spesifikasi, jumlah serta
harga sebagaimana tercantum dalam butir 1.
iii
3. Saya berjanji bahwa selambat-lambatnya ………. hari sesudah barang
disediakan, saya akan membeli barang pesanan saya tersebut (Wa’ad
Murobahah).
4. Bahwa untuk menjamin kesungguhan dalam per mintaan pemesanan
barang/wa’ad pemesanan barang, maka saya bersepakat untuk membayar uang
sejumlah Rp. ……………… (…………………………………………………)
sebagai uang muka (Urbun) bagi pemesanan barang yang telah saya lakukan
sebagaimana tertulis dalam perjanjian ini.
5. Saya bersepakat bahwa dalam hal berjanjian berlangsung sebagaimana
ketentuan dan syarat, maka sejumlah uang yang telah saya bayar tersebut
berlaku sebagai uang muka bagi Perjanjian Jual Beli yang akan dibentuk
dikemudian hari.
6. Saya bersepakat bahwa dalam hal dikemudian hari saya membatalkan
Perjanjian Pemesanan Barang ini secara sepihak, maka saya terikat untuk
memperlihatkan ganti rugi (Ta’widh) sejumlah …………………………………
(……………………………………………………….) yang diambilkan dari
uang muka yang telah saya berikan tersebut.
7. Saya bersepakat bahwa dalam hal terjadi nilai uang muka lebih kecil dari nilai
ganti rugi, maka saya akan membayar kekurangannya.
Demikian Surat Perjanjian (akad) Pemesanan Barang ini dibentuk dan telah saya
tandatangani dengan sukarela (ridlo) tanpa paksaan dari pihak manapun.
………………., …………… 200…
Pemesan
( ………………………… )
iv
Lampiran 3
AKAD WAKALAH
No. /WKL/BMT / bln/200…..
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa
kepada Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………, tanggal : …………………..,
daerah : ……………………………, oleh pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………………….., Kepala Divisi Marketing Capem
……………………………….., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut, berdasarkan Surat Kuasa Manajer KJKS BMT ……………………,
yang dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwill ………………………………….,
yang berkedudukan dan berkantor di …………………………………………,
untuk selanjutnya disebut Pihak I …………………………………………….
2. Nama : …………………………………………., bertempat tinggal di ……….
………………….., kelurahan/Desa ………………………………………..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II ……
…………………………………………………..
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing sebagaimana
tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian pemberian
v
kuasa/perwakailan (Wakalah) yang terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut : ………………………..
Pasal I
PEMBERIAN KUASA DAN JANGKA WAKTU KUASA
Pihak I melimpahkan kekuasaannya kepada Pihak II secara khusus untuk
melaksanakan hal-hal sebagaimana berikut :
1. Memilihkan untuk Pihak I barang/barang-barang dengan jumlah, spesifikasi
dan harga yang telah disepakati bersama sebagaimana suara surat permohonan
Pembiayaan Murabahah dan Waad Pemesanan barang nomor ……………….,
yang dibentuk oleh Pihak II, yang merupakan penggalan yang menjadi satu kesatuan
dan tidak terpisahkan dari komitmen perjanjian ini.
2. Membayarkan untuk Pihak I barang-barang yang tertuang pada pasal 1ayat (1)
perjanjian ini.
3. Bertanda tangan untuk dan atas nama Pihak I terhadap barang-barang yang
telah dibeli dan menjadi konsekwensi dari berpindahnya kepemilikan atas
barang tersebut.
4. Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa jangka waktu berlakunya komitmen
wakalah ini yaitu ketika pihak II telah menuntaskan semua kewajibannya
sesuai dengan suara ketentuan-ketentuan komitmen ini, atau selambat-lambatnya
……………. hari terhitung sesudah ditandatangani komitmen ini atau tanggal ……..
Pasal II
PENITIPAN UANG
Pihak I sepakat bahwa untuk terpenuhinya ketentuan pasal 1, maka pihak I akan
menitipkan (Wadiah yad amanah) kepada pihak II, uang sejumlah Rp……………
(……………………………………………………………).
vi
Pasal III
PENITIPAN JAMINAN
Untuk menjamin kesungguhan dalam menjalankan komitmen wakalah ini maka pihak
II menitipkan jaminan berupa …………………………………..
Pasal IV
PERISTIWA CIDERA JANJI
Apabila terjadi hal-hal dibawah ini, setiap kejadian demikian, masing-masing
secara tersendiri atau gotong royong disebut kejadian cidera janji :
1. Kelalaian Pihak II untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian ini
untuk menentukan dan membayarkan barang sesuai ketentuan.
2. Apabila terdapat suatu janji, pernyataan, jaminan, atau kesepakatan berdasarkan
perjanjian ini atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu surat,
sertifikat atau bukti-bukti lain yang perlu diadakan berdasarkan Perjanjian ini atau
sehubungan dengan suatu perjanjian yang disebut dalam Perjanjian ini
ternyata tidak beres, tidak tepat atau menyesatkan.
3. Diputuskan oleh suatu pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya bahwa
suatu perjanjian atau dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang
yang dipilih pihak II yaitu tidak sah atau dengan cara yang lain tidak sanggup
diberlakukan.
4. Jikalau Pihak II melanggar dan atau tidak sanggup memenuhi peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini atau tidak sanggup
memenuhi syarat-syarat perjanjian ini serta perjanjian- perjanjian lainnya yang
bersangkutan dan atau syarat-syarat serta ketentuan yang ditetaapkan oleh
KJKS/BMT ………….. baik surat-surat/dokumen-dokumen termasuk jaminan
yang diberikan.
5. Jikalau Pihak II tidak menjalankan wakalah dengan sungguh-sungguh dan atau
melanggar syar’i dan atau melanggar aturan yang berlaku maka seluruh komitmen
akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban-kewajiban dan biaya-biaya
yang menjadi kewajiban Pihak II harus dibayarkan kepada Pihak I, dan Pihak I
vii
sanggup mengambil tindakan apapun yang perlu yang bekerjasama dengan
perjanjian ini.
Pasal V
KEADAAN MEMAKSA (FOR CE MAJEURE)
1. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan salah satu untuk memenuhi
kewajiban sebagaimana tercantum dalam perjanjian ini, yang disebabkan oleh
lantaran keadaan yang memaksa menyerupai tragedi alam, huru-hara dan sabotase,
dan tidak sanggup dihindari dengan melaksanakan tindakan sepatutnya, maka
kerugian yang diakibatkan tersebut ditanggung secara bersama oleh para
pihak.
2. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, pihak yang mengalami kejadian yang
dikategorikan keadaan memaksa wajib memberitahukan secara tertulis wacana
hal tersebut kepada pihak lainnya dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai kejadian memaksa tersebut
selambat-lambatnya 14 hari semenjak keadaan yang memaksa tersebut.
3. Apabila dalam waktu 30 hari semenjak diterimanya pemberitahuan sebagaimana
ayat 2 belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang mendapatkan
pemberitahuan, maka adanya kejadian tersebut dianggap telah disetujui oleh
pihak tersebut.
4. Apabila keadaan memaksa tersebut mengakibatkan kegagalan dalam
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini selama 3 bulan, maka
perjanjian ini sanggup diakhiri dengan suatu perjanjian antara para pihak.
Pasal VI
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah bersepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur
dalam komitmen ini, akan diatur dalam addendum-addendum dan atau surat-surat dan
atau lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian ini.
viii
Pasal VII
DOMISILI HUKUM
Tentang komitmen ini dan segala akibatnya, para pihak menentukan domisili aturan yang
tetap dan umum di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri …….. di
…………………………
Pasal VIII
PASAL TAMBAHAN
Perjanjian ini ditanda tangani ini dibentuk dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
bermaterai cukup dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sama, ditanda
tangani kedua belah pihak dengan sukarela (saling ridlo) tanpa paksaan dari pihak
manapuin, serta disaksikan oleh :
1. ……………………………………
2. ……………………………………
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
Saksi-saksi :
1. …………………………….
2. …………………………….
ix
Lampiran 4
AKAD WAAD WAKALAH
No. /WKL/BMT / bln/200…..
Bismillahirrahmanirrahiim
“…….Maka, jikalau sebagian kau mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah dia bertaqwa kepada
Allah Tuhannya…….”
(Qs. Al-Baqarah (2) : 283)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya, komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………, tanggal : …………………..,
daerah : ……………………………, oleh pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………………….., Kepala Divisi Marketing Capem
……………………………….., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut, berdasarkan Surat Kuasa Manajer KJKS BMT ……………………,
yang dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama Koperasi Jasa
Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwill ………………………………….,
yang berkedudukan dan berkantor di …………………………………………,
untuk selanjutnya disebut Pihak I …………………………………………….
2. Nama : …………………………………………., bertempat tinggal di ……….
………………….., kelurahan/Desa ………………………………………..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II ……
…………………………………………………..
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing
sebagaimana tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian pemberian
kuasa/perwakilan (Wakalah) yang terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat
sebagai berikut : ………………………..
x
Pasal I
PEMBERIAN KUASA DAN JANGKA WAKTU KUASA
Pihak I melimpahkan kekuasaannya kepada Pihak II secara khusus untuk
melaksanakan hal-hal sebagaimana berikut :
1. Memilihkan untuk Pihak I barang / barang-barang dengan jumlah, spesifikasi
dan harga yang telah disepakati bersama sebagaimana suara surat Perjanjian /
waad pemesanan barang nomor …………… yang dibentuk oleh Pihak II, yang
merupakan penggalan yang menjadi satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari komitmen
perjanjian ini.
2. Kedua belah pihak telah bersepakat bahwa jangka waktu berlakunya komitmen
wakalah ini yaitu ………….. hari, sehingga selambat-lambatnya terhitung …
hari sesudah ditanda tanganinya komitmen ini pihak II telah menuntaskan semua
kewajibannya sesuai dengan suara ketentuan-ketentuan komitmen ini.
Pasal II
PEMBAYARAN BARANG
Pihak I sepakat bahwa untuk terpenuhinya komitmen Murabahah yang akan dibentuk
kemudian, maka Pihak I akan membayarkan barang / barang-barang sebagaimana
yang tersebut dalam pasal 1
Pasal V
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah bersepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur
dalam komitmen ini, akan diatur dalam addendum-addendeum dan atau surat-surat dan
atau lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak
terpisahkan dengan perjanjian ini.
xi
Pasal VI
PASAL TAMBAHAN
Perjanjian ini ditandatangani, dibentuk dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama, ditanda tangani kedua belah pihak
dengan sukarela (saling ridlo) tanpa paksaan dari pihak manapun.
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
xii
Lampiran 5
NOTA PEMBELIAN BARANG
Kepada
Yth. : KJKS BMT ………………………
Di …………………………………
Dengan hormat,
Berikut ini rincian barang-barang yang telah anda beli dari kami, semoga menjadi
periksa adanya.
No Barang Spesifikasi Jumlah Harga Satuan Total
Terima kasih, atas kerjasamanya.
…………….. , ……………………
TOKO / SUPLIER
( …………………… )
xiii
AKAD MURABAHAH
NO. /MRB/BMT/ / bln/200……
Bismillahirrohmanirrahim
“ Hai orang–orang yang beriman ! Janganlah kalian saling memakan (mengambil)
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukarela diantaramu…..”
(Q.s. An-Nisa’ (4) : 29)
Dengan berlindung kepada Allah dan senantiasa memohon Rahmat-Nya komitmen ini
dibentuk dan ditandatangani pada hari : ………………., tanggal : …………., daerah
: ……………………………., oleh para pihak sebagai berikut :
1. Nama : …………………………., Kepala Divisi Marketing Capem : ………
……………….., dalam hal ini berwenang bertindak untuk dan atas nama
Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah Baitul Maal Wattamwil …………………
……………………yang berkedudukan dan berkantor di ………………..
untuk selanjutnya disebut Pihak I.
2. Nama : ……………………………, bertempat tinggal di …………..……….
………………….., kelurahan/Desa ……………………………………..…..,
kecamatan ……………….., Kabupaten ………………………….., mempunyai
No. KTP ……………………………., yang dalam hal ini telah mendapat
persetujuan isteri/suami bernama………………………. bertindak untuk dan
atas nama pribadi/diri sendiri, yang untuk selanjutnya disebut Pihak II …..…
Kedua belah pihak bertindak dalam kedudukannya masing-masing sebagaimana
tersebut di atas, telah sepakat mengadakan perjanjian jual beli (murabahah) yang
terikat dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :
………………………..
Pasal 1
JUAL – BELI
Pihak I menjual barang kepada Pihak II berupa barang/barang-barang yang
tercantum dalam lampiran yang merupakan penggalan yang tidak terpisahkan dari
komitmen perjanjian ini, sebesar : ……………………………………………………….
(……………………………………………………………………………).
xiv
Dengan perincian harga pokok sebesar :
………………………………………………………………………………………
(………………………………………………………………………………) dan
margin sebesar : …………………………… (……………………………
…………………………………………….)
Pasal II
SISTIM, JANGKA WAKTU PEMBAYARAN KEMBALI DAN
BIAYA-BIAYA
Pihak II sepakat untuk membeli barang sebagaimana tersebut pada pasal 1 dengan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut : ………………………………..
1. Sistim pembayaran adlah angsuran / jatuh tempo.
2. Tata cara pembayaran diatur pada lembar tersendiri yang merupakan penggalan
yang menempel dan tidak terpisahkan dengan perjanjian ini.
3. Jangka waktu pembayaran yaitu ……….. oleh lantaran itu perjanjian jual beli
ini berlaku semenjak tanggal ditandatanganinya. Adapun pelunasan pembayaran
sanggup dilakukan sebelum jatuh tempo selambat-lambatnya akan jatuh tempo
pada …………….
4. Wajib membayar seluruh kewajiban yang muncul akhir adanya perjanjian
jual beli ini hingga dengan lunas penuh sebagaimana mestinya kepada Pihak I.
5. Dalam hal pembayaran angsuran yang dilakukan Pihak II sesuai kesepakatan
jatuh pada hari minggu dan atau hari libur umum atau hari bukan hari kerja
lainnya, maka pembayaran dilakukan pada hari sebelumnya tersebut.
6. Dalam hal terjadi kelalaian dalam membayar menyerupai apa yang diperjanjian
Pihak II sebagaimana suara perjanjian ini, maka segala ongkos penagihan,
denda, ganti rugi, termasuk juga biaya kuasa dari Pihak I, harus dipikul dan
dibebankan serta dibayar oleh Pihak II.
xv
Pasal III
PENGUTAMAAN PEMBAYARAN
Pihak II akan melaksanakan angsuran pembayaran sesuai dengan kesepakatan
sebagaimana suara pasal 2 berikut tata cara pembayarannya secara tertib dan
teratur dan akan lebih mengutamakan kewajiban pembayaran ini daripada
kewajiban pembayaran kepada pihak lain.
Pasal IV
PERNYATAAN JAMINAN
Untuk menjamin keamanan dan terpenuhinya komitmen sebagaimana tujuan perjanjian
jual beli ini, maka Pihak II menyerahkan jaminan.
1. Pihak II menyerahkan jaminan berupa : ……………………………………..
sebagai jaminan atas komitmen jual beli yangtelah disepakati ………………
2. Obyek jaminan menjadi milik Pihak I, sedang obyek jaminan tersebut tetap
berada pada kekuasaa Pihak II selaku peminjam pakai, obyek jaminan hanya
sanggup dipergunakan oleh Pihak IImenurut sifat dan peruntukannya.
3. Pihak II berkewajiban untuk memelihara obyek jaminan tersebut dengan
sebaik-baiknya dan melaksanakan semua tindakan yang dibutuhkan untuk
pemeliharaan dan perbaikan atas obyek jaminan atas biaya dan tanggungan
Pihak II sendiri serta membayar pajak, restribusi dan beban lainnya yang
berkaitan dengan itu.
4. Apabila penggalan dan atau seluruhnya dari obyek jaminan tersebut rusak, hilang,
atau diantara obyek jaminan tersebut tidak sanggup dipergunakan lagi, maka
Pihak II dengan ini mengikatkan diri untuk mengganti penggalan dan atau
seluruhnya dari obyek jaminan sejenis dan atau yang nilainya setara dengan
yang digantikan serta disetujui oleh Pihak I.
5. Pihak II tidak berhak untuk melaksanakan penjaminan ulang atas obyek jaminan
dan juga tidak diperkenankan untuk membebankan dengan cara apapun,
menggadaikan atau menjual atau mengalihkan obyek jaminan kepada pihak
lain tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak I.
xvi
6. Pihak II bersedia dan bertanggungjawab untuk melepaskan hak atas jaminan
tersebut pada pasal IV ayat 1 kepada Pihak I, apabila Pihak II selama tiga
periode angsuran tidak memenuhi kewajibannya untuk mengangsur
sebagaimana diatur pada pasal II perjanjian ini. Dengan ini Pihak I mempunyai
hak terhadap barang tersebut dengan tanpa sesuatu yang dikecualikan untuk
menarik jaminan dan atau untuk menjualnya kepada pihak manapun untuk
melunasi kewajiban Pihak II.
Pasal V
PERISTIWA CIDERA JANJI
Apabila terjadi hal-hal di bawah ini, setiap kejadian demikian, masing-masing
secara tersendiri atau gotong royong disebut kejadian cidera janji.
1. Kelalaian Pihak II untuk melaksanakan kewajiban berdasarkan perjanjian ini
untuk menentukan barang sesuai ketentuan.
2. Apabila terdapat suatu janji, pernyataan, jaminan atau kesepakatan berdasarkan
perjanjian ini atau berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam suatu surat,
sertifikat atau bukti-bukti lain yang perlu diadakan berdasarkan Perjanjian ini atau
sehubungan dengan suatu perjanjian yang disebut dalam Perjanjian ini
ternyata tidak benar, tidak tepat atau menyesatkan.
3. Diputuskan oleh suatu pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya bahwa
suatu perjanjian atau dokumen yang merupakan bukti kepemilikan atas barang
yang dipilih Pihak II yaitu tidak sah atau dengan cara yang lain tidak sanggup
diberlakukan.
4. Jikalau Pihak II melanggar dan atau tidak sanggup memenuhi peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini atau tidak sanggup
memenuhi syarat-syarat perjanjian ini serta perjanjian- perjanjian lainnya yang
bersangkutan dan atau syarat-syarat serta ketentuan yang ditetapkan oleh
KJKS / BMT …………… baik surat-surat / dokumen-dokumen termasuk
jaminan yang diberikan.
5. Jikalau Pihak II tidak menjalankan wakalah dengan sungguh-sungguh dan atau
melanggar syar’i dan atau melanggar aturan yang berlaku.
xvii
Maka seluruh komitmen akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban-kewajiban
dan biaya-biaya yang menjadi kewajiban Pihak II harus dibayarkan kepada
Pihak I dan Pihak I sanggup mengambil tindakan apapun yang perlu yang
bekerjasama dengan perjanjian ini.
Pasal VI
KEADAAN MEMAKSA (FOR CE MAJEURE)
1. Apabila terjadi keterlambatan atau kegagalan salah satu pihak untuk
memenuhi kewajiban sebagaimana tercantum dalam perjanjian ini, yang
disebabkan oleh lantaran keadaan yang memaksa menyerupai tragedi alam, huru
hara dan sabotase, dan tidak sanggup dihindari dengan melaksanakan tindakan
sepatutnya, maka kerugian yang diakibatkan tersebut ditanggung secara
bersama oleh para pihak.
2. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, pihak yang mengalami kejadian yang
dikategorikan keadaa memaksa wajib memberitahukan secara tertulis wacana
hal tersebut kepada pihak lainnya dengan melampirkan bukti secukupnya dari
kepolisian atau instansi yang berwenang mengenai kejadian memaksa tersebut
selambat-lambatnya 14 hari terhitung semenjak keaddan yang memaksa tersebut.
3. Apabila dalam waktu 30 hari semenjak diterimanya pemberiitahuan sebagaimana
ayat 2 tersebut belum atau tidak ada tanggapan dari pihak yang mendapatkan
pemberitahuan, maka adanya kejadian tersebut dianggap telah disetujui oleh
pihak tersebut.
4. Apabila keadan memaksa tersebut mengakibatkan kegagalan dalam
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian ini selama 3 bulan, maka
perjanjian ini sanggup diakhiri dengan suatu perjanjian antara para pihak.
xviii
Pasal VII
ADDENDUM
Kedua belah pihak telah sepakat, bahwa segala sesuatu yang belum diatur dalam
komitmen ini, akan diatur dalam addendum-adendum dan atau surat-surat dan atau
lampiran-lampiran yang akan dibentuk dan menjadi penggalan yang tidak terpisahkan
dengan perjanjian ini.
Pasal VIII
DOMISILI HUKUM
Tentang komitmen ini dan segala akibatnya, para pihak menentukan domisili aturan
yangtetap dan umum di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri ………. di
………….
Pasal IX
PASAL TAMBAHAN
AKAD
sama, ditanda tangani kedua belah pihak dengan sukarela (saling ridlo) tanpa
paksaan dari pihak manapuin, serta disaksikan oleh :
1. ……………………………………
2 ……………………………………
…………….. , ……………. 200 …
Pihak I
Pihak II
( …………………………. )
( ……………………….. )
Saksi-saksi :
1. …………………………….
2. …………………………….
xix
Lampiran 7
AKAD PE MBIAYAAN IJARAH
No. Akad : 2.02.05.00000
Bimillahirrahmanirrahiim
“Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (perjanjian) itu,
cukupkanlah dosis jangan kau menjadi orang-orang yang merugi.”
(Surat Al Maaidah : 181)
Perjanjian pembiayaan ini ditandatangani dan dibentuk pada hari : …………..
tanggal … / … / … oleh dan antara :
I. KSU BMT SAFINAH Jl. Pramuka No. 60 Klaten.
Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK I (BMT) dalam hal ini diwakili
oleh :
Nama : ………………………
Jabatan : ………………………
Dalam hal ini bertindak dalam hal kedudukan dari dan oleh karenanya
bertindak dan atas nama menyerupai kepentingan BMT.
II. Nama : ……………………….
No. rek : ………………………
Alamat : ....................................
Tempat Lahir : ……………………….
Tanggal lahir : …… / …… / ………..
Pekerjaan : ………………………
Untuk selanjutnya disebut PIHAK II (Nasabah)
xx
Telah bersepakat melaksanakan perjanjian Pembiayaan Ijarah dengan ketentuan
yang tercantum pada pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 1
Perjanjian pembiayaan ini dilandasi oleh Ketaqwaan kepada Allah SWT saling
percaya Ukhuwah Islamiyah dan rasa tanggung jawab.
Pasal 2
Bahwa PIHAK I dengan ini menyerahkan uang sebesar Rp. 0 kepada PIHAK II
untuk biaya ……………
Pasal 3
PIHAK II bertindak mewakili PIHAK I, melaksanakan urusan pada pasal 2.
Pasal 4
Selanjutnya barang / jasa pada psal 2 tersebut, disewa oleh PIHAK II dari PIHAK
I dengan harga : Rp. 0
Pasal 5
Pembayaran sewa akan dilakukan secara mengangsur kepada PIHAK I, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Pembayaran akan dilakukan selama 0 kali, selama ………………..
2. Pembayaran angsuran, pertama kali dilakukan pada tanggal …. / …. / …… ,
dan angsuran berikutnya dilakukan setiap …. jatuh tempo tanggal …. / ….. /
……..
3. Biaya manajemen sejumlah Rp. 0 dibebankan kepada Pihak II.
4. Besarnya pembayaran anngsuran : Rp. 0
Dengan rincian sebagai berikut : Sewa Pokok : Rp. 0
Mark Up : Rp. 0
xxi
Pasal 6
Untuk menambah rasa tanggung jawab maka PIHK II bersedia melampirkan salah
satu barang berupa :
Pasal 7
Berhubung dengan pasal 6, permasalahan aturan pembiayan mengalami hal-hal
yang tidak diinginkan dan mengalami jalan simpulan maka PIHAK I berwenang
penuh akan barang jaminan tersebut.
Pasal 8
Pembayaran Angsuran dan pemberian Bagi Hasil dari PIHAK II kepada PIHAK I
diserahkan ke kantor BMT Safinah Jl. Pramuka No. 60 Klaten pada jam
pelayanan kas.
Pasal 9
Dalam pelaksanaan pembiayaan ini tidak diharapkan terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, dikarenakan dasar transaksi ini semata-mata lantaran Allah SWT
namun apabila terjadi sebaliknya maka kedua belah pihak sepakat menyelesikan
melalui peraturan atau mekanisme yang ada di BMT SAFINAH dan putusan simpulan
yang mengikat.
xxii
Demikian perjanjian ini dibentuk dan ditandatangani dengan sebenar-benarnya tanpa
ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Semoga Allah memudahkan segala Ikhtiar kita. Amin.
Pihak II
Pihak I
Saksi-saksi :
Isteri / Suami :
……………………
……………………….
……………………….
…………………….
Mengetahui
Pengurus KSU BMT Safinah,
Menajer KSU BMT Safinah,
…………………
……………………
xxiii
WAWANCARA TESIS
1. Sejarah berdirinya BMT Safinah Klaten.
2. Pertama berdiri berapa orang ?
Sekarang sudah berapa orang ?
(Pendiri, Pengurus, Pengelola, Anggota)
3. Berapa orang yang bertempat tinggal di sekitar BMT ini ?
4. BMT Safinah terletak di desa ?
5. Denah kerja BMT meliputi wilayah ?
6. Visi BMT Safinah Klaten ?
Misi BMT Safinah Klaten ?
Tujuan BMT Safinah Klaten ?
Prinsip-prinsip BMT Safinah Klaten ?
7. Asas/Landasan BMT Safinah Klaten dan legalitas hukumnya !
8. Modal BMT Safinah Klaten hingga Juli 2007 sudah berapa ?
9. Modal yang telah beredar hingga Juli tahun 2007 berapa ?
10. Jumlah nasabah hingga bulan Juli tahun 2007 berapa ? Pada tahun 2006 ada
berapa nasabah ? Tahun 2007 ada berapa ?
11. Pengelolaan dana BMT Safinah Klaten meliputi ?
(Dana Pihak I, dana Pihak II (pinjam dari luar), Dana Pihak Ke III
(Simpanan)).
12. Produk-produk BMT Safinah Klaten apa saja ?
13. Prosedur Nasabah mendapatkan pembiayaan hingga dengan penanda tanganan
akad.
a. Prosedur Murabahah
b. Prosedur Mudharabah
c. Prosedur Ijarah.
14. Produk-produk yang macet BMT Safinah Klaten apa saja ?
15. Sebab-sebabya ?
16. Bagaimana penyelesaiannya produk yang macet ?
xxiv
PROSEDUR AKAD
- Nama Pimpinan / pengelola BMT Safinah Klaten :
- Alamat Rumah
A. AKAD MURABAHAH
1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan secara tertulis :
a. Ya
b. Tidak
2. Nasabah tiba menghadap sendiri :
a. Ya
b. Tidak
3. Usia nasabah rata-rata berusia :
a. 21 tahun
b. Di atas 21 tahun
4. Apa ada nasabah di bawah usia 21 tahun :
a. Ada
b. Tidak ada
c. Ada tetapi sudah nikah
5. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Ada
b. Belum ada
c. Tidak ada
d. Atau ………….
6. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Barangnya terperinci
b. Barangnya tidak terperinci
c. Belum terperinci
7. Barang yang dimohonkan nasabah :
a. Barangnya halal
b. Barangnya tidak halal
xxv
8. Dalam penentuan margin / keuntungan :
a. Musyawarah dengan nasabah
b. Tidak ada musyawarah
9. Besarnya margin / keuntungan :
a. Ditentukan dulu
b. Berdasarkan hasil musywarah
10. Margin / keuntungan sebesar rata-rata :
a. 1 %
b. 1 ½%
c. 2%
d. 2½%
e. Atau berapa ….. %
11. Apa ada batasan pengambilan margin / keuntungan :
a. Ada, yakni … s/d ……%
b. Tidak ada
c. Belum terperinci
12. Dalam kesepakatan akad, nasabah dalam keadaan :
a. Rela
b. Tidak rela
c. Keberatan
13. Sebelum penanda tanganan komitmen nasabah dalam keadaan :
a. Sudah paham
b. Belum paham
c. Tidak paham
14. Setelah terjadinya komitmen nasabah mendapatkan :
a. Bentuk barang
b. Bentuk uang
c. Atau …………
xxvi
15. Pembuatan komitmen apakah pakai jasa notaris :
a. Ya
b. Tidak
c. Atau ……….
16. Apa ada beban pajak :
a. Ada
b. Tidak ada
B. AKAD IJARAH
1. Barang yang disewakan merupakan hak milik yang menyewakan :
a. Ya
b. Bukan
c. Tidak terperinci
2. Barang yang disewakan mengandung manfaat :
a. Ya
b. Tidak
c. Tidak terperinci
3. Bila barang yang disewakan milik orang lain, harus ada ijin pemiliknya :
a. Ya
b. Tidak perlu
4. Saat berlangsungnya komitmen barangnya disyaratkan harus ada dan terperinci :
a. Ya
b. Tidak ada
c. Atau tidak disyaratkan
5. Saat berlangsungnya komitmen lamanya waktu sewa ditentukan :
a. Ya
b. Belum ditentukan
c. Tidak ditentukan
6. Saat berlangsungnya komitmen ongkos / harga sewa ditentukan / diketahui
dulu :
a. Ya
xxvii
b. Belum ditentukan
c. Tidak ditentukan dulu
7. Harga sewa / ongkos sewa yang telah ditentukan kedua belah pihak :
a. Sepakat / rela
b. Tidak sepakat
c. Belum sepakat
8. Pembayaran sewa oleh para nasabah dilakukan :
a. Diangsur tiap bulan
b. Tidak diangsur
c. Dibayar kontan
9. Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT) proses komitmen pemindahan hal milik
barang dilakukan pada awal sewa :
a. Ya
b. Tidak
10. Proses komitmen pemindahan hak milik barang (IMBT) dilakukan pada simpulan
masa sewa :
a. Ya
b. Tidak
11. Saat penanda tanganan komitmen nasabah :
a. Sudah paham
b. Belum paham
c. Tidak paham
Demikianlah Artikel Tesis Ekonomi Syari'ah
Sekianlah artikel Tesis Ekonomi Syari'ah kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Tesis Ekonomi Syari'ah dengan alamat link https://zonaedukasiterpadu.blogspot.com/2012/11/tesis-ekonomi-syariah.html
0 Response to "Tesis Ekonomi Syari'ah"
Posting Komentar